Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Nilai Kehidupan di Balik "Dark Tourism"

Kompas.com - 09/01/2022, 07:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pertama adalah ketertarikan yang tidak wajar pada kematian (Seaton & Leanon, 2004). Sebagian manusia masa kini menaruh minat pada bagaimana kematian menjemput ketika bencana tiba-tiba datang. Misteri itu mendorong kunjungan ke tempat-tempat “gelap” di masa lalu.

Kedua, melakukan perenungan mengenai hidup dan mati (Stone & Sharpley, 2008). Sejumlah wisatawan mencoba berkontemplasi tentang kehidupan dan kematian melalui kunjungan ke destinasi bekas bencana, kemudian memetik hikmah untuk kehidupan yang kini dijalani.

Ketiga, kerinduan dan rasa ingin tahu untuk memahami peristiwa mengerikan seperti bagaimana insiden itu dapat terjadi (Biran dkk, 2012). Kronologi peristiwa menjadi bagian dari pengalaman yang dicari.

Yang patut diingat adalah motivasi wisatawan yang datang tentu bersifat subjektif dan unik, bergantung pada bagaimana mereka menafsirkan pengalaman yang diperoleh.

Nilai kehidupan

Indonesia sebagai negara yang sarat akan bencana alam memiliki potensi dan peluang besar untuk mengembangkan dark tourism. Namun, harus tetap memperhatikan rambu-rambu yang patut ditaati agar tidak sekadar mengeksploitasi bencana demi mengeruk keuntungan turisme semata.

Wisata erupsi Merapi di Yogyakarta dan wisata Tsunami di Aceh bisa dibilang contoh dark tourism yang dikelola dengan baik dan sarat nilai.

Pertama, wisata tersebut kaya akan nilai edukasi. Manusia diingatkan hakikat kehidupan yang harmonis antara manusia dan alam. Keberlanjutan (sustainability) menjadi kata kunci di sini. Walaupun bencana sewaktu-waktu dapat terjadi kembali, hidup harus terus berjalan.

Kedua, nilai religius. Hidup dan mati adalah misteri kehidupan. Hanya iman kepada Tuhan yang dapat menjawabnya. Ketika wisatawan mengunjungi destinasi bekas bencana, nilai-nilai religius itu dapat kembali muncul.

Ketiga, ilmu pengetahuan. Saat yang menyenangkan ketika belajar mengenai fenomena bencana alam adalah langsung berkunjung di tempat bencana itu pernah terjadi. Melihat sendiri fakta emperis, tak cuma gambar rekaan saja.

Sesungguhnya, ketimbang hanya berfoto-foto semata mengabadikan bencana dan kengerian di masa lalu, mengunjungi destinasi dark tourism menawarkan nilai lebih tentang arti kehidupan yang hakiki.

Relasi manusia dengan alam dan sang Pencipta yang kerap kali terlupa atau diabaikan dalam derap kehidupan masyarakat urban yang haus akan hiburan. Dark tourism memberikan penawar dahaga itu.

*Frangky Selamat adalah dosen tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com