Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Agung Surakarta, Saksi Berdirinya Keraton Surakarta

Kompas.com - 07/04/2022, 10:05 WIB
Ulfa Arieza ,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masjid Agung Surakarta merupakan masjid yang sarat dengan makna sejarah. Keberadaan masjid bersejarah ini tidak bisa dilepaskan dari perjalanan panjang sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat. 

Mengutip laman Masjid Agung Surakarta, Masjid Agung Surakarta dan Keraton Surakarta Hadiningrat laksana pena dan tinta yang sulit dipisahkan dalam catatan sejarah Islam di Indonesia.

Pada riwayatnya, keduanya juga memiliki ikatan historis dengan dinasti Mataram Islam.

Baca juga: 15 Masjid-masjid Unik di Indonesia, Ada Bentuk Kapal

Jika ingin menikmati wisata sejarah dan budaya di Surakarta atau Solo, kamu sebaiknya tidak melewatkan berkunjung ke masjid yang berada di Kauman, Surakarta ini.

Bangunan masjid masih mempertahankan arsitektur lama yang memadukan ciri khas Jawa dengan corak Islam. 

Berikut sejarah serta keistimewaan arsitektur Masjid Agung Surakarta, seperti dirangkum oleh Kompas.com.

Baca juga: 16 Masjid Unik di Dunia, Ada Masjid Kristal dan Mengapung

Saksi berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat 

Malam Selikuran di Masjid Agung Surakarta.Kompas.com/Anggara Wikan Prasetya Malam Selikuran di Masjid Agung Surakarta.

Cikal bakal Keraton Surakarta Hadiningrat adalah dinasti Mataram Islam yang berdiri di Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebelum 1625.

Ibukota atau pusat pemerintahan dinasti Mataram Islam mulanya berada di Kotagede, Yogyakarta, seperti dikutip dari laman Masjid Agung Surakarta

Kemudian, pusat pemerintahan pindah ke Pleret pada periode 1625-1677. Pemberontakan Trunajaya memaksa raja memindahkan lagi pusat pemerintahan Mataram Islam dari Pleret ke Kartasura pada 1677-1745. 

Baca juga:

 

Lagi-lagi, ibu kota Mataram Islam harus dipindahkan dari Kartasura ke Surakarta lantaran pecah peristiwa Geger Pecina. Peristiwa ini adalah perang hebat yang dipicu pembantaian etnis Tionghoa di Batavia (kini DKI Jakarta). 

Orang-orang Tionghoa yang selamat dari tragedi itu melarikan diri dan bergabung dengan komunitas mereka di Jawa Tengah. Mereka lalu menyerang simbol-simbol kekuasaan kompeni dan para sekutunya. 

Nasib apes menimpa istana Kartasura yang turut menjadi sasaran amuk warga Tionghoa dan sekutunya.

Kendati pindah beberapa kali, keberadaan masjid selalu dapat ditemui di sekitar ibukota kerajaan. Hal ini jelas menunjukkan bahwa masjid menjadi unsur penting dalam dinasti Mataram Islam. 

Baca juga:

Sejalan dengan berdirinya pusat pemerintah di Keraton Surakarta, Raja Paku Buwana II kemudian mendirikan Masjid Agung Surakarta.

Menurut catatan situs laman Masjid Agung Surakarta, pembangunan masjid berjalan lambat karena membutuhkan penyesuaian di daerah baru sehingga bangunan masjid baru benar-benar utuh berdiri pada masa Paku Buwana III ( periode 1749-1788).

 

Arsitektur masjid 

Menara Masjid Agung Surakarta diusulkan direnovasi karena sebagian tembok bangunan rusak dan cat mengelupas, Sabtu (8/9/2018).KOMPAS.com/Labib Zamani Menara Masjid Agung Surakarta diusulkan direnovasi karena sebagian tembok bangunan rusak dan cat mengelupas, Sabtu (8/9/2018).

Masjid Agung Surakarta telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional Bangunan. Berdasarkan informasi dari situs Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, bangunan masjid ini berupa kompleks dengan luas keseluruhan 19.180 meter persegi. 

Baca juga: 5 Tempat Nongkrong di Solo yang Instagramable

Bangunan masjid dibatasi pagar yang mengelilingi kompleks. Sementara, tinggi bangunan masjid mencapai 20,765 meter sehingga membuat masjid ini tampak menjulang di tepian alun-alun.

Masjid Agung Surakarta terletak di sebelah barat Alun-alun Utara, sesuai dengan konsep tata kota Islam di Jawa.

Masjid Agung Surakarta mempunyai beberapa bagian yakni ruangan ibadah utama, serambi, gapura, halaman, menara, istal atau kandang kuda, makan, sumur, dan lainnya.  

Keraton Surakarta HadiningratSHUTTERSTOCK Keraton Surakarta Hadiningrat

Ruang ibadah utama berbentuk persegi empat yang melambangkan kesederhanaan duniawi dengan ukuran 32 meter kali 34 meter. Tiang Masjid Agung Surakarta terbuat dari kayu jati yang terdiri dari empat saka guru dan dua belas saka penanggap.

Keempat saka guru melambangkan sumber kekuatan dalam kehidupan di dunia, yaitu api, air, udara dan bumi. 

Baca juga:

Sementara itu, atapnya terdiri dari tiga bagian yang mengadaptasi bangunan candi pra-Islam. Tajuk pertama melambangkan keyakinan atau iman kepada Allah.

Tajuk kedua melambangkan implementasi keimanan yang diwujudkan dengan menganut agam Islam. Sedangkan, tajuk ketiga melambangkan buah dari keimanan dan keislaman yang bermanfaat bagi semua pihak dalam bentuk ihsan.

Meskipun sudah mengalami beberapa kali renovasi, Masjid Agung Surakarta tetap mempertahankan struktur utamanya dengan corak bangunan khas Jawa.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com