Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Perbedaan Hari Raya Galungan dan Kuningan? Ini Penjelasannya

Kompas.com - 08/06/2022, 16:06 WIB
Desi Intan Sari,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

Sumber Kompasiana

KOMPAS.com – Umat Hindu di Indonesia pada Rabu (8/6/2022) ini, tengah merayakan Hari Suci Galungan. 

Galungan diperingati setiap 210 hari sekali. Berselang 10 hari dari Hari Suci Galungan, umat Hindu kemudian memperingati Hari Raya Kuningan yang akan jatuh pada Sabtu (18/6/2022). 

Perhitungan perayaan Galungan dan Kuningan berdasarkan perhitungan kalender Bali, dan dalam setahun dirayakan sebanyak dua kali, dikutip dari laman Pemerintah Kabupaten Buleleng, Bali.

Meskipun berada dalam rangkaian yang sama, perayaan Galungan dan Kuningan punya sejumlah perbedaan, selain soal perbedaan hari perayaan. 

Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Bali I Gede Pitana mengatakan bahwa perbedaan pertama terletak dari inti Hari Suci Galungan dan Kuningan, dikutip dari Kompas.com, Selasa (15/9/2020). 

Baca juga:

Perbedaan Galungan dan Kuningan berdasarkan maknanya

Galungan, saat para dewa dan leluhur turun ke bumi

Pitana mengatakan bahwa Hari Suci Galungan adalah momen merayakan turunnya para dewa dan leluhur ke bumi untuk menemui keturunannya.

"Galungan itu dewa-dewa dan leluhur turun, semua atman-atman (roh) yang sudah suci akan turun dari surga menemui keturunannya di dunia," jelas Pitana.

Pada saat Galungan, umat Hindu juga akan bersembahyang ke pura yang ada di tempat tinggal masing-masing pada pagi hari.

Baca juga: 20 Ucapan Hari Suci Galungan dalam Bahasa Indonesia dan Bali 

Makna Galungan bagi umat Hindu sendiri adalah untuk merayakan kemenangan kebaikan atas kejahatan.

Saat hari suci tersebut dirayakan, banyak wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Bali, karena senang melihat banyak penjor. 

Penjor berjajar rapi di setiap rumah di Kota Denpasar. KOMPAS.com/SRI LESTARI Penjor berjajar rapi di setiap rumah di Kota Denpasar.

Penjor adalah sebuah hiasan dari bambu dan janur, yang umumnya dipasang di pinggir jalan saat Galungan.

Tidak hanya suka melihat penjor, wisman di Bali saat Galungan juga akan berdatangan ke pura untuk melihat proses upacara Galungan.  

Pitana menambahkan ada sejumlah aturan yang harus ditaati oleh wisman yang ingin melihat upacara Galungan.

"Mereka tetap boleh masuk ke pura, asalkan berpakaian sopan atau adat Bali. Kedua, kalau memotret jangan pakai flash. Lalu, perempuan tidak sedang haid," tuturnya. 

Baca juga: 5 Fakta Galungan, Bisa Datangkan Musibah jika Tak Dirayakan

Kuningan, saat para dewa dan leluhur kembali ke surga

Warga berdoa saat perayaan Hari Raya Kuningan di Pura Sakenan di Pulau Serangan, Bali, Sabtu (26/9/2020). Hari Raya Kuningan yang digelar beberapa hari setelah Galungan ini dimaksudkan untuk merayakan saat Dewa-dewa dan leluhur kembali ke surga setelah bertemu keturunannya.AFP/SONNY TUMBELAKA Warga berdoa saat perayaan Hari Raya Kuningan di Pura Sakenan di Pulau Serangan, Bali, Sabtu (26/9/2020). Hari Raya Kuningan yang digelar beberapa hari setelah Galungan ini dimaksudkan untuk merayakan saat Dewa-dewa dan leluhur kembali ke surga setelah bertemu keturunannya.

Pada 10 hari dari Hari Suci Galungan, umat Hindu akan merayakan Hari Raya Kuningan, yang digelar untuk merayakan kembalinya para dewa dan leluhur ke surga, setelah bertemu keturunannya. 

"Kalau Kuningan, dewa-dewa leluhur kembali ke surga. Puncaknya tetap di Galungan. Kuningan itu mereka sudah kembali," jelas Pitana. 

