BIREUEN, KOMPAS.com – Selama hampir dua tahun terakhir, pedagang oleh-oleh keripik khas Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, mengalami dilema.
Pandemi Covid-19 membuat sejumlah pedagang terpaksa berpikir keras untuk bertahan, salah satunya adalah Mahyuni yang berjualan keripik di pusat Kota Bireuen.
“Dulu, sebelum pandemi, kami bisa jual 150 atau 250 kilogram keripik berbagai rasa dalam sehari. Sekarang, laku 50 kilogram saja susahnya minta ampun,” kata Mahyuni.
Dia menjelaskan bahwa rendahnya penjualan disebabkan lalu lintas yang sepi selama pandemi. Apalagi, pemerintah memberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), sehingga lalu lintas jalan nasional Medan-Banda Aceh relatif sepi.
“Pembeli utama kita itu pengendara yang melintas jalan nasional ini. Kalau pengendara sepi, ya sepi pula pembeli,” ujarnya.
Hal tersebut mengakibatkan pengurangan pekerja. Biasanya dalam sehari mereka membuka tiga shift dengan tiga pekerja di masing-masing shift, namun kini hanya satu pekerja setiap shift.
“Berat sekali pandemi ini,” tambahnya.
Baca juga:
Sementara itu, pedagang keripik lainnya bernama Muhammad Haris memiliki kiat lain. Ia membuka pasar online agar bisa meluas ke luar Provinsi Aceh.
“Walau tidak banyak membantu (penjualan online), tapi ini salah satu langkah yang kita coba. Pembelinya relatif kecil dari online. Karena pedagang di Pulau Jawa atau lainnya juga terkena dampak PPKM,” katanya.
Harga keripik berkisar dari Rp 30.000 – Rp 40.000 per kilogram. Tersedia keripik ubi dan pisang dengan aneka rasa.
Wisatawan yang melintas di Bireuen bisa mampir lantaran kiri-kanan kota itu dipenuhi pedagang keripik.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.