Seperti disampaikan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menjelaskan bahwa tujuan pergantian nama tersebut adalah untuk meningkatkan branding atau nilai merek negara tersebut.
Sementara itu, Presiden Recep Tayyip Erdogan menyatakan bahwa nama baru itu mengungkapkan budaya, peradaban, dan nilai-nilai bangsa Turki dengan cara terbaik.
Baca juga: Uniknya Pamukkale di Turki, Bagai Istana Kapas
Namun, pendapat lain disampaikan oleh Ketua Center for Economics and Foreign Policy Studies (EDAM) Istanbul, Sinan Ulgen. Mengutip CNN, Ia menuturkan nama Turkey dikaitkan dengan burung kalkun, yang merupakan burung besar simbol perayaan Thanksgiving di Amerika.
Dalam bahasa Inggris, burung kalkun disebut turkey atau wild turkey, serupa dengan nama internasional Turki, yaitu Turkey sebelum perubahan.
Ulgen mengungkapkan upaya perubahan nama ini bukan pertama kalinya di negara tersebut. Pada pertengahan 1980-an, pemerintahan Perdana Menteri Turgut Ozal pernah melakukan upaya serupa. Sayangnya, upaya itu tidak mendapatkan simpati rakyat.
Baca juga:
Setelah perubahan nama menjadi Turkiye mendapatkan restu dari PBB, maka mulai saat ini, organisasi internasional diwajibkan untuk menggunakan nama baru itu. Namun, Ulgen memperkirakan prosesnya butuh waktu bertahun-tahun.
“Kemungkinan akan memakan waktu bertahun-tahun bagi publik internasional yang lebih luas untuk beralih dari Turkey ke Turkiye,” ujarnya.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Francesco Siccardi, Manajer Senior di Lembaga Riset Carnegie Europe. Ia menduga ada motivasi politik di balik langkah tersebut.
Utamanya, masyarakat Turki akan menggelar pemilihan umum (pemilu) pada Juni 2023 mendatang. Padahal, negara tersebut tengah mengalami krisis ekonomi yang pelik.
Defisit perdagangan luar negeri Turki naik 98,5 persen secara tahunan (yoy) menjadi 6,11 miliar dolar AS pada April. Serupa, inflasi tahunan melonjak 73,5 persen bulan lalu, yang merupakan level tertinggi dalam 22 tahun terakhir.
Baca juga:
Siccardi mengatakan bahwa pada saat krisis, presiden cenderung menggunakan gerakan populis untuk mengalihkan perhatian dari masalah di dalam negeri.
"Nama baru akan mengalihkan perhatian domestik dari masalah yang lebih konkret dan mendesak. Selain itu, memberikan argumen baru bagi Presiden Erdogan, dalam kasus ini (pergantian nama) adalah negara Turki yang lebih kuat dan lebih tradisional," kata Siccardi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.