Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sari Lenggogeni
Dosen

Direktur Eksekutif Tourism Development Center Universitas Andalas

Pemulihan Ekonomi Pariwisata

Kompas.com - 07/07/2022, 13:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANDEMI Covid-19 memberi banyak pelajaran pada kita, terutama jika dikaitkan dengan sektor pariwisata yang sedang digalakan oleh pemerintah.

Pandemi membuat sektor pariwisata mendadak redup karena pemerintah harus memberikan prioritas pada kebijakan-kebijakan yang berlawanan dengan logika pariwisata.

Atas nama protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran virus Covid-19, mobilitas masyarakat harus dibatasi. Sementara itu, sektor pariwisata sangat bergantung pada kebijakan pro-mobilitas.

Untuk itu, pemerintah juga harus belajar banyak dari bencana pandemi ini, terutama terkait ambisi sektor pariwisata.

Pandemi memberikan pesan secara jelas bahwa sektor pariwisata, dengan segala kemilau ekonominya, juga memiliki kelemahan yang justru sangat merugikan jika tidak dipahami dengan benar.

Sektor pariwisata sangat bergantung pada waktu (season) dan mobilitas masyarakat, baik secara lokal, nasional, maupun global.

Artinya, sektor pariwisata yang sangat ditentukan oleh tingkat kunjungan wisatawan bisa mendadak mati suri karena pembatasan pergerakan penduduk yang diterapkan pemerintah atau atas keputusan otonom masyarakat.

Dengan kata lain, setelah pandemik berlangsung kurang lebih dua tahun, semuanya menjadi jelas bahwa sektor pariwisata yang digadang-gadang oleh pemerintah sebagai sektor masa depan justru terdisrupsi sedemikian rupa.

Fokus pemulihan ekonomi

Namun sepanjang tahun 2021, secara sektoral pemerintah nampaknya salah fokus. Pemerintah, sebagaimana pernah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, di saat pandemi sektor pariwisata harus diselamatkan dan digenjot lebih masif lagi.

Padahal sektor pariwisata hanya bisa diandalkan saat kondisi ekonomi normal dan pendapatan masyarakat untuk kebutuhan dasar tidak terancam oleh ketidakpastian hari esok.

Faktanya di saat pandemi, masyarakat justru sedang fokus pada pendapatan dan pengamanan pemasukan untuk menjamin kepastian kebutuhan dasar, bukan untuk "leisure."

Sementara di sisi lain, tingkat ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi membuat kelas menengah menahan diri untuk mengonsumsi produk-produk berjenis "leisure."

Dengan fakta itu, pemerintah semestinya tidak meletakan sektor pariwisata sebagai sektor prioritas penyelamatan, tapi memikirkan bagaimana cara untuk mempercepat normalisasi ekonomi agar kemudian sektor pariwisata bisa didorong untuk bangkit kembali.

Jika pemerintah justru memilih sektor pariwisata sebagai prioritas normalisasi, tapi lamban dalam menormalisasi ekonomi rakyat, terutama daya beli masyarakat Indonesia, pemerintah justru seperti memasang penyaring air di hilir alias bukan menghilangkan sumber pencemaran airnya.

Tentu hasilnya akan sangat sulit dicapai. Dalam konstelasi interaksi kebijakan yang demikian, sektor pariwisata tentu akan kebal (netral) terhadap berbagai intervensi selama keadaan ekonomi belum normal.

Jadi menurut saya, pemerintah semestinya harus sangat fokus terlebih dahulu pada kebijakan countercylical yang akan membuka peluang pertumbuhan ekonomi nasional kembali ke irama prapandemik, bukan hanya sekadar menahan risiko pelemahan lebih lanjut.

Kebijakan dan program-program yang berpotensi meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat, memperbaiki iklim investasi di sektor riil, dan mendorong kinerja ekspor, harus didahulukan.

Setelah situasi ekonomi benar-benar menunjukan sinyal prospektif, baru kemudian sektor pariwisata baru bisa dimasifkan kembali.

Karena jika pemerintah justru memberi prioritas pada sisi hilir, sementara hulunya tak benar-benar diperhatikan, angka pertumbuhan progresif untuk keluar dari tekanan pandemi akan semakin lama diraih di satu sisi dan daya tahan ekonomi masyarakat akan semakin rentan di sisi lain.

Walhasil, sektor pariwisata akan semakin lama untuk pulih. Dan berbagai terobosan ekonomi pariwisata akan semakin tumpul terhadap prospek pertumbuhan sektor pariwisata.

Sementara dari sisi lain, saat pemerintah fokus pada normalisasi performa ekonomi dan pemulihan daya beli beli masyarakat, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama dengan lembaga terkait baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah (dinas-dinas pariwisata), harus aktif-agresif membenahi destinasi-destinasi unggulan di segala sisi (terutama 3A/Aksesbillitas, Amenitas, dan Atraksi).

Harapannya saat ekonomi mulai pulih, saat pendapatan dan daya beli kelas menengah mulai kembali seperti masa prapandemik, dan saat segala protokol ketat mobilitas spasial mulai longgar, destinasi-destinasi tersebut sudah siap mereaksi peningkatan permintaan. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com