KOMPAS.com - Pemandu Wisata Anjungan Sumatera (Anjungan Sumut) Taman Mini Indonesia Indah (TMII) bernama Gunin mengatakan bahwa untuk mengetahui zodiak Batak, penggunaan kalender Batak diperlukan.
“Harus pakai kalender Batak karena itu punya hitungan tersendiri,” kata dia saat ditemui oleh Kompas.com di rumah adat Batak Toba di Anjungan Sumut TMII, Jakarta, Senin (13/9/2021).
Mengutip buku Parhalaan Dalam Masyarakat Batak yang ditulis Kencana S. Pelawi, dkk terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992:88), Jumat (1/10/2021), kalender Batak juga disebut dengan Parhalaan.
Baca juga:
Parhalaan merupakan salah satu naskah kuno di kalangan masyarakat Batak yang dapat diartikan sebagai kalender atau penanggalan untuk mengetahui waktu, nama hari, dan nama bulan.
Bagi masyarakat Batak, khususnya Batak Toba, Parhalaan dapat digunakan untuk mengetahui arti dari kejadian alam, masalah yang terjadi pada diri manusia pada waktu tertentu, hari baik, dan hari buruk.
Parhalaan berasal dari kata “hala” yang berarti hewan sejenis kalajengking yang memiliki penyengat di kalangan masyarakat Batak Toba.
Mulut dan ekor hewan itu sangat berbisa. Bukanlah sesuatu yang mengherankan jika “hala” sangat ditakuti masyarakat. Sebab, bisanya dapat membinasakan orang.
Meski begitu, “hala” yang ditambah awalan “par” dan akhiran “an” ini banyak terdapat, serta merupakan lambang-lambang dalam parhalaan atau kalender Batak. Parhalaan pun memiliki arti penting pada kehidupan masyarakat Batak masa lampau.
Sama halnya dengan kalender pada umumnya, Parhalaan juga memiliki 12 bulan yang masing-masing minggunya terdiri dari 7 hari. Namun, ada perbedaan pada penamaan dan penempatan bulan yakni sebagai berikut:
Sementara itu, nama-nama hari pada kalender Batak masing-masing memiliki perbedaan. Berikut nama-nama hari dalam Parhalaan dengan urutan mulai dari hari pertama pada setiap minggunya:
Minggu pertama
Minggu kedua
Minggu ketiga
Minggu keempat
Masyarakat Batak Toba percaya bahwa nama-nama hari dan bulan memiliki arti baik dan buruk. Buku ini mengatakan, segala kejadian alam dan masalah yang terjadi karena manusia dapat diketahui artinya lewat parhalaan.
Bagi mereka, penting untuk melihat parhalaan terlebih dahulu sebelum memulai suatu kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga:
Misalnya untuk mengetahui kapan waktu yang tepat, serta bagaimana cara pelaksanaan yang benar. Dua hal ini penting untuk menghindari kesialan yang terjadi pada pelakunya.
Dalam parhalaan, seseorang tidak hanya akan mengetahui informasi seputar nama hari dan nama bulan, tetapi juga nama waktu (misalnya Binsar Mata ni Ari untuk pukul 06.00 pagi), dan pembagian lima waktu dalam satu hari.
Pada kepercayaan masyarakat Batak Toba, tidak semua hari dan bulan dalam parhalaan dianggap baik dan menguntungkan. Sebab, ada juga hari dan bulan yang dianggap kurang baik.
Terkait hari baik dan hari buruk dalam parhalaan, hal ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan sehari-hari, upacara adat, upacara keagamaan, atau kegiatan yang dianggap penting oleh masyarakat Batak.
Keyakinan akan hari baik dan hari buruk itulah yang membuat kalender Batak dijadikan sebagai pedoman hidup, dan memiliki nilai budaya yang tinggi pada zaman dulu.
Baca juga:
Misalnya, pada bulan pertama, hari baiknya adalah hari pertama dan ke-21. Sementara bulan kedua hari baiknya pada hari kedua dan ke-20, lalu bulan ketiga hari baiknya adalah hari ketiga dan hari kelima.
Dalam parhalaan, terdapat pantangan untuk mengadakan suatu upacara. Misalnya adalah tidak boleh melakukan upacara pada hari keenam, ke-19, dan ke-20 pada bulan ketiga.
Sebelumnya, Gunin mengatakan bahwa untuk mengetahui zodiak Batak seseorang maka harus menggunakan parhalaan atau kalender Batak.
