Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/07/2022, 08:40 WIB
Markus Makur,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

LABUAN BAJO, KOMPAS.com - Ketua Asosiasi Tour Travel Indonesia (Astindo) Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ignasius Suradin, dan Sekretaris Astindo, Ignasius Fendy, menolak wacana kenaikan biaya masuk Taman Nasional Komodo.

Sebagai informasi, baru-baru ini ramai diberitakan rencana biaya konservasi Taman Nasional Komodo sebesar Rp 3,75 juta per orang selama satu tahun, sebagai kompensasi atas hilangnya nilai jasa ekosistem taman nasional itu.

Biaya tersebut rencananya akan diterapkan mulai 1 Agustus 2022, dengan sistem kolektif sebesar Rp 15 juta per empat orang, di beberapa pulau yakni Pulau Komodo, Pulau Padar, dan kawasan perairan sekitarnya.

Baca juga:

Menurut pihak Astindo, pariwisata Labuan Bajo belum pulih akibat pandemi Covid-19 selama dua tahun, sehingga membutuhkan waktu untuk memulihkan ekonomi masyarakat. Terutama masyarakat pariwisata yang cukup terdampak secara langsung dan tidak langsung.

Kemudian, lanjut keduanya, wacana kenaikan biaya masuk dinilai bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Pusat yang sedang berupaya memulihkan ekonomi nasional, sekaligus meningkatkan kunjungan wisata termasuk wisata dalam negeri.

Tidak hanya itu, wacana kenaikan biaya masuk dikhawatirkan akan berdampak terhadap menurunnya jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo. Hal tersebut tentu berdampak pula terhadap penyerapan tenaga kerja dan distribusi ekonomi yang semakin membaik dalam enam bulan terakhir.

Keduanya juga menilai, pernyataan kunjungan wisatawan yang berperan merusak ekosistem dan konservasi di Taman Nasional Komodo sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.

Adapun rata-rata wisatawan yang berkunjung ke Pulau Komodo melakukan short trekking dengan jangkauan paling jauh dua kilometer (round trip) di jalur trekking yang sudah dibuat oleh pihak Taman Nasional Komodo, yakni di zona pemanfaatan pariwisata dan bukan zona inti, sehingga dinilai tidak merusak ekosistem di dalam kawasan.

Berdasarkan penelitian di Pulau Komodo, tambahnya, terdapat 1.500-2.500 ekor komodo yang hidup di kawasan seluas hampir 30.000 kilometer persegi.

Dengan wilayah Pulau Komodo yang luas dan zona pemanfaatan pariwisata yang begitu kecil, maka keduanya menilai cukup aneh jika ekosistem maupun konservasi menjadi terganggu karena kunjungan wisatawan.

Baca juga: Asita NTT: Rencana Masuk TN Komodo Rp 3,75 Juta Perlu Dijelaskan Lebih Rinci

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Selain itu, lama kunjungan wisatawan hanya kurang lebih dua jam dan aktivitas yang dilakukan sangat terbatas dan di zona yang sudah disiapkan oleh pengelola, maka mereka menilai alasan terganggunya ekosistem dan konservasi terlalu mengada-ada.

Di zona pemanfaatan, terutama di Loh Liang, wisatawan hanya melihat rata-rata dua sampai empat ekor komodo, dan terjadi selama bertahun-tahun. Hal itu bukan karena rusaknya ekosistem, tetapi karena luasnya habitat komodo.

"Astindo Labuan Bajo mengimbau para pihak yang menjahit isu-isu yang kontraproduktif dengan semangat pemulihan ekonomi lokal dan nasional, semangat berwisata dalam negeri, agar dihentikan. Kami mendorong agar penetapan tarif masuk Taman Nasional Komodo sesuai undang-undang yang berlaku sebagaimana taman nasional lain di seluruh Indonesia. Kami menolak keras wacana kenaikan tiket masuk TN Komodo," jelas keduanya kepada KOMPAS.com melalui sambungan telepon, Kamis, (30/6/2022).

Baca juga: Soal Masuk TN Komodo Rp 3,75 Juta, Pelaku Pariwisata Lokal Inginkan Sosialisasi Menyeluruh

Suradin menambahkan, Astindo juga mendorong agar pengelolaan Taman Nasional Komodo tidak diserahkan kepada pihak ketiga, entah individu, kelompok, atau badan usaha tertentu karena berpotensi menciptakan monopoli bisnis.

Taman Nasional Komodo, ujarnya, adalah aset masyarakat, bangsa, dan negara yang harus dijaga dan diatur sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. 

Biaya konservasi Taman Nasional Komodo berdasarkan kajian

Ilustrasi komodo di Taman Nasional Komodo.WIKIMEDIA COMMONS/YULISEPERI2020 Ilustrasi komodo di Taman Nasional Komodo.

