Selanjutnya, kaki Sandiaga dibasuh oleh Tua Adat Kampung Arborek di atas piring besar. Piring ini diletakkan di atas senat.
Mengutip Antara, Rabu (11/12/2019), senat merupakan tikar serbaguna dan juga salah satu produk ekonomi kreatif asli Raja Ampat.
Merujuk pada informasi dalam situs Warisan Budaya Takbenda Indonesia, tradisi Mansorandak yang sebenarnya ternyata lebih panjang karena menyangkut pengadaan pesta di rumah.
Makanan yang disiapkan akan digantung dengan tali seperti ketupat. Dalam prosesi itu, pihak yang merayakan akan menyiapkan buaya (wonggor) yang dibuat dengan pasir putih. Buaya ini memiliki lambang tersendiri.
Baca juga: Menengok Keindahan Piaynemo Raja Ampat yang Kini Sepi Turis
Maknanya adalah orang yang baru tiba sudah melewati rintangan tanjung dan lautan yang luas. Buaya yang dianggap sebagai raja laut dijadikan simbol pemaknaan tersebut.
Selain buaya, ada juga pasir putih yang dibentuk seperti penyu (wau). Lalu sembilan piring yang diletakkan secara berbaris di depan pintu rumah. Sembilan piring ini melambangkan sembilan marga suku Doreri.
Piring-piring ini diletakkan memanjang dari arah buaya ke penyu. Orang yang dirayakan kedatangannya harus berjalan mengitari ke arah kanan piring sebanyak sembilan kali.
Baca juga: Telaga Bintang Raja Ampat, Laguna Unik yang Dilihat dari Bukit Karang
Setelah putaran pertama, kaki orang tersebut akan dibasuh oleh Tua Adat yang memandu tradisi Mansorandak. Pembasuhan kaki dilakukan pada setiap putaran hingga putaran kesembilan.
Setelah putaran dan pembasuhan kaki selesai, sembilan piring tersebut akan dipindahkan. Orang yang bersangkutan kemudian akan menginjak kepala buaya dan penyu hingga hancur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.