Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sampah Makanan Industri Pariwisata Capai 2 Kali Berat Badan Manusia

Kompas.com - 19/07/2022, 10:31 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyoroti beberapa isu yang diangkat dalam Presidensi G20, salah satunya pengelolaan food waste di industri pariwisata. 

Menurut Sandiaga, jumlah makanan mubazir (food waste) dari industri pariwisata Indonesia cukup besar, dan jika ditotal bisa mencapai dua kali berat badan manusia. 

"Makanan makanan yang mubazir di industri pariwisata terutama dipicu oleh buffet, prasmanan, dan lain sebagainya. Kalau disatukan, kira-kira dua kali lebih berat daripada berat badan kita," kata Sandiaga dalam Weekly Press Briefing secara hybrid, Senin (18/7/2022).

Baca juga: Nasib Sisa Makanan di Pesawat, Ada yang Dibakar 

Menparekraf memberi contoh, jika seseorang memiliki berat 75 kilogram, maka dalam setahun ia berpotensi menghasilkan makanan mubazir atau sampah makanan sebanyak 150 kilogram.

"Nah, ini tentunya jadi PR kita, karena dengan kita membuang makanan ini, banyak saudara-saudara kita yang masih menghadapi kelaparan, kemiskinan, tetapi ini juga menyumbangkan emisi karbon," tutur Sandiaga. 

Baca juga: 6 Tren Teknologi Industri Pariwisata 2022, Ada Robot Pengantar Makanan

Oleh karena itu, pihaknya menginisiasi 45 strategi yang dikelompokkan ke dalam lima kebijakan strategi yang akan diterapkan di seluruh industri pariwisata Indonesia, terkait persoalan food waste

Strategi tersebut mencakup perubahan perilaku, pembenahan penunjang sistem pangan, pemanfaatan dari makanan yang tidak termakan, mengatur tata kelola sampah, dan juga menurunkan jejak karbon

Upaya kurangi jejak karbon sektor pariwisata

Berkaitan dengan isu tadi, Sandiaga mengatakan pihaknya telah menyiapkan carbon offset calculator yang bertujuan meminimalkan emisi karbon dan rekam jejak karbon manusia. 

Bahkan, ia berencana membuat para delegasi peserta G20 yang terbang jauh-jauh dari misalnya Amerika atau Eropa, bisa ikut mengganti jejak karbon yang mereka hasilkan setibanya di Indonesia. 

Menanam pohon menjadi salah satu upaya mengurangi dampak emisi karbon.Shutterstock/Rawpixels Menanam pohon menjadi salah satu upaya mengurangi dampak emisi karbon.

"Misalnya penerbangan dari New York menuju Bali, itu mengunakan kelas ekonomi, harus menanam 35 pohon. Nah, nanti ini kita terjemahkan berapa jumlah dollar AS atau rupiah yang harus dikontribusikan untuk menanam bakau, pohon, ataupun merestorasi terumbu karang," terangnya.

Lebih lanjut, Sandiaga menjelaskan, wisatawan ataupun masyarakat umum juga bisa menghitung sendiri jejak karbon masing-masing. 

Baca juga:

Salah satunya, dengan cara memanfaatkan layanan carbon offset calculator yang telah disediakan oleh Indonesia Travel bekerja sama dengan Jejak.in

Menparekraf menuturkan, siapapun dapat mengecek jumlah carbon footprint yang mereka hasilkan, misalnya dengan cara mengisi data informasi pesawat yang digunakan dan kota yang dituju. 

Kemudian, setelah hasilnya dihitung dan dikonversikan, akan tertera jumlah pohon yang harus ditanam atau biaya yang dikeluarkan, sesuai jumlah carbon footprint sebelumnya. 

Baca juga: Kemenparekraf Akan Serap Emisi Karbon di Sektor Wisata, Tanam Pohon dari Perjalanan Turis

Jika bersedia untuk menanam sendiri, orang tersebut bisa mencari pohon dan lokasi penanamannya secara mandiri.

Adapun jika ingin menanam pohon pada layanan yang ada, kata Sandiaga, sudah tertera detail informasi hutan-hutan di daerah yang akan ditanami, salah satunya di Desa Pemutaran, Buleleng, Bali,

"Uangnya tidak ke pemerintah, tapi akan dikelola oleh lembaga yang akan menangani langsung di destinasi. Baik itu bakau, pohon lain, atau menanam terumbu karang," pungkasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com