Fleksibilitas waktu sambil menghemat pengeluaran menjadi daya tarik berwisata pada hari biasa.
Kebiasaan berlibur pada hari biasa jika ditinjau dari sisi motivasi berwisata sebetulnya bukan hal yang mengherankan.
Plog (2001) mengemukakan dua motivasi utama orang berwisata yaitu dari aspek psychocentrism dan allocentricism.
Psychocentrics yang disebut juga dependables adalah mereka yang dianggap suka gugup dan tidak suka bertualang sehingga lebih suka berwisata ke tempat-tempat yang sudah dikenal serta lebih memilih berkendara daripada melakukan perjalanan udara.
Baca juga: 10 Alasan Mengapa Orang Suka Berlibur ke Tempat yang Selalu Sama
Adapun allocentrics atau venturers adalah mereka yang percaya diri dan berani bereksperimen dengan kehidupannya. Mereka mau mengunjungi destinasi yang tidak biasa dikunjungi turis pada umumnya.
Dalam kondisi sekarang, psychocentrics menjadi motivasi wisatawan domestik saat ini. Mengunjungi destinasi yang tidak jauh dari kediaman mereka dan memilih jalur darat.
Kondisi aman yang masih semu ini tidak menyurutkan orang untuk melakukan perjalanan.
Barangkali ini dirasa pilihan berwisata yang paling sesuai. Tidak mengherankan jika jalur-jalur wisata yang dekat dengan kota-kota besar diserbu turis domestik yang rindu berwisata.
Namun sayangnya ketika pandemi mulai terkendali, sejumlah perusahaan mewajibkan karyawannya untuk kembali ke kantor.
Yang sempat pulang kampung dipaksa kembali ke kota. Back to office. Work from home perlahan ditanggalkan.
Sejumlah sekolah juga telah memulai proses tatap muka (PTM) terbatas. Walau tidak mewajibkan seluruh siswa untuk hadir, perlahan tetapi pasti kehidupan seperti akan normal kembali.
Baca juga: 5 Insight Travel dari Pandemi
Banyak yang tak sabar untuk kembali menjalani hari seperti sebelum 16 Maret 2020, ketika pada hari itu untuk pertama kalinya Presiden Jokowi mengumumkan kebijakan beraktivitas di rumah.
Epidemiolog telah mewanti-wanti bahwa pandemi belum berakhir sehingga tidak perlu tergesa untuk beraktivitas seperti dulu lagi.
Berwisata pada hari biasa bisa menjadi pilihan sulit karena fleksibilitas waktu akan hilang.
Di tengah kewaspadaan pemerintah akan datangnya gelombang ketiga penyebaran Covid-19, tampaknya kebiasaan baru ini patut didorong.