Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Puasa di Swiss, Sulit Cari Makanan Halal dan Masjid 

Kompas.com - 13/04/2022, 10:05 WIB
Ulfa Arieza ,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menjalani ibadah puasa Ramadhan di luar negeri memiliki tantangan tersendiri bagi Warga Negara Indonesia (WNI). Utamanya, jika muslim di negara tersebut merupakan minoritas, salah satunya di Swiss

Destrianita Frick, atau akrab disapa Tita, membagikan pengalamannya menjalani ibadah puasa di Frauenfeld, Swiss kepada Kompas.com. Perempuan yang sudah menetap di Swiss selama 4,5 tahun ini mengakui, puasa di sana lebih menantang dibandingkan di Indonesia.

“Hari pertama, hari kedua puasa itu rasanya berat banget. Ya Allah, aku bisa enggak ya puasa, mana buka puasanya lama. Tapi sekarang alhamdulillah sudah menyesuaikan,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com (11/4/2022). 

Baca juga: Pengalaman WNI Puasa di China Saat Pembatasan Covid-19, Masjid Tutup  

Durasi puasa di Swiss kurang lebih 16 jam, sementara di Indonesia waktu puasa setiap tahunnya selalu sama, yakni sekitar 12 jam.

Adapun waktu imsak di Swiss adalah pukul 05.00 waktu setempat. Sementara, waktu magrib baru tiba pukul 20.00. 

“Jadi, puasanya dari pukul 05.00 pagi sampai dengan 20.00 malam,” katanya. 

Menariknya, mendekati akhir bulan Ramadhan, durasi puasa justru semakin panjang. Sebab, waktu imsak di Swiss semakin cepat, sebaliknya waktu magribnya semakin lambat.

Baca juga: Puasa di Swiss, 16 Jam Tanpa Kumandang Azan Maghrib 

Sulit cari masjid 

Bangunan masjid di Wil, SwissTangkapan layar https://www.swissinfo.ch/ Bangunan masjid di Wil, Swiss

Jika masjid sangat mudah ditemukan di Indonesia, berbeda halnya dengan Swiss. Tita mengungkapkan sulitnya mencari masjid di wilayah Frauenfeld.

Untuk mencapainya, ia harus naik kereta ke daerah Zurich dan Wil untuk menemukan masjid. 

“Di Frauenfeld enggak ada masjid, jadi aku harus ke Zurich. Ada masjid tapi di kota lain namanya Kota Wil, dan itu harus naik kereta ke sana,” jelasnya. 

Baca juga: Cerita WNI Puasa di Wakayama Jepang, Tak Ada Azan sebab Masjid Jauh

Oleh sebab itu, Tita dan keluarga menjalankan ibadah shalat tarawih dari rumah. Kondisi ini tentunya berbeda dengan Indonesia, di mana umat Islam dengan mudah menemukan masjid di sekitar tempat tinggal untuk shalat tarawih.

Karena lokasi masjid yang jauh, tentu Tita pun tak mendengar kumandang azan guna mengingatkan waktu imsak dan berbuka puasa. Ia menggantungkan informasi waktu berbuka dari aplikasi pada ponsel pintar. 

“Aku dengar azannya dari aplikasi,” ujarnya sembari tertawa.

Restoran dengan pemandangan Pegunungan Alpen di Badrutt Palace, St. Moritz, Swiss. Kompas.com/Silvita Agmasari Restoran dengan pemandangan Pegunungan Alpen di Badrutt Palace, St. Moritz, Swiss.

Sulit cari makanan halal

Tak hanya kesulitan mencari masjid, ibu satu anak ini juga mengaku sulit mencari makanan halal, khususnya makanan jadi. 

“Makanan jadi yang halal itu, honestly di tempat tinggalku susah,” katanya. 

Baca juga: 6 Aktivitas Wisata di Swiss untuk Keluarga Saat Musim Semi

Namun, ia masih menemukan toko Asia yang mayoritas menjual bahan baku makanan halal. Oleh sebab itu, ia lebih sering masak sendiri di rumah untuk santapan keluarga. 

Apabila terpaksa makan di restoran, ia menyiasatinya dengan berkunjung ke restoran Asia, Jepang, dan Thailand. Sebab, di restoran tersebut tersedia makanan halal seperti ayam, oseng tahu, maupun menu vegan. 

“Kalau dalam kondisi tertentu, aku carinya restoran Asia, Thailand, Jepang, yang jual nasi ayam, menu vegan, oseng tahu itu, Insya Allah halal,” imbuhnya. 

Baca juga: Pengalaman Puasa WNI di Okinawa Jepang, Wajib Atur Waktu Istirahat

Rindu suasana Ramadhan di kampung 

Beragam tantangan puasa di Swiss membuat perempuan asal Wonogiri, Jawa Tengah ini rindu akan suasana Ramadhan di kampung halamannya. 

Buka puasa bersama (bukber) keluarga, shalat tarawih dan tadarus di masjid, tradisi membangunkan sahur, serta mencicipi aneka takjil adalah hal-hal yang sangat dia rindukan dari Ramadhan di Indonesia.

“Aku kangen banget suasana Ramadhan di kampung, kangen banget,” ujarnya. 

Baca juga: Cerita WNI Jalani Puasa Ramadhan di Turki, Ini 5 Hal Unik yang Dialami

Meskipun jauh dari kampung halaman, ia mengaku tidak merasa kesepian menjalani puasa di Swiss. Sebab, penduduk negara yang terkenal dengan pegunungan Alpen tersebut sangat menjunjung toleransi antar agama. 

Tita mengaku sangat terbantu dengan sikap toleransi warga Swiss tersebut. Meskipun mempunyai keyakinan yang berbeda, masyarakat Swiss sangat menghormati kepercayaan orang lain. 

“Misalnya aku belanja daging, awalnya kan belum tahu, terus mereka bilang, "jangan itu daging babi, itu bukan buat kamu, daging yang buat kamu yang ini",” ujarnya.  

Begitu pula saat Tita dan keluarganya menjalankan ibadah puasa. Warga non Islam di Swiss sangat menghormati muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa.

“Awalnya mereka tanya, puasa itu bagaimana? Lalu, aku jelaskan puasa itu tidak makan dan minum dari pukul 05.00 sampai 20.00, terus mereka mengerti. Aku enggak bisa bilang general, tapi orang-orang di sekitar aku toleransinya tinggi,” ujarnya. 

Baca juga: 30 Ucapan Selamat Berbuka Puasa dalam Bahasa Inggris dan Artinya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com