Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagua dan Berbagai Tradisi Tionghoa yang Masih Dilakukan Hingga Kini

Kompas.com - 03/02/2022, 17:08 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak tradisi Tionghoa yang menarik untuk diperbincangkan, terutama bertepatan dengan momen Imlek. Beberapa tradisi yang menarik diketahui termasuk kebiasaan meletakkan ornamen khusus di tempat tinggal dan prosesi sembahyang.

Kompas.com berkesempatan mengikuti langsung Lunar Festival Walking Tour yang diadakan Jakarta Good Guide menjelang Imlek 2022, pada Minggu (30/01/2022).

Dalam wisata jalan kaki ini, peserta tur dibawa berkeliling daerah perumahan warga Tionghoa sekaligus melihat euforia perayaan Tahun Baru Imlek di Pecinan, Glodok, Jakarta Barat.

Menyusuri rumah-rumah lama di beberapa gang, terlihat peninggalan khas Tionghoa, seperti langgam (gaya bangunan dan teknik mendesain) khas China.

Baca juga: Unik, 5 Masjid dengan Arsitektur Tionghoa di Indonesia

Tak hanya memiliki langgam khas Tionghoa, bentuk sejumlah bangunan terlihat masih kokoh dan berukuran besar, seperti rumah salah seorang saudagar yang dikenal sebagai juragan tembakau.

"Ini rumah juragan Tionghoa yang dulu sangat terkenal. Rata-rata pengusaha Tionghoa itu rumahnya besar-besar, menunjukkan status sosial yang tinggi," jelas pemandu tur bernama Hans.

Tak hanya langgam China, pintu masuk yang berjumlah tiga buah mempunyai makna tersendiri.

"Pintu masuknya kan ada tiga, maknanya itu pintu pertama menyimbolkan kelahiran, lalu pintu kedua artinya pernikahan, dan terakhir kematian. Jadi manusia melewati fase tersebut," lanjut dia.

Melanjutkan perjalanan, Hans menunjukkan beberapa rumah warga Tionghoa yang memajang Bagua, alat berbentuk segi delapan yang berisi peta energi.

"Biasanya Bagua diletakkan di depan pintu rumah, ini merupakan simbol yang bentuknya segi delapan. Sebagai pengumpul energi positif dan penolak bala, bisa juga berbentuk kaca atau cermin," ujar Hans.

Bagua, alat berbentuk segi delapan sebagai pengusir energi negatif di rumah-rumah orang TionghoaKompas.com/Faqihah Muharroroh Itsnaini Bagua, alat berbentuk segi delapan sebagai pengusir energi negatif di rumah-rumah orang Tionghoa

Baca juga: 5 Dekorasi Imlek Ini Diyakini Bawa Keberuntungan di Rumah

Dalam ilmu Fengshui, cermin Patkwa (Bagua) terdiri dari dua jenis. Keduanya yaitu Cermin cekung dan cermin cembung memiliki fungsi menghindarkan dari hawa atau energi jahat.

Biasanya, ia menambahkan, warga Tionghoa juga memasang simbol Yin dan Yang di sisi samping kanan dan kiri Bagua. 

Peserta tur berfoto di depan rumah-rumah khas Tionghoa yang berada di Glodok, Jakarta BaratDok. Jakarta Good Guide Peserta tur berfoto di depan rumah-rumah khas Tionghoa yang berada di Glodok, Jakarta Barat

Tak hanya itu, warga Tionghoa juga banyak yang menyimpan guci di dalam rumah mereka, sebagai ornamen untuk menyimpan hal-hal tidak baik sebelum masuk ke rumah.

Hans mengatakan, tradisi -tradisi seperti ini umumnya masih digunakan meskipun tidak sebanyak zaman dahulu.

"Masih ada ya, tapi mungkin tidak banyak. Ada yang memasang Bagua dan biasanya dipake di rumah tinggal. Kalo yang kita lewati, rumah yang sudah sudah dicampur dengan niaga (toko). Tapi kalo rumah jaman dulu sudah bisa dipastikan ada," terang dia.

