Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makna Motif Batik Mega Mendung Khas Cirebon

Kompas.com - Diperbarui 31/01/2023, 08:51 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mega mendung menjadi salah satu motif batik khas Cirebon, Jawa Barat, yang populer di kalangan wisatawan berkat bentuknya dan perpaduan warnanya yang unik. 

Bila dilihat sekilas, motif mega mendung seolah menggambarkan awan ketika langit mendung.

Baca juga:

Diharapkan, seseorang bisa tetap sejuk dan tenang meski sedang marah, sebagaimana cuaca mendung yang membawa kesejukan tersebut.

"(Motif) mega mendung itu kan awan, awannya mendung dan menahan, bisa diartikan maknanya menahan amarah kita, jadi kita disuruh sabar, tenang, sejuk, seperti saat mendung, kan sejuk," tutur pemilik BT Trusmi, Sally, kepada Kompas.com, Jumat (29/4/2022).

Ilustrasi Batik MegamendungGunarta/Wikimedia Commons Ilustrasi Batik Megamendung

Di sisi lain, lanjutnya, keberadaan motif mega mendung tidak terlepas dari unsur kebudayaan China yang masuk ke Tanah Air.

Hal tersebut bisa dilihat sewaktu salah satu tokoh penyebar agama Islam yang berpengaruh di wilayah Cirebon, Sunan Gunung Jati, meminang seorang wanita Tionghoa bernama Putri Om Tim.

Selain itu, dilansir dari Tribunnewswiki, Rabu (11/5/2022), pada waktu itu di Cirebon banyak dijumpai pedagang asal China. 

Baca juga: 7 Oleh-oleh Khas Cirebon Selain Batik Megamendung

Variasi warna batik mega mendung saat ini

Motif Mega Mendung merupakan salah satu motif khas batik Cirebon.KOMPAS.COM/JONATHAN ADRIAN Motif Mega Mendung merupakan salah satu motif khas batik Cirebon.

Seiring berkembangnya zaman dan permintaan pasar, gradasi serta komposisi warna batik mega mendung pun kian variatif.

Dari yang dulunya identik dengan warna biru, kini sudah merambah ke warna-warna lembut atau pastel. Harganya pun beragam, tergantung teknik yang digunakan.

Di Pusat Oleh-oleh BT Trusmi, harga sehelai batik tulis motif mega mendung premium berkisar dari Rp 1,8 hingga Rp 5,9 juta, yang juga sesuai tingkat kerumitan pewarnaan dan lama pembuatannya.

Pewarnaan batik tulis pun masih dilakukan secara manual sehingga warna batik tidak bisa merata seutuhnya.

Baca juga:

Bahkan dulu, BT Trusmi sempat menggunakan pewarna alami, namun justru mengakibatkan warna lebih cepat pudar, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk pewarnaan tersebut cukup lama.

"Dulu pernah menggunakan warna alami, tapi kekurangannya pertama cepat pudar, terus prosesnya pun lama. Ini membuat harganya menjadi sangat mahal dan kurang sesuai antara waktu yang dihabiskan, proses pewarnaan, tapi warna malah lebih cepat pudar," tutur Sally.

Oleh karena itu, batik yang ditemukan saat ini kebanyakan telah memakai warna sintetis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com