BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif

Wajib Tahu, Ini 4 Saksi Bisu Perjuangan Bangsa Indonesia Merebut Kemerdekaan

Kompas.com - 19/08/2021, 19:47 WIB
Hotria Mariana,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Ada banyak cara untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Salah satunya, melakukan tapak tilas ke tempat-tempat bersejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan bangsa.

Selain memperkaya wawasan, berwisata ke tempat-tempat bersejarah seperti itu juga menjadi cara untuk melestarikan sejarah Indonesia.

Nah, berikut destinasi wisata sejarah #DiIndonesiaAja yang merekam jejak perjuangan Indonesia dalam merebut kemerdekaan.

Meskipun momen 17 Agustus sudah lewat, kamu tetap bisa mengunjunginya saat situasi pandemi Covid-19 sudah membaik.

Baca juga: 5 Aktivitas Seru Ini Bisa Bikin Momen Hari Kemerdekaan di Rumah Jadi Lebih Bermakna

Benteng Vredeburg yang berada di depan Keraton Yogyakarta.Dok. Kemenparekraf Benteng Vredeburg yang berada di depan Keraton Yogyakarta.

Benteng Vredeburg

Benteng Vredeburg terletak persis di depan Keraton Yogyakarta. Bangunan ini didirikan pada 1760 atas perintah Sri Sultan Hamengku Buwono I dan permintaan VOC, perusahaan dagang milik Belanda yang berniat menjaga keamanan keraton.

Sayangnya, niat tersebut hanya akal-akalan VOC. Benteng tersebut justru menjadi tempat untuk memata-matai seluruh aktivitas keraton yang saat itu sedang berkembang pesat.

Bentuk Benteng Vredeburg pada awal pembangunan terbilang sangat sederhana, yakni berupa tembok tanah dengan tiang dari pohon kelapa dan beratap ilalang.

Seiring waktu dan pergantian pemerintahan, bangunan benteng dibuat permanen. Proses pembangunannya pun dilakukan serius dengan melibatkan arsitek Belanda bernama Ir Frans Haak. Benteng akhirnya selesai dan diberi nama Rustenburg yang berarti benteng peristirahatan.

Baca juga: Unik dan Menarik, Berikut 5 Tradisi Perayaan 17-an di Berbagai Daerah Indonesia

Ketika terjadi gempa dahsyat pada 1867, Rustenburg roboh. Setelah direnovasi, benteng berganti nama menjadi Vredeburg yang berarti perdamaian.

Selama berdiri, Benteng Vredeburg telah beberapa kali mengalami alih fungsi, mulai dari pertahanan, markas komando, gudang senjata, hingga rumah tahanan.

Di dalam kompleks benteng, terdapat meriam yang pada zamannya siap ditembakkan ke arah keraton apabila Belanda diserang. Kini, meriam tersebut menjadi salah satu warisan sejarah yang menghiasi Benteng Vredeburg.

Selain punya banyak bangunan bersejarah, Yogyakarta juga kaya akan kerajinan tangan. Contohnya, seperti koleksi Shiroshima dan Manungs yang bisa ditemukan pada platform #BeliKreatifLokal.

Lawang Sewu.Shutterstock/Teguh Jati Prasetyo Lawang Sewu.

Lawang Sewu

Nama Lawang Sewu tentu tidak asing lagi di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia. Bangunan yang banyak pintu besar ini merupakan salah satu urban legend di kota asalnya, Semarang, Jawa Tengah.

Konstruksi Lawang Sewu dilakukan secara bertahap dalam rentang 1904 hingga 1907. Konsep bangunan dirancang oleh dua arsitek asal Amsterdam, Jakob F Klinkhamer dan BJ Ouendag.

Kala itu, bangunan tersebut diperuntukkan sebagai kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) atau perusahaan kereta api Hindia Belanda.

Saat Jepang menduduki Indonesia pada 1942, tentara Negeri Matahari Terbit mengambil alih Lawang Sewu. Bangunan itu kemudian dijadikan penjara tahanan perang sekaligus pejagalan bagi terpidana mati.

Baca juga: Mengenal 5 Kuliner Nusantara yang Identik dengan Hari Kemerdekaan

Tiga tahun berselang, yaitu pada 1945, Lawang Sewu menjadi saksi bisu pertempuran berdarah atau yang dikenal sebagai peristiwa Palagan Lima Dina. Perang ini melibatkan Jepang dengan Indonesia selama lima hari.

Atas peristiwa bersejarah itu, di depan Lawang Sewu berdiri monumen untuk memperingati para pejuang yang gugur pada pertempuran.

Selain menjadi salah satu kota bersejarah di Indonesia, Semarang juga terkenal sebagai kota dengan beragam kerajinan tangan unik. Salah satunya, produk anyaman dari eceng gondok karya Bengok Craft.

Museum Perumusan Naskah Proklamasi.KOMPAS/KARTONO RYADI Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Sebelum menjadi museum seperti sekarang, bangunan ini merupakan kediaman perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda, Laksamana Muda Tadashi Maeda. Ia menghuni rumah ini sejak 1942 hingga 1945.

Keterlibatan Laksamana Maeda dalam kemerdekaan Indonesia berawal dari kedekatannya dengan beberapa tokoh nasionalis Indonesia, termasuk penggerak kemerdekaan Achmad Soebardjo.

Hal tersebut membuat Maeda melunak hingga bersedia meminjamkan rumahnya sebagai tempat untuk merumuskan teks Proklamasi.

Museum Perumusan Naskah Proklamasi berada di Jalan Imam Bonjol 1, Menteng, Jakarta. Bangunan bersejarah ini terdiri dari dua lantai.

