Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
NAWA CAHAYA

Berburu Fenomena Cahaya Gua Prasejarah di Sulawesi, dari Gua Berlian hingga Gua Allo

Kompas.com - 21/02/2022, 16:13 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Saat berencana liburan ke Pulau Sulawesi, kurang lengkap rasanya bila tak menyempatkan diri menikmati keindahan gugusan pegunungan karst Rammang-Rammang di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Pasalnya, kawasan tersebut memiliki ratusan gua yang menjadi jejak manusia prasejarah di Indonesia. Salah satunya lukisan di dinding gua yang berupa telapak tangan manusia purba yang usianya diperkirakan mencapai 40.000 tahun.

Tak heran, para penggemar wisata geologi menyebut Rammang-Rammang sebagai “The Hidden Gems of Celebes”.

Adapun beberapa gua yang menjadi daya tarik wisatawan, yaitu Gua Berlian, Gua Telapak Tangan, dan Gua Allo. Keindahan stalaktit dan stalagmit pada gua-gua tersebut juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pencinta fotografi.

Baca juga: 3 Fakta Unik Gua Jomblang, Cahaya Surga di Perut Bumi

Fotografer National Geographic Indonesia, Joshua Marunduh, telah membuktikan keindahan destinasi tersebut dalam program bertajuk Nawa Cahaya: Capture The Unique Lights in Indonesia.

Nama program besutan realme Indonesia dan National Geographic Indonesia ini berasal dari bahasa Sanskerta yang bermakna sembilan cahaya. Melalui program ini, sebanyak delapan fotografer, termasuk Joshua, ditantang membuat karya fotografi smartphone bertema low-light di sembilan destinasi unik Indonesia.

Dalam penelusurannya, Joshua berhasil memotret gradasi aneka warna bak berlian pada gua-gua tersebut dalam kondisi minim cahaya atau low-light berbekal kamera smartphone teranyar realme, yakni realme 9 Pro+.

Seperti apa keindahan cahaya yang tersembunyi di gua-gua tersebut? Berikut ulasannya.

Baca juga: Dari Sabang sampai Ende, Berikut 9 Destinasi Wisata yang Bisa Dipotret saat Gelap dengan Smartphone

Gua Berlian

Gua berlian terletak tepat di tebing Pulau Sombori. Kata "berlian" disematkan pada gua ini karena stalaktit yang menggantung di langit-langit gua berkilau-kilau menyerupai pantulan cahaya berlian.

Saat berbincang dengan Kompas.com secara virtual, Selasa (15/2/2022), Joshua mengungkapkan keindahan cahaya yang disuguhkan Gua Berlian.

“Gua Berlian sangat indah. Ketika wisatawan masuk dan melihat lorong gua dengan mata telanjang, gradasi warna yang dipantulkan stalaktit hanya satu warna, layaknya warna batuan pada umumnya yang berwarna coklat,” ujar Joshua.

Namun, lanjut Joshua, keindahan gradasi warna berlian justru semakin tampak jika dipotret dengan menggunakan kamera.

Baca juga: Menelusuri Spot Instagramable di Kawah Putih Ciwidey

“Ketika dipotret menggunakan kamera smartphone realme 9 Pro+, ternyata gradasi yang tampak lebih beragam, mulai dari warna hijau, putih, hingga kuning,” terangnya.

Joshua menjelaskan, waktu terbaik untuk memotret interior Gua Berlian adalah pukul 15.00-17.00 WITA. Pasalnya, matahari telah menyingsing ke sebelah barat sehingga cahaya di dalam gua berkurang.

Pada momentum tersebut, fotografer bisa mendapat kondisi low-light yang lebih optimal untuk mendapat efek gradasi berlian yang sempurna.

Dalam penuturannya, Joshua menggunakan smartphone realme 9 Pro+ yang memiliki kamera utama beresolusi 50 megapiksel (MP). Berkat kecanggihan kamera ini, gradasi warna yang berhasil ditangkap lebih beragam ketimbang dengan mata telanjang. Ia pun terkagum akan fenomena alam ini.

