Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

Masakan, Menguatkan Raga dan Membersihkan Jiwa

Kompas.com - 25/06/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Makanan hewani juga tidak perlu diperoleh dengan cara berburu. Mereka sudah mulai memelihara hewan untuk konsumsi. Masyarakat pada fase ini disebut Society 2.0.

Setelah melalui dua fase, dan sekarang di era menuju Society 5.0, kita bisa menemukan berbagai macam makanan.

Orang dapat menikmati bukan hanya makanan yang dihasilkan oleh alam saja, melainkan makanan artifisial pun sudah banyak tersedia.

Cara memasak makanan sudah banyak berubah. Menurut pendapat Richard Wrangham, pakar antropologi dari Universitas Harvard, cara memasak sudah mengalami revolusi besar dibandingkan era terdahulu.

Hal positif yang kita rasakan akibat revolusi cara memasak adalah, orang mengonsumsi makanan lebih banyak, sekaligus juga kadar kalori lebih tinggi.

Contohnya, dahulu terigu hanya diolah menjadi roti tawar. Mungkin dengan sedikit inovasi, ada yang memasukkan kismis sebagai tambahan.

Akan tetapi saat ini, terigu bisa berubah menjadi tiramisu, black forest, dan kue lain yang bukan saja menarik untuk dilihat. Rasanya pun tidak diragukan lagi.

Dibalik bentuk menarik dan rasa yang membuat bergoyang lidah, akibat tambahan beberapa bahan lain, maka makanan (kue) yang telah saya sebut di atas mempunyai kandungan kalori lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar.

Jika orang mengonsumsi makanan dengan kandungan kalori tinggi secara berlebihan, ditambah kurang berolah raga, maka dapat memicu timbulnya berbagai macam penyakit. Inilah salah satu sisi negatif dari revolusi yang terjadi pada cara memasak.

Meskipun ada perbedaan antara sisi positif dan negatif dari revolusi cara memasak, namun satu hal yang pasti adalah makanan bisa menguatkan raga.

Artinya, makanan adalah sumber esensial untuk memperoleh tenaga, supaya orang dapat melakukan berbagai macam aktivitas.

Kemudian pertanyaannya adalah, apakah makanan bisa membersihkan jiwa? Apakah makanan dapat membuat jiwa menjadi tenang?

Jawaban atas pertanyaan bisa ditemukan pada masakan Jepang bernama shoujin-ryouri. Sebagai catatan, makanan ini biasa dimakan oleh para biksu untuk mengikuti ajaran Sang Buddha.

Menu makanan shoujin-ryouri biasa disebut soshoku karena komposisinya sederhana. Yaitu hanya terdiri dari nasi (gohan), sup (misoshiru) dan acar (tsukemono). Semua jenis daging hewan dan ikan tidak boleh digunakan.

Bumbu masakan juga sederhana, dan tidak boleh memakai bumbu yang mempunyai bau menyengat (gokun) seperti bawang (termasuk daunnya).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com