Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Puasa di Mekkah, Ada Tradisi Bergadang hingga Sahur 

Kompas.com - 19/04/2022, 06:18 WIB
Ulfa Arieza ,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mekkah adalah salah satu kota suci umat Islam. Di kota tersebut, terdapat Masjidil Haram yang di dalamnya berdiri Kabah sebagai kiblat muslim sedunia. 

Ketika Ramadhan, Kota Mekkah semakin ramai dikunjungi umat Islam dari berbagai negara. Mereka datang berbondong-bondong untuk menunaikan ibadah umrah. 

Baca juga:

Keistimewaan Ramadhan di Kota Mekkah ini dirasakan oleh sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di sana.

Mereka mengungkapkan sejumlah tradisi unik sekaligus hal-hal istimewa di tanah kelahiran Nabi Mumamad SAW itu selama Ramadhan.

1. Ramai di malam hari dan bergadang hingga sahur

Ivan Chadafi, seorang guru di Sekolah Indonesia Makkah (SIM), mengungkapkan, Kota Mekkah terasa lebih ramai saat Ramadhan dibandingkan hari biasanya.

Uniknya, Mekkah justru ‘hidup’ di malam hari, sementara siang hari cenderung sepi. 

“Di sini hidupnya malam hari, kalau siang jalanan sepi semua orang istirahat, tidur, dan ibadah di dalam rumah,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/04/2022). 

Baca juga: Tantangan Puasa di Swiss, Sulit Cari Makanan Halal dan Masjid 

Biasanya, sesudah shalat tarawih para laki-laki berkumpul di depan rumah, taman kota, dan pinggir jalan Kota Mekkah untuk bercengkerama. Keramaian itu berlangsung hingga waktu sahur tiba. 

Bahkan, toko, pusat perbelanjaan, dan warung masih buka hingga sahur. Warga Mekkah biasanya tidur setelah sahur hingga pagi hari. 

“Kalau malam sampai sahur pun toko, mal, warung masih buka, semua orang berkeliaran  di mana-mana itu istimewanya. Sesudah sahur sepi sekali,” imbuhnya.  

Puteri Firdhani, yang juga berprofesi sebagai guru di Mekkah mengamini pernyataan Ivan. Ia mengungkapan salah satu kebiasaan masyarakat Mekkah adalah bergadang dari selesai shalat tarawih hingga waktu sahur. 

“Salah satu tradisinya, kalau Ramadhan mereka akan bergadang semalam suntuk, karena tarawih selesai pukul 22.00–23.00. Anak-anak itu pokoknya ‘hidup’ (melek) sampai sahur, habis shalat subuh barulah mereka tidur,” ujarnya. 

Baca juga: Cerita Ramadhan dari Belanda, Puasa yang Panjang dan Rindu Berburu Takjil

2. Tantangan puasa di suhu ekstrem

Padang pasir An Nafud atau NefudShutterstock Padang pasir An Nafud atau Nefud

Kebiasaan masyarakat Kota Mekkah bergadang hingga sahur tersebut, tidak lepas dari kondisi cuacanya yang ekstrem.

Puteri yang tinggal di Mekkah sejak 2018 menuturkan, Ramadhan biasanya datang pada musim panas.  

Bahkan, ia pernah mengalami suhu di Kota Mekkah mencapai 50 derajat celsius ketika Ramadhan. 

“Paling panas pernah sampai 50 derajat celsius. Apalagi, kalau Ramadhan setelah Juni memang sedang puncak musim panas. Kalau sekarang baru awal musim panasnya tapi lumayan, kadang sudah sampai 40 derajat celsius, pagi ini 34 derajat celsius," ujarnya.

Baca juga: Cerita WNI Puasa di Wakayama Jepang, Tak Ada Azan sebab Masjid Jauh

Oleh sebab itu, kebanyakan warga Mekkah memilih untuk berdiam diri di rumah sepanjang siang hari. Barulah pada malam hari hingga sahur mereka berkumpul.  

Kondisi tersebut, lanjut Puteri, juga terjadi di bulan-bulan selain Ramadhan. 

“Memang sudah culture mereka. Meskipun tidak Ramadhan mereka ‘hidup’ malam hari. Misalnya kalau weekend ramainya malam hari, karena di sini panas orang tidak mau keluar kalau masih ada matahari,” ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com