Minggu ketiga
Minggu keempat
Masyarakat Batak Toba percaya bahwa nama-nama hari dan bulan memiliki arti baik dan buruk. Buku ini mengatakan, segala kejadian alam dan masalah yang terjadi karena manusia dapat diketahui artinya lewat parhalaan.
Bagi mereka, penting untuk melihat parhalaan terlebih dahulu sebelum memulai suatu kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga:
Misalnya untuk mengetahui kapan waktu yang tepat, serta bagaimana cara pelaksanaan yang benar. Dua hal ini penting untuk menghindari kesialan yang terjadi pada pelakunya.
Dalam parhalaan, seseorang tidak hanya akan mengetahui informasi seputar nama hari dan nama bulan, tetapi juga nama waktu (misalnya Binsar Mata ni Ari untuk pukul 06.00 pagi), dan pembagian lima waktu dalam satu hari.
Pada kepercayaan masyarakat Batak Toba, tidak semua hari dan bulan dalam parhalaan dianggap baik dan menguntungkan. Sebab, ada juga hari dan bulan yang dianggap kurang baik.
Terkait hari baik dan hari buruk dalam parhalaan, hal ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan sehari-hari, upacara adat, upacara keagamaan, atau kegiatan yang dianggap penting oleh masyarakat Batak.
Keyakinan akan hari baik dan hari buruk itulah yang membuat kalender Batak dijadikan sebagai pedoman hidup, dan memiliki nilai budaya yang tinggi pada zaman dulu.
Baca juga:
Misalnya, pada bulan pertama, hari baiknya adalah hari pertama dan ke-21. Sementara bulan kedua hari baiknya pada hari kedua dan ke-20, lalu bulan ketiga hari baiknya adalah hari ketiga dan hari kelima.
Dalam parhalaan, terdapat pantangan untuk mengadakan suatu upacara. Misalnya adalah tidak boleh melakukan upacara pada hari keenam, ke-19, dan ke-20 pada bulan ketiga.
Sebelumnya, Gunin mengatakan bahwa untuk mengetahui zodiak Batak seseorang maka harus menggunakan parhalaan atau kalender Batak.
“(Rincianna) zodiak Batak itu yang mengenal hanya nenek moyang. Mungkin untuk yang orang-orang sekarang tidak begitu tahu asal mulai ditemuinya zodiak Batak ini atau ilmu perbintangan Pormesa na Sampuludua,” jelas dia.
Dosen Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Sri Murni pada Senin (27/9/2021) mengatakan, ilmu perbintangan di suku Batak disebut dengan Pormesa na Sampuludua.
Mengacu pada buku Surat Batak karya Uli Kozok (2009:49), Sri menjeaskan bahwa Pormesa na Sampuludua adalah gugusan bintang dalam lengkung langit yang jumlahnya 12.
“Kata pormesa terdiri dari awalan ‘por-‘ yaitu awalan kuno yang sekarang bisanya menjadi ‘par-‘, dan mesa berasal dari bahasa Sansakerta,” ujar Sri.