Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Jakarta, dari Sunda Kelapa hingga Jadi Ibu Kota Negara

Kompas.com - 17/06/2022, 16:06 WIB
Ulfa Arieza

Penulis

KOMPAS.com - DKI Jakarta akan merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-495 pada 22 Juni 2022 mendatang. Sebelum resmi menjadi ibu kota negara, Jakarta memiliki sejarah panjang. 

Berbagai literatur menunjukkan, ibu kota berganti nama beberapa kali. Mulanya, Jakarta bernama Sunda Kelapa sebelum akhirnya berganti menjadi Jayakarta, Batavia, dan Djakarta Tokubetsu Shi. 

Berikut sejarah singkat Jakarta seperti dihimpun oleh Kompas.com

Baca juga: Ulang Tahun Jakarta 2022 Tanggal Berapa? Simak Sejarahnya 

Pemandangan Monumen Nasional (Monas) dari lantai 24 di Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2017). Perpustakaan Nasional dengan total 24 lantai dan tiga ruang bawah tanah merupakan gedung perpustakaan tertinggi di dunia. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNGKOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Pemandangan Monumen Nasional (Monas) dari lantai 24 di Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2017). Perpustakaan Nasional dengan total 24 lantai dan tiga ruang bawah tanah merupakan gedung perpustakaan tertinggi di dunia. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Sunda Kelapa 

Antara periode 397-1527, Jakarta masih bernama Sunda Kelapa, mengutip dari Kompas.com (23/6/2021).

Edi Sedyawati, dkk (1987) dalam Sejarah Kota Jakarta 1950-1980 mengatakan, Sunda Kelapa atau Sunda Kalapa merupakan kota pelabuhan yang kemudian berkembang menjadi kota pusat perdagangan, terutama hubungan dagang dengan orang-orang asing. Mulanya, Sunda Kelapa berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. 

Pelabuhan ini merupakan pusat ekspor berbagai produk produk perdagangan ke Malaka, antara lain lada, beras, asam, emas, sayuran, buah-buahan, sapi, kambing, dan sebagainya. 

Baca juga: Wisata Monas Jakarta Akan Dibuka Minggu Ini

Kondisi tersebut, memikat pemimpin Portugis yang berpangkalan di Malaka untuk menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Pajajaran. Tujuannya, agar mendapatkan izin membangun benteng di Sunda Kelapa. 

Kerajaan Pajajaran memberikan izin pada 21 Agustus 1522, ditandai dengan pendirian sebuah batu berinskripsi. Sayangnya, sebelum benteng Portugis berdiri, Sunda Kelapa lebih dulu direbut oleh Pangeran Fatahillah dari Kesultanan Demak pada 1527. 

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Baca juga: Mengapa 22 Juni Ditetapkan Sebagai HUT Jakarta?

Dengan demikian, Sunda Kelapa beralih dari kekuasaan Pajajaran yang bercorak Hindu ke Kesultanan Demak yang bercorak Islam. Peralihan tersebut diawali dengan penaklukan Angkatan Laut Portugis di Teluk Jakarta oleh armada yang dipimpin Fatahillah. 

Dengan kemenangan itu, maka nama Sunda Kelapa berganti menjadi Jayakarta. Kejadian ini diperkirakan berlangsung pada 22 Juni 1527. Saat ini, tanggal tersebut diperingati sebagai hari ulang tahun Jakarta

“Dengan kemenangan itu maka Sunda Kalapa diganti nama menjadi Jayakarta, dan ini diperkirakan terjadi pada tanggal 22 Juni 1527, tanggal yang kini dianggap tanggal kelahiran kota Jakarta,” tulis Surjomihardjo (1977) dikutip dari Edi Sedyawati, dkk (1987) dalam Sejarah Kota Jakarta 1950-1980. 

Ilustrasi ondel-ondel. Ikon budaya Betawi ini kerap muncul pada perhelatan seperti Jakarta Fair atau Pekan Raya Jakarta.DOK. SHUTTERSTOCK Ilustrasi ondel-ondel. Ikon budaya Betawi ini kerap muncul pada perhelatan seperti Jakarta Fair atau Pekan Raya Jakarta.

Jayakarta 

Sedyawati, dkk. mengatakan, nama Jayakarta digunakan selama periode 1527 dan 1619. Bersama dengan Banten, Jayakarta berkembang menjadi kota perdagangan. 

Jayakarta menjadi tempat menghimpun hasil bumi dan berbagai produk dagang lainnya dari sejumlah wilayah. Kemudian, saudagar asing datang dengan kapal mereka untuk membeli produk perdagangan tersebut. 

Sayangnya, Jayakarta harus beralih ke tangan Belanda pada 1619. Sejak saat itu, nama Jayakarta berubah menjadi Batavia. 

