KOMPAS.com - Kawasan Glodok Jakarta Barat merupakan area Pecinan karena kental dengan nuansa budaya China. Di tengah gedung-gedung tinggi dan mal, ada bangunan kuno dengan arsitektur China yang masih berdiri kokoh yaitu rumah Candra Naya.
Rumah ini berada di antara apartemen dan gedung lain di sekitarnya, tepatnya di Jalan Gajah Mada Nomor 188, Jakarta Barat.
Melansir penelitian Candra Naya antara Kejayaan Masa Lalu dan Kenyataan Sekarang oleh Naniek Widayati dari Universitas Tarumanagara, ada salah satu panel lukisan di rumah tersebut.
Baca juga: Sejarah Kedatangan Etnis Tionghoa dan Cerita di Balik Arti Nama Glodok
Salah satu panel lukisan di dinding bangunan memuat tulisan dalam aksara China yang artinya kurang lebih “Pada tahun kelinci di pertengahan bulan musim rontok dicatat kata-kata ini”.
Dari tulisan tadi, diketahui bahwa rumah ini dibangun pada tahun kelinci api yang jatuh 60 tahun sekali yaitu pada tahun 1807 dan 1867.
Menurut informasi yang tertera di sana, bangunan Candra Naya dulunya merupakan rumah seorang mayor Tionghoa di Batavia, mengutip laman Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Ia adalah Mayor Khouw Kim An yang lahir pada 5 Juni 1879 di Batavia. Pria ini merupakan menantu dari Poa Keng Hek, pendiri organisasi Tionghoa modern pertama di Hindia Belanda yang bernama Tiong Hwa Hwe Kan.
Kariernya terbilang cemerlang karena diberi pangkat mayor oleh pemerintah kolonial Belanda untuk mewakili etnis Tiongha di pemerintahan.
Kemudian ia diangkat menjadi Letnan pada 1905, dipromosikan menjadi Kapitan 1908, dan 1910 naik pangkat lagi menjadi Mayor.
Melansir Kompas.com, pada saat itu Mayor Khous Kim An merupakan seorang yang kaya raya dengan harta berlimpah. Selain memiliki gerai toko beras dan bank, istrinya ada 14 orang dengan 24 anak.
Setelah tidak ditempati oleh Mayor Khouw, bangunan ini sempat tidak terawat. Konon katanya, ada cerita bahwa rumah ini akan dihancurkan lalu dibuatkan ulang di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Namun, banyak yang memprotes karena jika gedung ini dipindahkan ke TMII maka nilai sejarahnya akan hilang.
Gedung Candra Naya sendiri bukan sekedar kediaman untuk keluarga Khouw, melainkan merekam jejak sejarah Tionghoa di Tanah Air.
Saat masa penjajahan Jepang, gedung Candra Naya sempat menjadi kantor Sing Ming Hui, perkumpulan orang Tionghoa dengan tujuan sosial.
Dalam tulisan Naniek Widayati, disebutkan bahwa Sin Ming Hui telah menghasilkan beberapa hal. Seperti mendirikan poliklinik yang menjadi RS Sumber Waras, perkumpulan olahraga, pendidikan SD-SMP Candra Naya, hingga pencetus Universitas Tarumanagara di Jakarta.