Dilansir dari Kompas.com, Rabu (29/6/2022), naiknya aktivitas wisata di Taman Nasional Komodo sejak tahun 2010 menyebabkan hilangnya nilai jasa ekosistem, menurut kajian Daya Dukung Daya Tampung Taman Nasional Komodo yang dilakukan oleh sejumlah ahli.

"Dari data yang ada, ternyata nilai jasa ekosistem Pulau Komodo ini cukup tinggi, kurang lebih hampir Rp 23 triliun di tahun 2045. Kalau kunjungan tidak dibatasi dan melebihi kapasitas yang ditentukan, 292.000 orang, maka nilai jasa ekosistem yang hilang bisa mencapai (Rp) 11 triliun," kata Kepala Kajian Daya Dukung Daya Tampung Taman Nasional Komodo, Irman Firmansyah, Senin (27/6/2022).

Baca juga: Kenapa Biaya Konservasi Taman Nasional Komodo Capai Rp 5,8 Juta Per Tahun?

Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperoleh perhitungan biaya konservasi sebesar Rp 2.943.730 hingga Rp 5.887.459 per tahun. Adapun biaya konservasi yang rencananya akan ditetapkan sebesar Rp 3,75 juta per orang selama periode satu tahun.

Biaya tersebut nantinya akan digunakan untuk beragam kegiatan konservasi, di antaranya penanaman pohon sebagai tempat berlindung bayi-bayi komodo dari komodo dewasa, serta transplantasi terumbu karang.

"Dengan mempertimbangkan biaya konservasi, (biaya) Rp 3,75 juta per orang untuk periode satu tahun, dan untuk kuota kunjungan ke TNK akan dibatasi 200.000 orang per tahun," tutur  Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi Taman Nasional Komodo Carolina Noge, Senin.

Baca juga: Kunjungan Wisata Pengaruhi Perilaku dan Berat Badan Komodo

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

11 Aturan Main ke Rumah Hantu Solo, Dilarang Bawa Makanan dan Minuman

11 Aturan Main ke Rumah Hantu Solo, Dilarang Bawa Makanan dan Minuman

Travel Tips
Penerbangan di Bali Akan Ditambah Jelang Libur Natal dan Tahun Baru 2024

Penerbangan di Bali Akan Ditambah Jelang Libur Natal dan Tahun Baru 2024

Travel Update
Thailand Akan Rayakan Songkran Sebulan untuk Gaet Turis Asing

Thailand Akan Rayakan Songkran Sebulan untuk Gaet Turis Asing

Travel Update
5 Tips Main ke Rumah Hantu Solo, Jangan Pakai Sandal 

5 Tips Main ke Rumah Hantu Solo, Jangan Pakai Sandal 

Travel Tips
Catat, Garuda Indonesia Umrah Travel Fair 2023 Digelar 8-10 Desember

Catat, Garuda Indonesia Umrah Travel Fair 2023 Digelar 8-10 Desember

Travel Update
AP II Prediksi Jumlah Penumpang Pesawat Naik 8 Persen Saat Nataru

AP II Prediksi Jumlah Penumpang Pesawat Naik 8 Persen Saat Nataru

Travel Update
Februari 2024, Wahana Demon Slayer Hadir Lagi di Universal Studios Japan

Februari 2024, Wahana Demon Slayer Hadir Lagi di Universal Studios Japan

Travel Update
Tempat Baru untuk Ajukan Visa Inggris di Jakarta, Bisa ke Hotel Ini

Tempat Baru untuk Ajukan Visa Inggris di Jakarta, Bisa ke Hotel Ini

Hotel Story
Harga Tiket dan Jam Buka Rumah Hantu Lawang Sukmo dan Zombieverse Solo

Harga Tiket dan Jam Buka Rumah Hantu Lawang Sukmo dan Zombieverse Solo

Jalan Jalan
7 Tempat Wisata untuk Rayakan Tahun Baru 2024 di Jakarta

7 Tempat Wisata untuk Rayakan Tahun Baru 2024 di Jakarta

Jalan Jalan
Langkah THE 1O1 Hotels & Resorts Semakin Serius Jadi Green Hotel

Langkah THE 1O1 Hotels & Resorts Semakin Serius Jadi Green Hotel

Hotel Story
Turis Malaysia Masih Dominasi Kunjungan ke Aceh pada Oktober 2023

Turis Malaysia Masih Dominasi Kunjungan ke Aceh pada Oktober 2023

Travel Update
Libur Akhir Tahun, Gunungkidul Targetkan PAD Rp 2,5 Miliar

Libur Akhir Tahun, Gunungkidul Targetkan PAD Rp 2,5 Miliar

Travel Update
Hotel Angker di Solo Jadi Rumah Hantu Terbesar di Indonesia 

Hotel Angker di Solo Jadi Rumah Hantu Terbesar di Indonesia 

Jalan Jalan
Kabupaten Semarang Punya Banyak Potensi Wisata, tapi Belum Dioptimalkan

Kabupaten Semarang Punya Banyak Potensi Wisata, tapi Belum Dioptimalkan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com