KOMPAS.com – Sebelumnya, pendakian Gunung Parang via Pasanggrahan sempat terhenti di batu besar yang menghadap langsung ke puncak Gunung Parang.
Kami memutuskan untuk berswafoto ria terlebih dahulu sembari melihat dua jalur dengan tali (jalur webbing) yang perlu dilalui untuk menuju ke “puncak utama” tersebut.
Jalur webbing pertama dan kedua ini merupakan jalur “kering” yang terdiri dari bebatuan, tanah kering, dan semak belukar. Ada juga semak berduri di sisi kanan jalur.
Baca juga: Bercucuran Keringat demi Memanjat Tebing Gunung Bongkok Purwakarta
Menuruni jalur ini perlu kehati-hatian ekstra. Meski sudah ada tali, kami tetap berpegangan pada akar dan semak belukar.
Kami juga tidak bisa turun secara terburu-buru karena kemiringan jalur cukup membuat jantung berdebar. Walau turun dengan lambat, salah seorang teman sempat terpeleset dan hampir terjatuh.
Waktu tempuh dari area istirahat menuju dasar jalur webbing pertama adalah sekitar 30 menit, termasuk waktu untuk foto-foto. Sebab, kami tiba di dasar jalur tersebut pukul 09.36 WIB.
Baca juga: Berita Foto: Panjat Tebing di Gunung Bongkok Purwakarta
Dasar jalur ini memiliki area kecil untuk istirahat sejenak. Di sini, kami bertemu pendaki lain yang sedang istirahat.
Kami melanjutkan pendakian dengan menyeberangi setapak jalur yang pada sisi kanan dan kirinya mengarah ke jurang.
Setelah tiba di seberang, kami melanjutkan pendakian melalui jalur setapak yang terdiri dari tumpukan batu. Di sini, kami harus memanfaatkan tali.
Jalur webbing kedua mengantarkan kami pada puncak Gunung Parang yang sebenarnya. Di sini, kami tidak boleh lengah.
Sebab, sedikit saja oleng, kami bisa jatuh ke jurang di sisi kanan dan kirinya. Jika diibaratkan, sempitnya jalur ini mirip dengan jalur di punggung Gunung Raung.
Baca juga: Mengintip Aneka Fasilitas Hotel Gantung di Purwakarta
Bedanya, sisi kanan dan kiri jalur menuju puncak Gunung Parang dipenuhi semak belukar dan bebatuan. Ada juga akar-akar kuat yang membantu kami mendaki ke puncak.
Kemiringan jalur ini sama dengan jalur menurun yang sebelumnya kami lalui. Bedanya, jalur ini lebih sempit dari sebelumnya dan lebih terjal.
Selain itu di tengah pendakian, kami harus menaiki sebuah batu besar yang membuat kami harus saling tarik supaya bisa melewatinya.
Batu besar ini dapat dikatakan sebagai penanda bahwa kami sudah mencapai area yang cukup luas untuk istirahat.
Kami berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan. Kami bisa melihat “puncak” gunung tempat Camp Area berada, perbukitan, laut, serta perumahan warga yang mengelilingi Gunung Parang.
Baca juga: Menjajal Hotel Gantung Tertinggi Sedunia di Purwakarta, Seru Banget!
Setelah melalui jalur yang cukup mendebarkan, kami akhirnya tiba di puncak Gunung Parang pada pukul 10.02 WIB. Tepatnya 30 menit setelah kami menyeberang dari jalur webbing pertama ke jalur webbing kedua.
Puncak Gunung Parang dihiasi rerumputan rindang, semak belukar, dan bebatuan besar. Ada juga sebuah batu yang di atasnya terdapat tiang bendera merah putih.
Baca juga: VIDEO: Menjajal Hotel Gantung Tertinggi Sedunia di Purwakarta
Dari atas batu itu, indahnya Waduk Jatiluhur dengan sangat mudah terlihat. Sebab, pada saat itu cuaca sedang cerah.
Saking cerahnya, terik matahari terasa menembus baju. Meski keringat bercucuran, kami menghabiskan waktu yang cukup lama di sana sebelum memutuskan untuk turun pada sekitar pukul 10.45 WIB.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.