Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Petani Kota Tanam Cabai dan Sayuran Lain di Atap Rumah

Kompas.com - 20/06/2022, 14:08 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kampung Gemblakan Atas, Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan merupakan pemukiman padat penduduk. Lokasi ini tak jauh dari pusat Kota Yogyakarta, yakni Malioboro, kurang lebih hanya 500 meter.

Kampung ini juga berada dekat dengan aliran Sungai Code.

Baca juga: 15 Hotel Dekat Malioboro, Instagramable dan Nyaman buat Nginap

Terbatasnya lahan karena berada di tengah pemukiman padat penduduk tak membuat Daliman berhenti menyalurkan kesenangannya untuk bercocok tanam.

Rumah dengan luas tanah lebih kurang 160 meter persegi digunakannya untuk membangun dua lantai. Lantai dua dibuat dengan menggunakan lantai cor dan atap terbuka.

Di sana, Daliman menanam berbagai jenis tanaman, seperti tanaman cabai, terong, tomat, jamur tiram, bunga air mata pengantin, jambu, anggur dan masih banyak tanaman lainnya.

Baca juga: 5 Wisata di Yogyakarta yang Pas Dikunjungi Saat Musim Hujan

Tanaman-tanaman tersebut ditanam dalam botol bekas air mineral berukuran besar yang di dalamnya diisi tanah pupuk kompos dan sekam.

Untuk tanaman-tanaman besar, seperti jambu, Daliman menggunakan drum plastik berwarna biru sebagai tempat media tanamnya.

Lantai dua rumahnya dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, berisi tanaman cabai, terong, dan bunga air mata pengantin. Pada bagian tengah ditutup menggunakan semacam plastik berwarna hitam untuk budidaya jamur tiram, sementara bagian ketiga ada beberapa kandang untuk burung.

Daliman bercerita, dia memulai menanam cabai sejak tujuh tahun lalu karena memiliki hobi menanam. Saat itu, harga cabai juga sedang tinggi, sehingga ia mencoba menanam cabai hingga kini bisa menjualnya di warung milik saudaranya di desa.

"Kalau harganya lagi naik seperri sekarang lumayan, setengah kilogram bisa Rp 50.000," katanya ditemui di rumahnya, Senin (20/06/2022).

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Ia berharap, hobi yang dilakukannya dapat turut memotivasi warga yang bertempat tinggal di desa untuk menanam cabai. Mengingat lahan di desa cenderung lebih luas jika dibandingkan dengan lahan di perkotaan.

"Saya jual hasilnya ke warung saudara saya yang ada di desa. Untuk motivasi, orang kota saja bisa menanam cabai. Masa yang di desa dengan lahan luas tidak tanam cabai," ucapnya.

Baca juga: 9 Tempat Wisata di Yogyakarta yang Instagramable, Tebing hingga Pantai

Setelah sukses menanam cabai, Daliman mencoba menanam berbagai macam tanaman lain. Menurutnya, praktik langsung dapat membuatnya memahami lebih dalam masalah pertanian.

Selain cabai, ia juga menanam bunga air mata pengantin, tanaman merambat dengan bunga berwarna merah muda yang menjadi makanan kesukaan lebah. Daliman sedang belajar menjadi petani madu lanceng.

"Belum banyak madunya, ada dua sarang di sini kemarin sudah mencicipi madu lanceng," katanya.

Daliman saat memanen cabai dan jamir tiram di atap rumahnya di Danurejan, Kota Yogyakarta, Senin (20/6/2022)KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO Daliman saat memanen cabai dan jamir tiram di atap rumahnya di Danurejan, Kota Yogyakarta, Senin (20/6/2022)

Sempat menemui kegagalan

Daliman juga pernah mengalami kegagalan dalam perjalanannya menekuni hobi menanam, yakni saat mencoba menanam anggrek dan budi daya burung kicau jenis cucak rowo.

Karena hasil kurang maksimal, ia pun menjual burung tersebut dan lahan bekasnya akan digunakan untuk menanam jamur tiram.

Baca juga: 7 Wisata Malam Yogyakarta, Cocok untuk Nongkrong dan Berburu Foto

Saat ini ia memiliki sekitar 3.000 baglog (media tanam jamur tiram) yang dibagi menjadi dua lokasi, di rumahnya di Danurejan dan di Bantul.

Seperti tananaman cabai, jamur tiram yang ia budi daya saat ini sudah menunjukkan hasil. Setiap tiga hari sekali, ia menyuplai jamur tiram ke restoran yang ada di Bantul.

"Sekarang tiga hari sekali panen diambil restoran di Bantul. Kalau per kilogram saya jual Rp 15.000," kata dia.

Pria berusia setengah abad ini menjadi salah satu orang yang mematahkan anggapan bahwa bertani hanya bisa dilakukan di tanah yang luas, ia membuktikan bahwa bertani dengan lahan terbatas juga dapat dilakukan dan menghasilkan.

Baca juga: Desa Wisata Nglanggeran di Yogyakarta Dijadikan Foto Perangko

"Intinya itu harus fokus, telaten, dan benar-benar suka menanam. Tidak hanya menanam tanaman yang sedang booming, kalau enggak fokus dan telaten enggak bakal bisa," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com