Baca juga: 5 Fakta Seputar Barongsai yang Keluar Setiap Imlek

Selanjutnya, peserta tur melewati rumah lama seorang Tionghoa yang merupakan saudagar kaya dan terkenal, keluarga Shouw.

Salah satu ciri rumah-rumah orang kaya Tionghoa salah satunya adalah memiliki atap-atap yang runcing, dengan bentuk seperti ekor burung walet.

Selain itu, atap-atap rumah biasanya memiliki ukiran berbentuk binatang dan bunga yang berwarna-warni.

Rumah keluarga Shouw, seorang saudagar Tionghoa. Lengkap dengan atap runcing dan ornamen ukiran di atasnyaKompas.com/Faqihah Muharroroh Itsnaini Rumah keluarga Shouw, seorang saudagar Tionghoa. Lengkap dengan atap runcing dan ornamen ukiran di atasnya

"Hampir semua orang kaya Tionghoa pakai itu, atap runcing dan ukiran karena menunjukkan status sosial tinggi," kata Hans.

Prosesi sembahyang menjelang dan saat Imlek

Perlengkapan doa dan sembahyang di salah satu wihara di Glodok, Jakarta BaratKompas.com/Faqihah Muharroroh Itsnaini Perlengkapan doa dan sembahyang di salah satu wihara di Glodok, Jakarta Barat

Menjelang Imlek, daerah Glodok yang dilewati peserta tur sangat ramai oleh lalu-lalang masyarakat terutama warga Tionghoa yang bersiap-siap menyambut Tahun Baru Imlek.

Sejumlah wihara juga mulai merapikan dan menghias tempat ibadah mereka.

Baca juga: 7 Ucapan Tahun Baru Imlek 2022 dalam Bahasa Mandarin dan Maknanya

Ternyata, tak hanya saat Imlek dan di kelenteng saja, masyarakat Tionghoa umumnya juga menyimpan perlengkapan sembahyang di rumah mereka.

"Mereka pasang hio dan berdoa. Biasanya di depan pintu masuk, atau di rumah masing-masing ada altarnya tersendiri, untuk menghormati keluarga atau leluhur yang sudah meninggal," jelas Hans.

Menurutnya, tradisi sembahyang dan menghormati leluhur ini tidak hanya dilakukan saat Imlek, melainkan hampir setiap hari.

Namun, bedanya adalah menjelang Imlek, peralatan seperti dupa, lilin, abu kremasi, dan lain-lainnya akan dibersihkan serta dirapikan kembali. Sama seperti kebiasaan menyambut tahun baru lainnya.

"Kalau untuk ke Kelenteng, itu untuk (tradisi) yang lebih besar aja. Keluarga juga biasanya menyimpan kremasi leluhur lalu abunya disimpen di dalam rumah, atau di rumah abu. Di situ ada foto dan ornamen pelengkap di meja altar, tradisi ini masih berlangsung sampai sekarang," lanjut dia.

Hans mengatakan, tradisi ini masih dipegang erat, meski mungkin sejumlah pelaku atau generasi memiliki kebiasaan yang sedikit berbeda.

"Sama seperti tradisi-tradisi lain, banyak yang ditinggalkan juga karena sudah zamannya. Tradisi masih ada, tapi beberapa pelakunya terutama generasi muda mungkin mikir, 'Sudah ribet atau repot nih', jadi mulai ditinggalkan," jelas dia.

Baca juga: 3 Cerita Rakyat Populer Tahun Baru Imlek yang Kini Jadi Tradisi Dunia

Hal senada disampaikan oleh Guru Besar Studi China Universitas Indonesia, Hermina Sutami.

Meski sejumlah tradisi masih dijalankan turun-temurun, namun menurutnya tak seketat dulu.

"Aturan menjalankan perayaan Imlek tidak seketat sebelum tahun 1967, karena saat ini cenderung serba praktis," ujar Hermina saat dihubungi Kompas.com (22/1/2022).

Tradisi Imlek di Indonesia sendiri, menurut Hermina, sangat bervariasi dari waktu ke waktu.

"Tradisi Imlek sangat bervariasi dengan tonggak waktu 1967, berhubungan dengan pakaian, acara kumpul keluarga, agama yang dianut, dan lain-lain," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com