Baca juga: Dinobatkan sebagai Global Geopark oleh UNESCO, seperti Ini Keindahan Pulau Belitung

Lantai pertama terdiri dari ruangan-ruangan bersejarah, seperti ruang pengesahan dan ruang pengetikan. Ada pula patung lilin Sayuti Melik yang terlihat sedang mengetik teks proklamasi.

Sementara, lantai kedua berisi koleksi museum, seperti buku, pita rekaman, dan dokumentasi perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia. Pada salah satu dinding, terlihat foto naskah teks Proklamasi yang masih berbentuk tulisan tangan Soekarno.

Usai puas mengelilingi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, tak ada salahnya singgah sebentar ke kedai kopi untuk melepas dahaga. Misalnya, ke Kopitok Coffee atau Kopi Lima Detik. Jika tidak sempat, produk kopi dari kedua kedai itu masih bisa dibeli melalui platform #BeliKreatifLokal.

Suasana Rumah Rengasdengklok.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Suasana Rumah Rengasdengklok.

Rumah Sejarah Rengasdengklok

Pada 16 Agustus 1945, lepas subuh, Soekarno dan Mohamamad Hatta dijemput dari Menteng, Jakarta Pusat, untuk dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

Di Rengasdengklok, dua tokoh proklamator itu menginap di rumah milik Djiauw Kie Siong. Rumah ini kemudian dikenal sebagai Rumah Sejarah Rengasdengklok atau Rumah Pengasingan Bung Karno-Hatta karena menjadi saksi bisu persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Adapun lokasi Rumah Sejarah Rengasdengklok berada di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 33, Rengasdengklok Utara, Kecamatan Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

Sebelumnya, lokasi Rumah Rengasdengklok berada di tepi Sungai Citarum. Namun, luapan air sungai membuat bangunan tersebut terancam roboh sehingga mesti bergeser sejauh 150 meter pada 1957. Meski demikian, struktur dan desain bangunan tetap mengikuti versi asli.

Begitu pula dengan perabotannya. Bahkan, ranjang, kursi, dan meja yang pernah digunakan Soekarno dan Hatta saat itu masih terpajang hingga kini.

Baca juga: Bikin Rumah Tambah Nyaman dengan Sentuhan 3 Kain Tradisional Ini

Lebih dari sekadar saksi sejarah, Rumah Rengasdengklok sejatinya melambangkan keterlibatan etnis Tionghoa dalam mendukung kemerdekaan.

Terlebih, Djiauw Kie Siong sendiri merupakan tentara Pembela Tanah Air (PETA), satuan militer yang dibentuk Jepang dan kemudian membelot mendukung Indonesia.

Menyoal Rengasdengklok, daerah ini punya jajanan tradisional bernama Bolu Kijing. Makanan ini punya rasa dan tekstur yang khas sehingga kamu mesti mencoba usai berkunjung ke Rumah Rengasdengklok.

Itulah empat obyek wisata sejarah #DiIndonesiaAja yang menjadi saksi bisu peristiwa kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: 4 Minuman Khas Jawa Timur yang Bisa Perkuat Imun

Masih dalam suasana Hari Kemerdekaan Indonesia, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengajak seluruh masyarakat, khususnya pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf), untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan agar bisa keluar dari situasi pandemi serta tantangan ekonomi.

“Kini saatnya Indonesia merdeka dari pandemi, bangkit secara ekonomi, dan tercipta kembali lapangan kerja. Pesatnya perkembangan teknologi digital saat ini harus bisa dipergunakan sebaik-baiknya oleh anak muda untuk beradaptasi dan berkolaborasi menjadikan sektor ekonomi kreatif (ekraf) sebagai lokomotif pembangunan ekonomi nasional," ajak Sandiaga dalam laman resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Demi mendukung pelaku ekraf Tanah Air, khususnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), agar tetap produktif serta berkembang di masa pandemi Covid-19, Kemenparekraf menginisiasi program #BeliKreatifLokal.

Sandi berharap, program itu mampu membuka akses pasar, terutama di masa pandemi Covid-19, kepada wisatawan Nusantara melalui digitalisasi.

Baca juga: Antibosan, Berikut Ide Kreatif Liburan Virtual ke Bali dari Rumah

Dalam rangka memeriahkan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, Kemenparekraf menggelar kompetisi #MelodiKemerdekaan yang berlangsung hingga Jumat (20/8/2021). Adapun tantangan kompetisi ini adalah membuat video menyanyikan lagu daerah Indonesia.

Hadiah total jutaan rupiah telah disiapkan Kemenparekraf untuk peserta dengan video paling kreatif. Tak hanya itu, pemenang juga akan mendapatkan ucapan spesial Hari Kemerdekaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), merchandise eksklusif Wonderful Indonesia, dan gift box dari Rumah Digital Indonesia.

Video kreatif dari para pemenang juga akan ditayangkan di media sosial Pesona Indonesia dan Rumah Digital Indonesia. Jadi, jangan sampai melewatkan kesempatan ini.

Guna mempercepat penanganan pandemi sekaligus mewujudkan #IndonesiaTangguhIndonesiaTumbuh, Sandi mengimbau agar seluruh masyarakat mengikuti program vaksinasi.

Selain itu, selalu patuhi enam protokol kesehatan (prokes), yakni mencuci tangan dengan air dan sabun, menggunakan masker rangkap dua, menghindari kerumunan, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama selama melakukan perjalanan.

Ikuti juga akun Instagram @pesonaid_travel untuk mendapatkan berbagai informasi terbaru mengenai sektor pariwisata Indonesia.

 


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com