Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

Masakan, Menguatkan Raga dan Membersihkan Jiwa

Kompas.com - 25/06/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASAKAN memang sesuatu yang populer, dan bukan melulu dinikmati melalui indra perasa.

Sebelum menulis lebih jauh, sedikit catatan kecil bahwa di sini saya tidak membedakan antara masakan dan makanan. Alasannya simpel, sebab keduanya adalah sama-sama sesuatu yang dapat kita makan.

Baik kita lanjutkan. Apakah buktinya makanan itu populer, dan tidak hanya dinikmati menggunakan indra perasa?

Kita tahu ada banyak hasil karya seni, mulai dari lukisan, foto, film, lagu dan lainnya bertema masakan.

Misalnya lukisan Annibale Carracci yang menggambarkan orang makan kacang-kacangan. Fotografer (khususnya food fotografer) seperti Leslie Grow, menerbitkan buku berisi kumpulan foto makanan.

Anda mungkin pernah menyaksikan film "No reservations", atau yang lebih lawas "Soul Food".

Kalau lagu, saya menemukan banyak sekali lagu Jepang bertema makanan. Misalnya lagu "Pan wo yaku" (membakar/membuat roti) yang dinyanyikan Yamazaki Masayoshi, kemudian Matsu Takako menyanyikan lagu "Karai kari" (Kari pedas).

Sedikit intermeso tentang lagu Jepang yang sudah mendunia, yaitu "Sukiyaki", sebenarnya isi lagu tidak ada hubungannya dengan makanan sukiyaki.

Judul asli lagu bahasa Jepang "Ue wo muite arukou" terlalu panjang, sehingga sukar diingat oleh orang asing. Untuk mengatasinya, diberilah judul "Sukiyaki" ketika lagu dirilis di luar Jepang.

Berdasarkan contoh di atas, melalui berbagai macam media dan penyajian berbeda, maka orang bisa menikmati makanan bukan hanya dengan indra perasa saja. Kita bisa menggunakan pancaindra untuk menikmatinya.

Jika merunut sejarah, sejak zaman batu manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup utama, yaitu makan. Aktivitas pada zaman itu membutuhkan tenaga lumayan banyak, karena berbagai alasan.

Misalnya, saat itu belum ada gojek maupun KRL/MRT. Sehingga orang harus berjalan kaki ketika pindah dari satu tempat ke tempat lain.

Ini tentu membutuhkan energi yang tidak sedikit. Sebagian besar kebutuhan energi ini, diperoleh dari makanan.

Orang pada zaman tersebut mencari makanan dengan cara berburu. Alat yang digunakan sederhana (seadanya) saja. Masyarakat dengan pola hidup seperti ini biasa disebut Society 1.0.

Kemudian manusia berangsur-angsur menetap dan pola kehidupan pun berubah. Mereka mulai bercocok tanam sehingga makanan nabati umpamanya jagung maupun gandum, diperoleh dari hasil menanam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com