Suku Maybrat, Imian, dan Sawiat merupakan suku yang tinggal di daerah pegunungan dan pesisir pantai.
Dilansir dari Arsitektur Tradisional Papua karya Fauziah, rumah adat dari ketiga suku tersebut berbentuk rumah panggung.
Adapun rumah panggung itu berbentuk persegi empat dan terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan kaki.
Permukiman dari suku tersebut mengikuti alur perbukitan, jalur jalan, dan aliran sungai dengan pola yang tersebar. Sedangkan untuk di wilayah pesisir, memiliki pola mengikuti garis pantai.
Rumah panggung ini memiliki pintu dan jendela berukuran kecil. Jumlah pintu dan jendela pun tidaklah banyak.
Atap bangunan rumah menggunakan daun sagu, daun rumbino atau seng. Bagian dinding terbuat dari kulit kayu atau papan kayu.
Ada beberapa jenis rumah panggung yang dikenal dalam suku ini, yaitu rumah bujang laki-laki, rumah bujang perempuan, dan rumah pohon untuk memantau dan mengawasi area sekitar.
Baca juga:
Suku Asmat tinggal di daerah Lembah Baliem dan pesisir pantai. Rumah adat yang mereka bangun disebut sebagai rumah jew.
Menurut Fauziah, permukiman yang berada di sepanjang garis pantai memiliki pola linier yang berderet mengikuti bentuk bibir pantai. Rumah-rumah tersebut berupa rumah panggung dengan atap dari anyaman daun nipah dan sagu.
Bagi suku yang tinggal di daerah lembah, biasanya permukimannya dibangun mengikuti bentuk aliran sungai.
Baca juga: Suku Asmat dan Legenda Patung Bernyawa
Dinding dari bangunan tersebut terbuat dari kulit kayu atau papan yang disusun. Sambungan dinding dan kerangka diikat dengan tali rotan atau akar pohon.
"Setiap kampung mempunyai satu rumah bujang yang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan dan banyak rumah keluarga," tulis Prasetya dalam jurnalnya yang berjudul Budaya Lokal sebagai Potensi dalam Penyembangan Kasawan Ekonomi Khusus (KEK) Kabupaten Asmat.