Lantaran masih satu rangkaian, umumnya umat Hindu akan mengucapkan Selamat Hari Suci Galungan dan Hari Raya Kuningan secara bersamaan pada saat perayaan Galungan. 

Walaupun kebanyakan masyarakat akan menggabungkan dua perayaan tersebut jadi satu ucapan, Pitana lebih memilih untuk memisahkannya. 

"Kalau saya lebih sering memisahkannya, karena jarak 10 hari. Sekarang kita sebutkan Selamat Galungan, 10 hari kemudian kita sebutkan Selamat Hari Raya Kuningan, seperti itu," katanya.

Adapun Hari Raya Kuningan biasanya tak dirayakan dengan meriah oleh umat Hindu di Bali, karena acara puncaknya ada saat perayaan Galungan. 

Jadi, umat Hindu di Bali cenderung merayakan Kuningan secara sederhana, tak semeriah ketika Galungan.  

"Kuningan itu kecil. Biasalah, misalnya seperti kita upacara di kantor, dibuka oleh menteri, ditutup pak lurah, misalnya. Jadi pembukaannya besar, penutupannya sekadarnya saja," ujar Pitana.

Baca juga: 15 Wisata Ubud Bali dan Sekitarnya, Kaya Akan Budaya dan Alam

Perbedaan Galungan dan Kuningan berdasarkan upacaranya

Umat Hindu bersembahyang saat Hari Raya Galungan di Pura Aditya Jaya, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (14/4/2021). Hari raya Galungan merupakan Hari Raya Suci Agama Hindu yang jatuh setiap 6 bulan sekali, persembahyangan hari raya galungan disalah satu pura terbesar di Jakarta ini tetap berjalan dengan khidmat dengan protokol kesehatan yang ketat.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Umat Hindu bersembahyang saat Hari Raya Galungan di Pura Aditya Jaya, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (14/4/2021). Hari raya Galungan merupakan Hari Raya Suci Agama Hindu yang jatuh setiap 6 bulan sekali, persembahyangan hari raya galungan disalah satu pura terbesar di Jakarta ini tetap berjalan dengan khidmat dengan protokol kesehatan yang ketat.

Selain makna dan tujuan, tata cara pelaksanaan perayaan Galungan dan Kuningan juga berbeda.

Dilansir dari Kompasiana.com, Jumat (19/11/2021), untuk Hari Suci Galungan, persembahyangan bisa dilakukan pada pagi hingga sore hari di pura atau merajan (tempat suci) mana pun.

Adapun untuk perayaan Kuningan, persembahyangan hanya bisa dilakukan saat pagi hari hingga siang pukul 12.00 waktu setempat.

Alasannya adalah karena setelah pukul 12.00 siang, para dewa dan leluhur sudah kembali ke surga setelah bertemu dengan keturunannya di bumi.

Baca juga: 6 Wisata di Ubud yang Cocok untuk Self Healing

Perbedaan Galungan dan Kuningan berdasarkan sajennya

Tak hanya persembahyangannya saja yang berbeda, sajen atau banten untuk Galungan dan Kuningan juga tidak sama.

Sesajen untuk Hari Suci Galungan bernama soda. Soda adalah sebuah persembahan yang diletakkan di atas tamas atau alas, isinya ada tumpeng atau nasi yang dibentuk bundar dan sedikit pipih.

Kemudian, diisi juga dengan jajanan khas Bali dari jaja (jajanan) uli dan jaja gina, buah-buahan, rerasmen (kacang, saur, telur, sambal), sampian soda, serta canang.

Persembahan itu sering dibuat umat Hindu untuk upacara keagamaan atau perayaan hari besar dan suci lainnya.

Pada Hari Raya Kuningan juga ada sesajen soda yang dibuat. Bedanya adalah soda saat perayaan Kuningan diisi dengan sulanggi atau wadah yang dipakai untuk meletakkan nasi kuning, bahannya terbuat dari slepan (daun kelapa).

Makna nasi kuning pada Hari Raya Kuningan adalah sebagai lambang kemakmuran yang dihaturkan oleh umat Hindu kepada Sang Pencipta sebagai tanda terima kasih atau "Suksmaning Idep".

Ucapan rasa syukur juga disampaikan lewat sesajen tersebut, karena manusia sudah diberi anugerah dari Ida Sang Hyang Widhi berupa bahan sandang dan pangan.

Baca juga: Itinerary 1 Hari Wisata di Ubud, dari Wisata Alam hingga Kekinian

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Kompasiana
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com