Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Kerajinan Tas Aceh Bertahan di tahun Kedua Pandemi Covid-19

Kompas.com - 25/09/2021, 16:04 WIB
Masriadi ,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com – Sejumlah pekerja di Putroena Souvenir terlihat sibuk. Penrajin tas khas Aceh itu berada di Desa Ulee Madon, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Aceh.

2021 merupakan tahun kedua pandemic Covid-19 dan mereka terus berusaha bertahana agar kerajinan ini tidak punah.

Sebelum pandemi, pasar mereka mulai tembus ke mancanegara. Aneka kerajinan motif Aceh itu diproduksi mulai dari bentuk tas, dompet, koper, hingga sajadah. Desa itu satu-satunya lokasi perajin tas jenis ini.

Baca juga: Tari Saman dari Aceh, Permainan Tradisional yang Jadi Alat Dakwah

Pemilik rumah produksi Putroena Souvenir Maryana, Sabtu (25/9/2021) kepada sejumlah wartawan menyebutkan, saat ini dirinya memiliki 50 pekerja. Sebagian besar bekerja di rumah selama pandemi.

Produksi tas sempat anjlok dan mulai membaik

Tahun 2020, produksi tas anjlok. Semua pesanan dibatalkan. Memasuki tahun kedua ini, kondisi mulai membaik.

"Dulu semua dibatalkan. Sekarang mulai bagus lagi. Walau belum normal. Misalnya, sekarang per hari kita produksi sudah sampai 150 tas. ahun pertama pandemi bahkan tidak ada produksi sama sekali,” kata Maryana.

Baca juga: 19 Oleh-oleh Khas Banda Aceh, dari Camilan hingga Pakaian Adat

Meski pandemi, kini dia bisa meraup untung Rp 150 juta per bulan. Harga jual variasi tergantung ukuran tas. Mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Model yang diproduksi seperti pinto Aceh, aan meucanek, dan pucok reubong. “Termurah itu tas tangan Rp 30 ribu per tas,” katanya.

Mayoritas penjualan dilakukan secara online. Mereka memasang nomor telepon di market place pada nomor 0813 6011 2235.

“Semoga pandemi segera berakhir,” katanya.

Kepala Desa Ulee Madon, Salahuddin menyebutkan saat ini sebanyak 17 kelompok masyarakat memproduksi tas motif Aceh di desa itu.

Baca juga: Suku Gayo, Suku Terbesar Kedua di Aceh

“Total ada 500 pengrajin,” tutur Salahuddin.

Dia mengapresiasi penyesuaian yang dilakukan oleh pengrajin saat pandemi. Penjualan online dan menjaga kualitas menjadi kunci bertahan era pandemi. Dia juga berharap agar dibuat hak paten oleh pemerintah.

“Kalau sampai hak paten, itu agak sulit bagi warga saya. Maka, ini bisa dibantu pemerintah. Jadi motif dan lain-lain dibantu merek dagang dan patennya sekaligus,” tutur Salahuddin.

Baca juga: Kisah Pedagang Keripik Khas Bireuen Aceh Bertahan Selama Pandemi

Kini, perajin terus bertahan, menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi. Harapan mereka melambung agar pandemi segera berakhir di seluruh negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com