Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Alarm Peringatan "Overtourism"

Kompas.com - 11/07/2022, 16:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH dua tahun tertekan akibat pandemi Covid-19, sektor pariwisata mulai menunjukkan sinyal pemulihan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, selama periode Mei 2022 Indonesia mendapat 212.332 kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) melalui pintu masuk utama. Jumlah tersebut melonjak signifikan hingga 1.382 persen jika dibandingkan pada Mei 2021 yang hanya sebanyak 14.323 kunjungan.

Secara kumulatif sejak Januari hingga Mei 2022, jumlah kunjungan wisman melalui pintu utama mencapai 397,77 ribu atau naik 616 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan jumlah kunjungan wisatawan asing ke kawasan wisata utama seperti Bali, naik hingga 500 persen dibanding tahun sebelumnya.

Jumlah itu merupakan yang tertinggi sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada Maret 2020. Peningkatan itu sejalan dengan pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat dan dibukanya pintu masuk bagi wisatawan mancanegara.

Overtourism

Dalam siklus hidup kawasan wisata, pertumbuhan kunjungan wisatawan secara besar-besaran akan diikuti dengan membludaknya kunjungan hingga mencapai puncak. Fase ini merupakan sinyal periode stagnasi dan indikasi fenomena overtourism dimulai.

Overtourism terjadi saat aktivitas pariwisata pada waktu tertentu dan di lokasi tertentu telah melebihi ambang batas kapasitas fisik, ekologis, sosial, ekonomi, psikologis, dan politik. Masalah utama terletak pada ketidakseimbangan antara jumlah wisatawan dan kapasitas destinasi yang tersedia. Seluruh permasalahan terkait overtourism bermuara pada terbatasnya daya dukung wisata, sehingga penentuan daya dukung wisata menjadi concern utama, baik dalam tindakan maupun strateginya.

Baca juga: Lebih dari 500.000 Wisatawan Kunjungi Yogyakarta Selama Libur Sekolah

Ada tiga faktor yang menentukan daya dukung wisata yaitu daya dukung fisik atau physical carrying capacity (PCC), daya dukung riil atau real carrying capacity (RCC), dan daya dukung efektif atau effective carrying capacity (ECC) yang dapat diuji menggunakan metode yang dikembangkan Cifuentes dan telah direkomendasikan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Daerah yang telah mengalami overtourism akan mengalami berbagai permasalahan seperti makin banyaknya warga setempat yang terganggu akibat terlalu ramainya pengunjung, terjadinya penurunan kualitas pengalaman wisatawan, terbebaninya infrastruktur, meningkatnya kerusakan alam, dan terancamnya warisan budaya.

Overtourism tidak hanya membebani permintaan penyedia akomodasi tetapi juga mengakibatkan dampak sosial dan lingkungan seperti kemacetan lalu lintas, pembuangan limbah yang tidak memadai dan membuang sampah sembarangan. Ditambah kurangnya kesadaran lingkungan di kalangan wisatawan domestik mengenai kebersihan lokasi wisata membuat masalah pembuangan sampah dan limbah menjadi sulit untuk diselesaikan.

Apalagi, demografi pengunjung didominasi kegiatan sebatas rekreasi, seperti piknik, hiburan, berpesta, dan olahraga, bukan berbasis kesadaran ekosentris.

Langkah mitigasi

Maka, untuk menjaga keberlanjutan pariwisata pasca-pandemi, dampak negatif overtourism harus ditekan sebagai bentuk langkah mitigasi.

Pertama, dalam jangka pendek sebetulnya masih ada opsi selain mengenakan tiket masuk yang mahal dengan cara menentukan kuota harian pengunjung. Wisatawan dapat mengatur jadwal kedatangannya dari jauh-jauh hari sebagaimana membeli tiket kereta ataupun pesawat. Jika tetap dikenakan harga, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan harga yang masih terjangkau.

Pengelola kawasan wisata perlu merancang dan menerapkan beberapa strategi seperti penyesuaian harga tiket untuk wisatawan domestik dan wisatawan asing. Selain itu, penerapan sistem visitor management dengan membatasi jumlah kunjungan wisatawan melalui sistem reservasi tiket elektronik (e-ticketing) dapat memberikan peringatan dini jika kunjungan wisatawan telah melebihi batas maksimal.

Kedua, dalam jangka panjang, sebaiknya berbagai pemangku kepentingan di setiap daerah wisata membuatearly warning tools yang akan memudahkan upaya pencegahan jika terjadi overtourism. Alat ini akan mengukur ketiga aspek seperti lingkungan, ekonomi, dan sosial di berbagai destinasi wisata.

Untuk aspek lingkungan misalnya, kita dapat mengukur dari kepadatan infrastruktur, kepadatan wisatawan di tempat wisata, polusi yang ditimbulkan, dan kerusakan lingkungan. Untuk aspek ekonomi kita dapat mengukur dari perkembangan inflasi barang dan jasa, ulasan negatif dari wisatawan dan sebaginya.

Baca juga: Sejumlah Wisatawan Batalkan Trip ke Labuan Bajo Imbas Wacana Kenaikan Harga Tiket TN Komodo

Untuk aspek sosial kita dapat mengukur dari jumlah penduduk yang termarjinalkan, kenaikan tingkat kriminalitas, konflik sosial yang terjadi, perubahan budaya, serta atraksi akibat komersialisasi dan komodifikasi. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, tentunya harus didukung oleh ketersediaan data yang akurat. Dalam hal ini, peran pemerintah daerah sangat diperlukan untuk penguatan basis data. Sebab, data-data tersebutlah yang nantinya akan membantu pemerintah dan para pemangku kepentingan lain dalam merumuskan kebijakan agar tepat sasaran.

Ketiga, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah mengubah orientasi bisnis dari sebelumnya berdasarkan kuantitas jumlah kunjungan menjadi kunjungan wisata berbasis kualitas. Hal ini dapat dilakukan dengan menentukan segmen wisatawan. Segmentasi ini dilakukan semata-mata untuk meminimalkan dampak negatif dan meningkatkan kualitas pariwisata di suatu daerah.

Strategi ini diimplementasikan dengan gagasan length of stay management dengan memprioritaskan lama menginap wisatawan. Strategi ini terbukti mampu menghindarkan banyak desa-desa wisata dari fenomena overtourism dengan tetap memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, dan pada saat yang sama juga berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.

Ke depan, pariwisata Indonesia sebaiknya mengedepankan kualitas wisata di samping sekadar kuantitas kunjungan wisatawan. Warisan budaya serta keindahan alam Indonesia yang unik merupakan aset yang perlu dijaga keberlanjutannya baik dari segi lingkungan, sosial, serta ekonominya.

Walaupun fenomena overtourism belum dipandang berpotensi menurunkan kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan negara, tetap perlu diformulasikan langkah perhitungan maupun langkah strategis untuk menghadapinya. Pasalnya, overtourism sangat terkait dengan daya dukung wisata, sehingga perlu penghitungan secara teknis-matematis dan diintegrasikan dengan variabel sosial yang berperan signifikan dalam memperkuat daya dukung wisata kita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com