KOMPAS.com - Meski telah memasuki low season pascalibur lebaran 2022, namun harga tiket pesawat terpantau belum juga turun.
Berdasarkan pengamatan Kompas.com, Jumat (3/6/2022), di sejumlah online travel agent (OTA), tiket pesawat Jakarta-Singapura bulan Juni sudah menyentuh harga di atas Rp 2 juta sampai dengan Rp 4 juta.
Bahkan, harga tiket pesawat rute Jakarta-Singapura sekali jalan, Kamis (2/6/2022), bisa mencapai Rp 8,6 juta untuk kelas ekonomi, di berbagai maskapai, dilaporkan oleh Kompas.com.
Adapun pada April lalu, tiket pesawat rute sekali jalan Jakarta-Singapura bisa didapat seharga mulai Rp 900.000, dilansir dari Kompas.com, Jumat (8/4/2022).
Baca juga:
Lantas, kapan harga tiket pesawat kembali turun?
Director of Marketing and Business Development The Pacific Asia Travel Association (PATA) Indonesia, Agus Canny, mengatakan, dengan kondisi khusus saat ini, kemungkinan harga tiket pesawat akan terkoreksi saat high season (musim puncak) tiba, mulai bulan Oktober mendatang.
Hal ini lantaran kondisi demand (permintaan) yang terbatas, dengan supply (penawaran) terbatas pula.
"Dulu kalau demand-nya naik dan supply-nya dalam keadaan normal, kan harganya naik, begitu sebaliknya. Tapi, kondisi pasar saat ini 'terbatas', itu yang dilihat tur operator dan ini sudah terjadi," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/6/2022).
Ia mencontohkan, seperti harga tiket dari Jakarta-Amsterdam pergi-pulang (PP) bulan Juni hingga 2.000 euro (sekitar Rp 30,94 juta).
Sementara itu, untuk keberangkatan bulan Oktober sampai Desember nanti turun menjadi 1.200 euro (sekitar Rp 18,56 juta) sampai 1.300 euro (sekitar Rp 20,11 juta).
"Inilah kita lihat terjadinya peningkatan demand untuk high season, tapi dalam kondisi pasar terbatas, supply-nya terbatas," sambungnya.
Baca juga: Tiket Pesawat Mahal, Ini Solusi Menparekraf Sandiaga
Agus menjelaskan, keterbatasan supply dari maskapai disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk kejadian layoff (pemutusan hubungan kerja atau PHK) karyawan besar-besaran pada masa pandemi dua tahun belakangan.
"Supply terbatas ini penyebabnya banyak sekali, banyak yang layoff di maskapai dan bandara selama dua tahun terakhir," tutur dia.
Tak hanya itu, keterbatasan supply ini juga disebabkan oleh penarikan dan pemberhentian semua pesawat-pesawat leasing, atau pesawat sewaan maskapai.
"Mungkin sekitar 30 sampai 35 persen pesawat di tiap maskapai itu adalah pesawat pinjaman, sehingga saat pandemi, pasar tidak mencukupi, pesawat-pesawat leasing ini pun dilepas, karena tidak mencukupi biaya operasional," terangnya.
Baca juga:
Ia melanjutkan, armada berkurang, pesawat leasing dilepas, frekuensi penerbangan pun ikut berkurang, lalu terjadilah shortage supply, yaitu suatu keadaan saat tidak mampu memenuhi permintaan pasar.
"Ditambah lagi dengan kenaikan harga avtur, sempurna-lah shortage supply. Sekarang, kalau frekuensi penerbangannya terbatas, siapa yang mau meng-cover (menutupi) biaya penerbangan? Harganya tentu naik," tuturnya.
"Kalau marketnya udah kembali, supply dan demand-nya juga akan kembali, begitu hukumnya. Sedangkan supply saat ini terbatas, tidak pada posisi seimbang. Jadi, dengan meningkatkan frekuensi maka harga pun bisa terkoreksi," sambung Agus.
Baca juga: Pramugari Ternyata Tahu yang Dilakukan Penumpang di Toilet Pesawat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.