Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bugis, Suku Terbesar di Sulawesi Selatan

Kompas.com - 29/08/2021, 08:31 WIB
Kistin Septiyani,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

Budaya merantau Suku Bugis

Dilansir dari Budaya Bugis dan Persebarannya dalam Perspektif Antropologi Budaya karya Bandung, sebagaian orang Bugis-Makassar meninggalkan kampung halamannya untuk merantau.

Anggota suku merantau ke berbagai wilayah Nusantara bahkan sampai ke negara lain.

Tradisi ini sudah menjadi budaya yang tertanam di dalam setiap anggota suku. Tradisi ini diperkirakan sudah berlangsung sejak zaman dahulu.

Kapojos dan Wijaya menyebutkan budaya merantau Suku Bugis sudah dimulai sejak abad ke-17 dan ke-18.

Menurut Pelras, pada mulanya masyarakat Suku Bugis menggantungkan hidup dengan bertani. Namun, seiring perkembangan zaman, suku ini diketahui mendirikan kelompok-kelompok di daerah lain terutama di wilayah pesisir.

Suku Bugis menggunakan phinisi atau sejenis kapal layar untuk menjelajahi samudera. Suku ini dikenal sebagai pelaut handal di sejumlah wilayah.

Bandung juga menjelaskan bahwa budaya merantau ini berawal dari keinginan masyarakat Bugis untuk meninggalkan rajanya yang sewenang-wenang.

Anggota suku yang meninggalkan sang raja sampai ke pesisir Pantai Malaysia Barat, Sumatera, dan pulau-pulau lainnya di Nusantara.

Baca juga:

Kepercayaan dan agama Suku Bugis

Tari Tradisional Suku Bugis di Makassar DOK. Shutterstock/Ali. FahmiShutterstock/Ali. Fahmi Tari Tradisional Suku Bugis di Makassar DOK. Shutterstock/Ali. Fahmi

Dilansir dari Kepercayaan Masyarakat Bugis Pra Islam karya Ridhwan, Suku Bugis menganut kepercayaan asli secara terun-temurun sebelum datangnya ajaran Agama Kristen dan Islam.

Kepercayaan tersebut merupakan ajaran dogmatis yang terjalin dengan adat-istiadat hidup dari berbagai suku bangsa. Pokok kepercayaannya berupa adat dari nenek moyang yang pada umumnya bersifat animisme dan dinamisme.

"Salah satu wujud kepercayaan orang Bugis masa lalu yang menggambarkan ciri-ciri yang mengarah ke paham animisme atau dinamisme yakni gaukeng," tulis Ridhwan.

Gaukeng merupakan sosok makhluk halus yang dipercaya menjaga sebuah komunitas. Sosok tersebut dapat berupa segala sesuatu yang bentuknya tak biasa.

Lebih lanjut, Ridhwan juga memaparkan bahwa Suku Bugis sempat menerima ajaran Hindu-Buddha. Namun ajaran dari agama tersebut tak memberikan pengaruh yang cukup besar dalam sistem kepercayaan mereka.

Perlas menjelaskan bahwa masyarakat Bugis pra Islam percaya pada satu entitas bernama Dewata Sisine. Entitas spiritual tersebut diyakini sebagai Dewa Yang Maha Esa dan bersifat abadi di atas segala-galanya.

Dewata Sisine menjadi awal mula dari terciptanya alam semesta dan dewa-dewa lainnya. Suku Bugis juga meyakini bahwa keturunan Dewata Sisine menjadi awal mula kehidupan di dunia.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com