Baca juga: Ingin Buat Foto Low-light Keren di Air Terjun Toroan? Ini Rekomendasi Rute dan Waktu Berkunjung ke Sana!

“Padahal, saturasinya enggak dinaikkan. Tiba-tiba, (hasil fotonya) ada gradasi yang beraneka warna. Itulah mengapa gua ini disebut sebagai Gua Berlian,” tuturnya.

Gua Telapak Tangan

Setelah menyelisik keindahan Gua Berlian, Joshua melanjutkan penelusuran ke Gua Telapak Tangan. Gua ini berjarak kurang lebih 15 menit dari Gua Berlian dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki.

Joshua menjelaskan, kondisi Gua Telapak Tangan lebih gelap ketimbang Gua Berlian. Oleh karena itu, ia mengandalkan headlamp sebagai alat penerang saat memasuki area gua.

“Menariknya, di dalam gua tersebut terdapat jejak-jejak keberadaan manusia purba yang bentuknya menyerupai telapak tangan manusia,” terangnya.

Baca juga: Berburu Blue Fire di Gunung Ijen, Berikut Persiapan dan Tips yang Perlu Diperhatikan

Selain itu, imbuh Joshua, terdapat jejak lain yang berbentuk seperti ikan.

“Pemandangan Gua Telapak Tangan mengagumkan. Bentuk telapak tangan pada dinding gua benar-benar seperti telapak tangan sungguhan. Ini fenomena alam yang sangat menarik,” kata Joshua.

Gua Allo

Adapun gua lain yang patut dikunjungi di gugusan karst Rammang-Rammang adalah Gua Allo.
Joshua menjelaskan, Gua Allo merupakan gua indah yang tergolong basah. Letaknya tepat berada di sisi barat Gua Berlian. Gua ini dikeliling oleh air laut Pulau Sombori. Saat air laut surut, bagian dalam Gua Allo berubah menjadi danau dengan air yang jernih.

“Untuk memotret di Gua Alo sebaiknya di pagi hari karena lokasinya berada di sebelah Gua Berlian. Pasalnya, cahaya di Gua Alo sangat soft. Bahkan, ada satu lubang di ujung gua yang membuat cahaya yang masuk tampak lebih dramatis layaknya ray of light. Suasananya luar biasa indah,” kata Joshua.

Baca juga: Memotret Keabadian Kayangan Api di Bojonegoro, Api Abadi yang Sudah Ada sejak Zaman Majapahit

Dalam memotret keindahan deretan gua di karst Rammang-Rammang, Joshua menggunakan sejumlah lensa kamera yang tersemat pada realme 9 Pro+, seperti kamera wide angle, utama, dan macro.

Lensa wide angle, misalnya. Joshua memanfaatkannya untuk menangkap panorama gua secara keseluruhan sehingga kondisi gua bisa tergambar dengan baik, terutama Gua Berlian.

“Saya juga menggunakan fitur on-hand. Hasilnya jernih dan tidak shaky. Selain itu, fitur dual macro juga saya gunakan saat dalam memotret kondisi low-light. Dengan fitur ini, kesan detail berliannya menjadi lebih jelas,” terangnya.

Itulah keindahan tiga gua unik di kawasan karst Rammang-Rammang yang bisa dieksplor dengan menggunakan kamera smartphone realme 9 Pro+.

Baca juga: Menemukan Hidden Gem di Pulau Weh, Surga bagi Penggemar Fotografi

Sebagai informasi, pada program Nawa Cahaya: Capture The Unique Lights in Indonesia, fotografer profesional dari National Geographic Indonesia ditantang untuk berburu foto lanskap alam dalam kondisi low-light di sembilan destinasi unik Indonesia.

Total, ada delapan fotografer yang terlibat dalam perjalanan mengabadikan momen low-light di sembilan destinasi tersebut. Mereka adalah Palson Yi, Didi Kaspi Kasim, Rendra Kurnia, R Berto Wedhatama, Joshua Marunduh, Azwar Ipank, Valentino Luis, Dwi Oblo, Budiono. Karya fotografi smartphone yang mereka hasilkan dapat dilihat di https://realme9lights.kompas.com/.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com