KOMPAS.com – Beberapa kota mati di dunia penyebab alasan masing-masing mengapa kini terbengkalai dan tak lagi ditinggali.
Jika bangunan terbengkalai saja bisa memberi hawa tidak mengenakkan bagi orang yang melintas atau masuk ke dalamnya, bisa dibayangkan jika yang terbengkalai adalah seisi kota, bukan?
Salah satu kota mati dan terbengkalai paling populer adalah Pripyat di Ukraina yang tak lagi ditinggali lantaran menyimpan radiasi nuklir yang besar.
Selain, Pripyat ada sejumlah kota mati di dunia yang cukup populer dan perlu kita ketahui, seperti dikutip Kompas.com dari History, Rabu (5/12/2021).
Bencana yang menghancurkan terjadi di dalam reaktor nomor empat pembangkit listrik tenaga nuklir Soviet di Chernobyl pada 26 April 1986.
Kondisi itu membuat bahan radioaktif membubung di langit Pripyat.
Pripyat adalah sebuah kota yang paling dekat dengan lokasi ledakan tersebut serta dihuni oleh para ilmuan dan pekerja pabrik.
Sekitar 36 jam setelah ledakan, sebanyak 49.000 penduduk dievakuasi oleh pemerintah dan tidak pernah lagi kembali ke kota itu.
Sebagian dari mereka menderita sakit bahkan meninggal karena terkena paparan dari radiasi nuklir tersebut.
Sejak saat itu, pihak berwenang Soviet kemudian menutup
zona eksklusi sepanjang 28 kilometer di sekitar Chernobyl, meninggalkan Pripyat sebagai kota mati yang ditinggalkan.
Padahal, kota tersebut sebelumnya memiliki fasilitas lengkap dan banyak penduduk.
Para ilmuan memperkirakan kota itu mungkin saja kembali ditinggali, tapi sekitar berabad-abad lagi setelah tingkat radiasnya menurun dan hilang.
Baca juga: 15 Gedung Tertinggi di Dunia, Ada yang Punya Lubang Kotak di Puncaknya
Kota mati di dunia berikutnya adalah kedua adalah Desa Oradour-sur-Glane di Perancis, yang pada Juni 1944 pernah menjadi tempat pembantaian warga sipil Perancis selama Perang Dunia kedua.
Atas dasar balas dendam terhadap dukungan kota tersebut pada perlawanan Perancis, detasemen Waffen SS Nazi kemudian mengumpulkan dan membunuh sekitar 642 orang penduduknya, kemudian sebagian rumah dibakar hingga rata dengan tanah.
Orang-orang itu dibawa ke lumbung oleh orang-orang dengan senapan mesin. Sementara itu para wanita dan anak-anak dikurung di sebuah gereja dan dibunuh dengan bahan peledak dan granat pembakar.
Hanya sedikit orang yang selamat dengan melarikan diri atau berpura-pura mati atas kejadian kelam tersebut.
Oradour-sur-Glane lalu kembali dibangun di dekat lokasi lama setelah perang berakhir, tetapi Presiden Perancis saat itu, Charles de Gaulle memerintahkan agar reruntuhan kota tua yang terbakar tidak tersentuh untuk dijadikan monumen bagi para korban.