“(Rincianna) zodiak Batak itu yang mengenal hanya nenek moyang. Mungkin untuk yang orang-orang sekarang tidak begitu tahu asal mulai ditemuinya zodiak Batak ini atau ilmu perbintangan Pormesa na Sampuludua,” jelas dia.
Dosen Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Sri Murni pada Senin (27/9/2021) mengatakan, ilmu perbintangan di suku Batak disebut dengan Pormesa na Sampuludua.
Mengacu pada buku Surat Batak karya Uli Kozok (2009:49), Sri menjeaskan bahwa Pormesa na Sampuludua adalah gugusan bintang dalam lengkung langit yang jumlahnya 12.
“Kata pormesa terdiri dari awalan ‘por-‘ yaitu awalan kuno yang sekarang bisanya menjadi ‘par-‘, dan mesa berasal dari bahasa Sansakerta,” ujar Sri.
“Mesa atau domba jantan adalah rasi pertama dalam astrologi Hindu yang dalam astrologi Barat dikenal sebagai Aries. Dengan demikian, arti Pormesa na Sampuludua adalah 12 rasi yang dalam bahasa Indonesia dinamakan zodiak,” sambungnya.
Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut daftar zodiak Batak berdasarkan penjelasan Sri yang mengacu pada Kozok (2009) dalam bahasa Latin dan bahasa Batak Toba:
Menurut Sri, hubungan antara kalender Batak atau Parlahaan dengan zodiak Batak kurang signifikan. Sebab, orang Batak lebih menggunakan kalender yang juga disebut sebagai Almanak ini untuk penentuan hari baik.
Mulai dari hari baik untuk pernikahan, mendirikan rumah, menanam, melaut, dan sebagainya. Pada hari ini, lanjut dia, Almanak Batak lebih digunakan menentukan hari baik pernikahan yang dapat dilihat di gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
“Nampaknya (Almanak Batak) dapat berubah, mengingat jadwal penyewaan gedung pernikahan yang padat. Almanak Batak mengenal 30 hari dengan perhitungan mulai dari terbitnya matahari, dan terbenamnya matahari.
Baca juga:
Meski begitu, Pelawi dan kawan-kawan (dkk) (1992:47) sempat menyinggung soal zodiak Batak atau ramalan yang dapat mengetahui cara lahirnya seseorang, usia hidup, kematian, kemalangan, dan lain sebagainya.
Dalam buku itu dia mengatakan, jika seorang bayi lahir pada bulan satu atau Sipaha Sada, bintang atau zodiaknya adalah Mesa atau Aries.
Anak yang lahir pada bulan itu termasuk angin puting yang hidupnya akan sengsara pada masa akan datang.
Kesialannya terletak pada ujung jari. Untuk membuangnya, ujung jari sang anak dapat ditusuk oleh duri tanggulon (sejenis kayu) hingga darahnya keluar. Darah itu nantinya diletakkan di atas daun tambalahuk (sejenis tanaman).
Sebelumnya, disebutkan bahwa parhalaan digunakan untuk mengetahui nama hari, bulan, dan waktu untuk mencari arti dari kejadian alam, masalah yang terjadi pada diri manusia pada waktu tertentu, hari baik, dan hari buruk.
Terkait hari baik dan hari buruk dalam parhalaan, hal ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan sehari-hari, upacara adat, upacara perkawinan, upacara keagamaan, atau kegiatan yang dianggap penting oleh masyarakat Batak.
Baca juga:
Kalender Batak juga digunakan untuk mengetahui zodiak Batak. Namun, kalender ini juga memiliki fungsi lain yaitu untuk mengetahui pedoman penggunaan atau pemakaian daging saat mengadakan upacara.
Kemudian pedoman untuk memberangkatkan orang, mengunjnugi seseorang, dikunjungi orang, penangkal guna-guna, menagih hutang, bepergian, dan upacara pertanian.
Pelawi, dkk (1992:124) mengatakan, penggunaan parhalaan di kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai berkurang. Sebab, generasi muda pada saat itu mulai kurang percaya akan parhalaan. Ada juga faktor dari masuknya ajaran agama ke Tanah Batak.
Hal ini membuat peran “datu” atau dukun yang mengerti soal parhalaan mengalami pergeseran. Masyarakat lebih percaya kepada Tuhan.
Ada juga faktor dari maraknya penggunaan teknologi dan masuknya pendidikan yang memengaruhi cara berpikir masyarakat Batak. Keingintahuan akan kalender Batak pun semakin berkurang. Sebab, parhalaan ditulis menggunakan aksara daerah yang sulit dipelajari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.