Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biro Perjalanan Wisata Butuh Bantuan Pemerintah untuk Bangkit

Kompas.com - 22/08/2021, 17:09 WIB
Ni Nyoman Wira Widyanti

Penulis

KOMPAS.com - Pelaku biro perjalanan wisata di Indonesia membutuhkan bantuan pemerintah untuk bangkit kembali.

Bantuan dibutuhkan, terutama jika perbatasan negara telah dibuka dan wisatawan mancanegara (wisman) bisa berwisata di Tanah Air. 

Banyak biro perjalanan wisata yang tidak memiliki pendapatan akibat pandemi Covid-19. Tak sedikit pula yang berjuang mempertahankan karyawannya. 

Baca juga: Cerita Biro Perjalanan Wisata Alih Profesi dan Jual Aset untuk Bertahan Selama Pandemi

"Kalau perusahaan kami untuk (pariwisata) inbound yang jadi tanggung jawab saya di Bali, 90 persen karyawan kita rumahkan, tidak PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Mereka masih berstatus karyawan, kita masih beri mereka gaji yang sangat minim sekali," kata General Manager Inbound Pacto Ltd., Freddy Rompas.

Ia menyampaikan hal tersebut saat Online Seminar Ke-44 yang diselenggarakan oleh Indonesia Inbound Tour Operators Association (IINTOA), Jumat (20/8/2021). 

Freddy menambahkan, pihaknya membutuhkan bantuan pemerintah untuk beroperasi kembali. 

"Pada waktu kita mau start  (mulai) di awal, untuk start kita harus approach (mendekati) wholesalers (di luar negeri). Kita bukan hanya angkat telepon, (tapi) kita harus ikut trade show, kita harus cari tahu (wholesalers) yang masih hidup. Itu saya yakin pasti kita membutuhkan bantuan dari pemerintah," jelasnya. 

Baca juga: Perusahaan Bus Wisata di Jogja Jual Unit Bus untuk Tutup Kerugian

Baginya, proses meyakinkan wholesalers di luar negeri agar mau bekerja sama dan berinvestasi di destinasi di Indonesia, sehingga pada akhirnya dapat mendatangkan wisman ke Nusantara, tidaklah mudah.

Pihaknya juga harus langsung datang ke lapangan, sehingga membutuhkan biaya besar dan strategi yang bagus. 

Pentingnya sumber daya manusia di sektor pariwisata

Ilustrasi wisatawan - Seorang turis asing sedang berbelanja di Pasar Seni Ubud, Bali.SHUTTERSTOCK / Elizaveta Galitckaia Ilustrasi wisatawan - Seorang turis asing sedang berbelanja di Pasar Seni Ubud, Bali.

Pada kesempatan yang sama, Executive Director Horas Tours Indra Surja Fadjar mengatakan, merekrut orang untuk bekerja di sektor pariwisata tidaklah mudah. 

Indra bercerita bahwa sekitar 50 persen karyawannya sudah mengundurkan diri, kini yang tersisa mendapat upah seadanya. Pihaknya juga masih membayar BPJS Kesehatan dan Tenaga Kerja. 

Baca juga: Cerita Para Pelaku Wisata Yogyakarta, Beralih Profesi untuk Bertahan Hidup

Menurutnya, yang dibutuhkan di sektor pariwisata tidak hanya keahlian mengoperasikan komputer dan memahami sektor itu, tapi juga kebiasaan (habit) mereka dalam menghadapi wisman.

"Salah satu contoh yang selalu jadi kendala pihak kita, terutama driver, kernet, guide (yang) merokok. Kadang bicara sama tamu pun (ada) rokok di bibirnya. Itu semua sudah kita gembleng terlebih dahulu, tapi masalahnya mereka sudah enggak on duty lagi, beralih profesi," ujarnya.

Baca juga: Industri Pariwisata di Jogja Rugi Rp 10 Triliun Selama Pandemi

Ia pernah bertanya kepada pelaku sektor pariwisata yang sudah beralih profesi tentang keputusan mereka untuk kembali atau tidak. 

"Kalau saya ngobrol dengan mereka - kalau buka lagi pariwisata mau (gabung kembali), (mereka bilang) pikir dulu lah karena sudah enggak jaminan di pariwisata ini," katanya. 

Tidak ada pendapatan dan perhatian pemerintah 

Wisatawan asing menyaksikan matahari terbit dari Punthuk Setumbu, Karangrejo, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (28/6/2014). Punthuk Setumbu merupakan nama sebuah bukit yang menjadi salah satu tempat terbaik untuk menyaksikan kemegahan Candi Borobudur dan Gunung Merapi saat matahari terbit. KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Wisatawan asing menyaksikan matahari terbit dari Punthuk Setumbu, Karangrejo, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (28/6/2014). Punthuk Setumbu merupakan nama sebuah bukit yang menjadi salah satu tempat terbaik untuk menyaksikan kemegahan Candi Borobudur dan Gunung Merapi saat matahari terbit.

Ketua Umum IINTOA Paul Edmundus mengungkapkan, biro perjalanan wisata di bawah naungan IINTOA tidak memiliki pendapatan, bahkan sampai minus.

"Kami ada pendapatan, (dari) tahun 2019 sampai 2020. Tapi sampai 2021, dari tahun lalu sudah kembang kempis," katanya. 

Baca juga: Belum Dapat Bantuan Selama Tutup, Pelaku Wisata Gunungkidul Berharap Ada Solusi

Sementara itu, Sekretaris Jenderal IINTOA Ricky Setiawanto menyampaikan, biro perjalanan wisata membutuhkan perhatian pemerintah. 

"Pascapandemi setelah tahun 2020, banyak sekali wacana-wacana yang diberikan pemerintah, dalam hal ini bantuan dan skema-skema yang diharapkan bisa membantu adanya pergerakan manusia. Namun sampai dengan hari ini memang belum ada tanda-tanda yang signifikan," terang Ricky. 

Baca juga: Program Nyatakan.id Kemenparekraf Batal, Anggaran Dialihkan untuk Covid-19

Ia menambahkan, biro perjalanan wisata punya andil dalam mendatangkan wisman ke Indonesia.

"Jika border (perbatasan) dibuka, jika turis mancanegara dapat masuk pun, kami butuh dana yang kuat untuk me-restart (memulai kembali) usaha kami," ucapnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com