Keunikan malamang, atau memasak lamang, ini adalah caranya yang masih tradisional dan dipertahankan hingga kini oleh masyarakat Minang.
Campuran beras ketan dan santan yang telah dimasukkan ke dalam bambu tersebut dibakar di atas bara api. Proses pembakaran lamang ini menggunakan kayu bakar sehingga masih tradisional.
Proses memasak ini membutuhkan waktu kurang lebih dua jam. Warga Minang biasanya memasak lamang pada dua atau tiga hari menjelang Ramadhan, dan menjelang Lebaran.
Baca juga: 8 Perbedaan Suasana Ramadhan di Turki dan Indonesia Selama Pandemi
Malamang bukan hanya kegiatan masak memasak semata. Lebih dari itu, ada nilai kebersamaan di dalam proses malamang ini.
Yusuf&Toet dalam bukunya Indonesia Punya Cerita (2012), menuliskan bahwa tradisi malamang memupuk rasa kebersamaan antar warga.
Sebab, tradisi Minangkabau tidak mungkin dikerjakan oleh satu orang saja dari mulai mempersiapkan bahan hingga lamang siap makan. Karenanya, butuh beberapa orang dalam tradisi malamang yang bekerja sama.
Baca juga: Liburan ke Padang, Ini 10 Tempat Wisata yang Bisa Dikunjungi
Ada warga yang bertugas mencari bambu sebagai tempat adonan ketan, mencari kayu bakar, mempersiapkan bahan masak seperti ketan, daun pisang, santan, dan lainnya.
Selain itu, ada warga yang bertugas mempersiapkan adonan sekaligus memasukkan adonan ketan ke dalam bambu.
Dengan kerja sama di antara beberapa orang, maka malamang akan terasa mudah dan menyenangkan.
“Di sini lah hikmah dari tradisi Malamang. Malamang dapat memupuk rasa kerja sama dan kebersamaan sesama anggota masyarakat, khususnya masyarakat di Minangkabau,” tulis Yusuf & Toet, seperti dikutip Kompas.com, Minggu (27/03/2022).
Baca juga: 5 Oleh-oleh Serba Manis Khas Padang, Sumatera Barat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.