Menurutnya, Belanda pada saat itu mengizinkan sekolah tersebut berdiri dengan syarat selain menggunakan bahasa Mandarin, juga memakai bahasa Belanda.
Sekolah yang dimulai dengan 32 siswa ini menjadi sekolah swasta modern pertama di Hindia Belanda.
Pada perkembangan selanjutnya, sekolah THHK yang berlokasi di Jalan Patekoan ini disebut menjadi Pa Hua.
Melansir Kompas.com, pengamat budaya Tionghoa peranakan David Kwa menyebutkan bahwa awalnya THHK menempati bangunan arsitektur Tionghoa beratap "ekor walet" lengkap dengan sepasang batu singa di depannya.
Lalu pada tahun 1942, mengutip laman alumni SMAN 19 Jakarta, gedung ini pernah menjadi camp tawanan perang oleh tentara Jepang dan hanya diizinkan untuk pembukaan Sekolah Dasar (SD).
Setelah tentara Jepang menyerah pada tahun 1945, SD, SMP, dan SMA dibuka kembali secara lengkap.
Namun, pada 1952, karena dianggap terlalu sempit dan tidak memadai, maka bangunan bersejarah itu dihancurkan dan di atasnya dibangun gedung bertingkat.
Pasca peristiwa G30S 1965, sekolah ini ditutup karena dianggap berafiliasi dengan Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki).
"Lalu kemudian diambil alih oleh pemerintah dan dijadikan SMAN XIX, nama lainnya Cap Kau. Jadi dulu dikenalnya dengan SMA Cap Kau, artinya 19. Kalau kenapa disebut 19, belum ada informasinya," kata Hans.
Baca juga:
Sejauh pemantauan Kompas.com, Minggu (30/01/2022), terlihat beberapa sekolah yang berada dalam satu area ini, di antaranya TK Perniagaan, SDN Tambora, SMPN 63, dan SMAN 19.
Sayangnya, peserta tur tidak diperkenankan masuk ke lapangan di balik gedung utama karena ditutup akibat pandemi.
Dengan sejarah tersebut, bangunan SMAN 19 yang masih kokoh menjadi saksi bisu perjalanan pergerakan pendidikan etnis Tionghoa di Batavia hingga kini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.