Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revenge Travel, Solusi Bangkitnya Ekonomi yang Berisiko Tinggi

Kompas.com - 05/08/2021, 13:01 WIB
Kistin Septiyani,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Revenge travel kini menjadi salah satu topik yang cukup ramai diperbincangkan. Membeludaknya pelancong domestik di Manali, India, membuat istilah tersebut jadi pembicaraan hangat di media sosial.

Dilansir dari Huff Post, revenge travel digunakan untuk menyebut fenomena lonjakan drastis jumlah pelancong setelah pandemi sebagai bentuk balas dendam usai menjalani isolasi di rumah dalam waktu lama.

"Meski terdegar menggelikan, revenge travel merujuk pada ide tentang akan adanya peningkatan besar dalam jumlah perjalanan seiring kondisi yang lebih aman dan kembali dibukanya berbagai hal," kata pendiri jurnal perjalanan dan panduan perencanaan The Vacationer, Eric Jones.

Baca juga: Pandemi Covid-19, Jam Check-in dan Check-out Hotel Lebih Fleksibel

Revenge Travel di China

Jauh sebelum kejadian Manali mencuat ke permukaan, istilah ini sebenarnya sudah digunakan di China. Pada akhir 2020 Negeri Tirai Bambu ini bahkan mengampanyekan revenge travel guna memulihkan kondisi ekkonomi melalui pariwisata.

Ribuan turis memadati Tembok Besar China selama masa liburan Hari Buruh di Beijing, China, pada 1 Mei 2021.AFP PHOTO/NOEL CELIS Ribuan turis memadati Tembok Besar China selama masa liburan Hari Buruh di Beijing, China, pada 1 Mei 2021.

Dilansir dari The Guardian, jutaan penduduk China melakukan perjalanan ke berbagai penjuru negeri setelah hampir setahun dalam karantina yang membatasi pergerakan mereka.

China sendiri menjadi salah satu negara yang cukup berhasil mengendalikan kasus Covid-19 selama satu tahun belakangan.

Berakhirnya masa karantina di China juga bersamaan dengan libur nasional selama 8 hari untuk merayakan festival pertengahan musim gugur dan Hari Nasional China. Libur tahunan ini disebut juga sebagai Golden Week oleh masyarakat setempat.

Bertepatan dengan libur panjang tersebut, Menteri Budaya dan Pariwisata China berharap jumlah pelancong bisa mencapai 550 juta orang.

Dilansir dari The Washington Post, pada pertengahan 2020 lalu tingkat pariwisata domestik di China juga mengalami peningkatan hingga 60 persen dibanding saat masa karantina.

Baca juga: 7 Fakta Menarik Quanzhou, Kota Pelabuhan di China Warisan Dunia UNESCO Terbaru

Indikator kebangkitan ekonomi

Tingginya tingkat penjualan barang dan pariwisata selama Golden Week disebut sebagai kunci indikator bangkitnya perekonomian di China setelah pandemi covid-19.

Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua, Presiden Tiongkok Xi Jinping melambai kepada penduduk desa saat mengunjungi desa Galai di Nyingchi, Daerah Otonomi Tibet Tiongkok barat daya, Rabu, 21 Juli 2021. Shen Hong Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua, Presiden Tiongkok Xi Jinping melambai kepada penduduk desa saat mengunjungi desa Galai di Nyingchi, Daerah Otonomi Tibet Tiongkok barat daya, Rabu, 21 Juli 2021.

Media cetak China, Economic Information Daily menyebut Golden Week sebagai pertarungan penting untuk industri pariwisata. Hal ini menjadi tanda awal dari pembelanjaan dalam jumlah besar di masyarakat.

Pemerintah berharap konsumen China dapat memulihkan perekonomian. Peningkatan konsumsi domestik merupakan bagian dari kebijakan ekonomi sirkulasi ganda yang dicetuskan Presiden China Xi Jinping.

Dengan kebijakan tersebut, diharapkan tidak ada perselisihan dagang maupun ancaman luar lainnya terhadap perekonomian negara.

Baca juga: Mengenal 4 Situs Warisan Dunia UNESCO Terbaru, Ada Quanzhou di China

Tak dapat dilakukan semua negara

Meski revenge travel dianggap ampuh dalam meningkatkan kembali perekonomian negara, fenomena tersebut hanya berhasil pada negara-negara yang telah berhasil mengendalikan jumlah kasus positif.

Seorang warga dites Covid-19 dengan nucleic acid di Nanjing, provinsi Jiangsu, China, pada 21 Juli 2021.STR/AFP Seorang warga dites Covid-19 dengan nucleic acid di Nanjing, provinsi Jiangsu, China, pada 21 Juli 2021.

Dilansir dari Firs Post, fenomena revenge travel ini bisa menjadi risiko yang berbahaya bagi negara dengan tingkat kasus positif yang belum terkendali.

Pasalnya, jumlah pelancog domestik yang tinggi di negara tersebut tetap memiliki risiko penularan. Hal ini dikhawatirkan dapat memicu munculnya gelombang pandemi lanjutan dalam negara tersebut.

China sendiri diketahui kembali melakukan lockdown karena jumlah kasus covid-19 yang kembali meningkat.

Dilansir dari AP News, China saat ini menghentikan aktivitaas penerbangan dan kereta api, membatalkan liga basket, dan mengumumkan tes masal di Wuhan lantaran virus dengan varian delta menyebar di wilayah tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com