Baik Alin maupun Tezar mengakui bahwa selama berada di Turki tidak menemukan kesulitan yang sangat berarti dalam menjalani puasa Ramadhan.
Adapun untuk durasinya, saat ini mereka waktu shalat subuh sekitar pukul 05.00 dan magrib pukul 07.30 atau sekitar 14-15 jam berpuasa.
Baca juga: Masjid Hagia Sophia Turki Gelar Sholat Tarawih Perdana Dalam 88 Tahun
Alin, misalnya, yang selama ini tinggal di asrama mahasiswa, merasa tak mengalami kesulitan, terutama karena lingkungan sekitarnya mayoritas penduduk adalah muslim.
"Kesulitan enggak juga sih, karena tinggal di asrama. Jadi ada programnya (sahur dan buka selama puasa), jadi lebih mudah. Bedanya enggak seheboh dan semeriah di Indonesia aja," terang Alin.
Kendati mayoritas berpenduduk agama Islam, berbeda dengan sebagian restoran di Indonesia yang memiliki budaya menutup tirai saat waktu puasa, Turki tidak demikian.
Menurut Alin, saat waktu makan siang, sejumlah restoran masih buka seperti biasa dan masih banyak juga pengunjung yang makan di tempat.
Baca juga: Tak Perlu ke Turki, Sandiaga Uno: Naik Balon Udara Bisa di Indonesia
Namun, menurutnya hal tersebut tidak menjadi masalah. Sebab, nuansa Ramadhan masih cukup terasa.
Banyak juga tempat-tempat yang menyediakan buka bersama atau iftar gratis, mulai dari masjid, kantor pemerintah daerah, lembaga pelajar, maupun kafe-kafe.
Makanan halal maupun makanan Indonesia juga cukup mudah ditemukan di Turki dengan harga yang relatif terjangkau.
"Makanan biasa kayak kebab sekitar Rp 25.000, makan kenyang misalnya nasi kisaran Rp 35.000 sampai Rp 50.000," tutur Alin.
Baca juga: 10 Wisata di Turki yang Keren, Cappadocia hingga Grand Bazar
Bahkan, katanya, ada suatu yayasan di Ankara yang rutin membagi-bagikan sembako setiap bulan bagi mahasiswa atau pelajar asing. Hal ini menurutnya sangat membantu persediaan sahur dan berbuka bagi mahasiswa yang berpuasa.
Sementara Tezar mengatakan bahwa kesulitan yang terkadang dirasakannya saat berpuasa hanya karena perubahaan waktu yang signifikan setiap harinya.
"Paling (waktu) magrib kadang-kadang yang agak lupa, kami masak, makanannya belum jadi, eh udah buka puasa (dengar) adzan," kata Tezar.
Ia juga menjelaskan bahwa suasana Ramadhan di Turki tidak semeriah di Indonesia, termasuk jelang Lebaran dan ketika Idul Fitri.
"Ramadhan tidak semeriah di Indonesia, Idul Fitrinya juga. Jadi di sini Idul Fitri is not a big deal, liburnya cuma dua-tiga hari, enggak ada cuti bersama juga," ujarnya.
Baca juga:
Jika di Indonesia masyarakat familiar dengan suara ngaji bersama ataupun tradisi ngabuburit dengan membeli takjil, hal itu ternyata tidak terjadi di Turki.
"Soal semaraknya beda jauh sih sama Indonesia, banyak orang ngaji, sore bisa beli takjil, kemeriahannya terasa. Kalau di sini enggak, enggak serame itu," jelas dia.
Sementara pada momen lebaran, suasanaya juga terasa sangat berbeda dengan di Indonesia.
Di Jakarta, misqlnya, jalan menjadi lebih kosong karena banyak masyarakat yang mudik.
Sementara, Tezar melihat orang-orang Turki banyak yang tidak bepergian saat Lebaran.
Baca juga: 4 Tempat Wisata Baru di Banyumas Akan Dibuka Saat Libur Lebaran 2022
Kendati demikian, dirinya bersyukur karena saat ini pandemi Covid-19 sudah semakin melandai di Turki. Sehingga, suasana berpuasa bisa terasa lebih leluasa dan menyenangkan.
"Tapi karena dua tahun (sebelumnya) lebih terbatas, apalagi lockdown, sekarang lebih menyenangkan lah. Karena bisa kumpul bareng, buka puasa bareng tanpa dibatasi, pokoknya lebih seru aja tahun ini," pungkas Tezar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.