Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PAREKRAF

Berpeluang Dapat Akses Permodalan, Pelaku Ekraf Didorong Masuk ke Lantai Bursa

Kompas.com - 08/03/2022, 10:13 WIB
Siti Sahana Aqesya,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pelaku usaha industri ekonomi kreatif (ekraf) harus cerdik melihat peluang di tengah perubahan bisnis yang tengah terjadi. Salah satunya adalah dengan masuk ke pasar saham.

Seperti diketahui, jumlah investor retail di Indonesia mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Hal ini membuka peluang bagi pelaku ekraf untuk go public atau melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

“Dengan pelaku ekraf masuk ke pasar modal, mereka akan mendapatkan banyak peluang. Pelaku bisa mendapatkan pendanaan yang berasal dari saham yang diajukan perusahaan kepada publik dan mempermudah akses pendanaan,” jelas Direktur Akses Pembiayaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Hanifah Makarim.

Selain itu, lanjut Hanifah, pelaku ekraf dapat termotivasi agar mengelola usahanya dengan lebih baik dan mendorong karyawannya mau bekerja lebih profesional.

Ilustrasi Indeks Pasar ModalSHUTTERSTOCK/Triawanda Tirta Aditya Ilustrasi Indeks Pasar Modal

“Dengan go public, pemilik usaha sama seperti melakukan publikasi gratis. Masuk ke pasar modal juga membangun citra perusahaan,” jelas Hanifah.

Baca Juga: Waterfront City Labuan Bajo, Magnet Baru Pariwisata NTT

Hanifah menambahkan, BEI sebenarnya sudah membuka peluang untuk memudahkan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), termasuk di sektor ekraf, dan start-up yang ingin go public melalui papan akselerasi.

Syarat untuk mendaftarkan usaha ke papan akselerasi BEI pun sangat mudah. Pelaku UKM dan start-up yang sudah beroperasi minimal satu tahun dan tidak harus memiliki laba dapat mendaftar, bahkan jika usahanya belum memiliki laba sekalipun.

Untuk emiten kecil, perusahaan wajib memiliki aset maksimal Rp 50 miliar. Sementara itu, emiten menengah wajib punya aset Rp 50-250 miliar.

Baca Juga: Pentingnya Pelaku Ekonomi Kreatif Masuk ke Pasar Modal

Lebih lanjut Hanifah memaparkan, pelaku ekraf perlu menyiapkan beberapa hal. Pertama, tim internal initial public offering (IPO). Kedua, menunjuk lembaga, profesi penunjang, dan pihak eksternal untuk membantu proses IPO di lantai bursa.

“Tim internal IPO akan mempersiapkan dan menyampaikan dokumen serta informasi yang dibutuhkan kepada lembaga dan profesi penunjang pasar modal,” jelas Hanifah.

Hanifah pun percaya, bila pelaku ekraf melantai di pasar modal, sektor ekraf berpeluang ikut membangkitkan perekonomian nasional.

Untuk diketahui, ekraf memiliki 17 subsektor yang dianggap bisa menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Dalam lima tahun terakhir, kontribusi ekraf terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mengalami peningkatan.

Baca Juga: BANPER 2022 Dorong Pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017, sumbangan ekraf terhadap perekonomian nasional mencapai 7,24 persen dengan angka pertumbuhan tahunan mencapai 5,06 persen.

“Kontribusi ini diharapkan bisa terus berkembang. Pada 2019 saja, kontribusi ekraf sudah mencapai 20 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Dari sisi pencapaian lapangan kerja, ekraf juga menghadirkan 18,1 juta peluang kerja pada tahun yang sama. Dengan keadaan yang menjanjikan tersebut, saya rasa ekraf dapat menjadi sektor alternatif untuk berinvestasi bagi para investor,” tutur Hanifah.

Di sisi lain, saat ini banyak pelaku industri ekraf masih mengandalkan pinjaman keluarga dan bank untuk memulai usahanya. Padahal, pasar modal memberikan peluang yang amat luas, mulai dari pendanaan hingga kesempatan untuk memperluas usaha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com