Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Karantina di Indonesia Dinilai Masih Kurang Konsisten

Kompas.com - 24/12/2021, 22:28 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pengamat pariwisata Azril Azahari mengatakan bahwa polemik mengenai karantina terjadi salah satunya karena kurangnya standardisasi dan konsistensi.

Menurutnya, hal tersebut memengaruhi pemahaman masyarakat.

Ia menyampaikan hal tersebut sehubungan dengan adanya wisatawan nasional yang minta dikarantina di Wisma Atlet saat kembali ke Indonesia. 

Melansir Kompas.com, Kamis (23/12/2021), Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 Nomor 25 Tahun 2021 menyebutkan beberapa golongan yang boleh karantina di Wisma Atlet. Kelompok ini adalah Pekerja Migran Indonesia (PMI), pelajar, atau Aparatur Sipil Negara (ASN).

Apabila tidak termasuk kelompok tersebut, maka wisatawan nasional harus karantina di hotel dan berbayar. 

Baca juga:

“Saya melihat, kita masih kurang konsisten dalam kebijakan karantina ini. Durasinya saja berubah-ubah, kadang mendadak, padahal butuh sosialisasi menyeluruh. Lalu, siapa yang mengeluarkan kebijakan? Kadang-kadang beda pihak, sehingga masyarakat jadi bingung,” kata Azril saat dihubungi Kompas.com, Kamis.

Meski demikian, lanjut Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata (ICPI) ini, aturan karantina 10 dan 14 hari dirasa wajar karena varian Omicron seringkali belum terdeteksi dalam waktu singkat.

Suasana di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Selasa (26/10/2021).KOMPAS.com/MUHAMMAD NAUFAL Suasana di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Selasa (26/10/2021).

Persoalan lain yang muncul, tambahnya, adalah ketika beberapa kelompok seolah-olah mendapat perlakuan yang berbeda.

Melansir Kompas.com, Rabu (22/12/2021), meski Satgas Covid-19 telah menjelaskan alasan di balik kebijakan karantina bagi pejabat tinggi, masih banyak yang belum mendapatkan informasi detail terkait hal ini.

Ia mengatakan, seharusnya ada standar kebijakan yang jelas mengenai pelaku perjalanan internasional. Siapa, seperti apa, dan bagaimana ketentuan karantina di wisma atlet.

“Perlu standardisasi siapa saja yang bisa di Wisma Atlet. PMI wajar, pelajar juga boleh, kalau ASN apalagi pejabat negara itu kita lihat lagi," kata Azril. 

“ASN jangan asal namanya ASN jadi gratis. Harus lihat juga apakah ada penugasan atau kegiatan lain misalnya murni berlibur,” tegasnya. 

Baca juga:

Ia juga melihat perlunya sosialisasi menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat melalui satu pintu atau satu sumber saja. Sehingga, hal-hal seperti kecemburuan atau yang tidak sesuai dengan aturan bisa diminimalisasi. 

Tidak hanya soal standardisasi dan konsistensi, wisatawan nasional juga harus bertanggung jawab, ujarnya. 

“Kalau mampu pergi dan pulang, berwisata di sana, seharusnya siap juga bikin pernyataan sebelum ke luar negeri. Kan ada e-Hac, bisa dari situ bikin sistem pernyataan bersedia bayar sendiri,” kata Azril.

Standardisasi yang dimaksud tidak hanya untuk karantina, tetapi juga peraturan perjalanan secara umum, seperti antara perjalanan darat, laut, dan udara. 

Ia melanjutkan bahwa sosialisasi dan konsistensi aturan juga harus diperhatikan, agar tidak ada lagi pihak yang mengabaikan ketentuan yang berlaku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com