Baca juga: 6 Fakta Jakarta Fair, Dulunya Bukan di Kemayoran

Kawasan Kota Tua pada hari kedua libur Lebaran, Selasa (3/5/2022).KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN Kawasan Kota Tua pada hari kedua libur Lebaran, Selasa (3/5/2022).

Batavia  

Pada 1602, Belanda membentuk serikat dagang bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Tujuannya adalah mengembangkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. 

Permusuhan Belanda dengan Banten, menyebabkan Belanda memindahkan kantor VOC dari Banten ke Jayakarta. Pemindahan tersebut diperkirakan terjadi pada 1619. 

Sejalan dengan itu, VOC mulai menguasai Jayakarta. Lantas, Belanda mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia.  

“Orang Belanda mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia, dan sejak itu dijadikannya pusat kekuasaan Belanda di Indonesia,” tulis Surjomihardjo (1977) dikutip dari Edi Sedyawati, dkk (1987) dalam Sejarah Kota Jakarta 1950-1980. 

Baca juga: 4 Atraksi Wisata di Pelabuhan Sunda Kelapa

 

Gedung Kantor Pos Indonesia di Jakarta, atau Batavia, pada zaman dahulu.https://www.bumn.info / TROPENMUSEUM Gedung Kantor Pos Indonesia di Jakarta, atau Batavia, pada zaman dahulu.

Sedyawati, dkk. menuturkan, pejabat Belanda yang memerintah saat itu adalah Jan Pieterszoon Coen alias JP. Coen. Dengan wewenangnya, Coen memutuskan bahwa VOC di Batavia menjadi pusat pertemuan kapal-kapal kolonial yang berlayar di Nusantara. 

Berdasarkan informasi dari laman Jakarta.go.id Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Pemprov DKI Jakarta, nama Batavia digunakan lebih dari tiga abad. Mulai dari 1619, sumber lain mengatakan 1621, hingga 1942.

Baca juga: Itinerary Seharian di Kota Tua Jakarta, dari Sunda Kelapa ke Museum Fatahillah

Batavia dibangun nyaris menyerupai kota-kota di Belanda, yaitu dalam bentuk blok yang masing-masing dipisahkan oleh kanal. Setiap blok dilindungi oleh dinding sebagai benteng, serta parit. 

Selesai dibangun pada 1650, Batavia adalah tempat tinggal bangsa Eropa. Sementara bangsa Jawa, China, dan penduduk pribumi lainnya dipindahkan ke tempat lain. 

Kendaraan melintas di jalan tol di kawasan Cawang, Jakarta Selatan, Sabtu (3/10/2020). Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta untuk mengendalikan penularan Covid-19 telah memasuki pekan ketiga.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Kendaraan melintas di jalan tol di kawasan Cawang, Jakarta Selatan, Sabtu (3/10/2020). Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta untuk mengendalikan penularan Covid-19 telah memasuki pekan ketiga.

Djakarta Tokubetsu Shi

Setelah Indonesia jatuh ke tangan Jepang, Pemerintah Jepang mengganti nama Batavia menjadi Djakarta, yang merupakan akronim dari Djajakarta. Pergantian nama itu terjadi pada 1942. 

Hal ini sejalan dengan kebijakan de-Nederlandisasi oleh Pemerintah Jepang. 

Menurut Lasmijah Hardi dalam Jakartaku, Jakartamu, Jakarta Kita (1987), dilansir dari  Jakarta.go.id, pergantian nama itu bertepatan dengan perayaan Hari Perang Asia Timur Raya, pada 8 Desember 1942. Nama lengkapnya adalah Jakarta Tokubetsu Shi.

Baca juga: Pesona Kota Tua Jakarta yang Mulai Hidup di Tengah Pandemi

Jakarta 

Pergantian nama kembali terjadi setelah Jepang kalah pada Perang Dunia II. Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, nama Jakarta tetap dipakai, namun meninggalkan nama Jepang Tokubetsu Shi. 

Selain itu, Jakarta juga ditetapkan sebagai ibu kota negara. Guna meninggalkan warisan kolonial, Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu yang menjabat sebagai Menteri Penerangan Republik Indonesia Serikat (RIS) menegaskan, sejak 30 Desember 1949 tak ada lagi sebutan Batavia. 

Sore di Lapangan Banteng.KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA Sore di Lapangan Banteng.

Baca juga: Ini Asal-usul Nama Glodok dan Pancoran di Jakarta

Pemberian nama Jakarta ini kembali dikukuhkan pada 22 Juni 1956 oleh Wali Kota Jakarta Sudiro yang memimpin pada 1953-1960. Selain itu, Sudiro juga menetapkan 22 Juni 1927 sebagai hari lahir Jakarta. 

Penetapan hari lahir Jakarta tersebut, didasarkan pada peristiwa kemenangan Fatahillah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527. Hingga kini, setiap 22 Juni diperingati sebagai hari ulang tahun Jakarta. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com