Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Drs. I Ketut  Suweca, M.Si
PNS dan Dosen Ilmu Komunikasi STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Pencinta dunia literasi

Taksu Bali, Bali Metaksu

Kompas.com - 02/08/2022, 16:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Orang Bali sangat welcome dengan orang lain. Mereka melihat orang lain adalah saudara, adalah sahabat sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan.

Ada konsep hidup yang disebut dengan Tat Twam Asi, yang arti bebasnya: aku adalah kamu, kamu adalah aku. Jika diteruskan: kalau aku menyakiti kamu berarti aku menyakiti diriku sendiri, demikian juga sebaliknya.

Oleh karena manusia Bali melihat orang lain adalah saudara, kawan, bukan musuh atau orang yang patut diawasi dan dicurigai, maka mereka senang dengan kehadiran orang lain. Itulah sebabnya, orang luar melihat masyarakat Bali ramah dan bersahabat.

Di sela-sela sikap dan perilaku bersahabat yang terkadang tampak permisif ini, orang Bali meyakini adanya Hukum Karmaphala.

Hukum ini adalah hukum sebab-akibat. Siapa yang (berani) berbuat buruk di Bali, maka ia akan menerima akibatnya, cepat atau lambat. Semesta akan menghukum sang pelaku sebagai pahala dari perbuatannya.

Oleh karena itu, manusia Bali akan mudah menyerahkan persoalan kepada Tuhan apabila secara hukum atau secara sekala tidak bisa diselesaikan.

Orang yang berani berbuat hal-hal yang buruk niscaya akan mendapatkan ganjaran dari hasil perbuatannya sendiri.

Ketiga, menjaga hubungan harmonis dengan alam. Dalam kaitan ini, alam dimaksudkan adalah alam binatang atau hewan, alam tumbuh-tumbuhan, dan kehidupan alam tak kasat mata.

Dalam menjaga hubungan harmonis dengan alam hewan atau binatang, manusia Bali selalu mengusahakannya.

Salah satunya dengan melakukan upacara pada hari tertentu (rahinan) dan memohonkan kepada Tuhan agar alam binatang ini berlangsung dengan baik dan berkelanjutan.

Demikian pula dengan upaya membina hubungan harmonis dengan tanaman atau pepohonan. Manusia Bali menyadari dan meyakini bahwa mereka bisa hidup hanya dengan topangan dari tanaman atau pepohonan yang ditanam dan tumbuh di sekitar mereka.

Mereka bisa makan, minum, dan untuk memenuhi pelbagai kebutuhan, banyak berasal dari pepohonan atau tanaman dengan berbagai jenisnya itu.

Maka, manusia Bali selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan tanaman dan pepohonan ini dengan menjaga dan merawatnya sebaik-baiknya. Bahkan, manusia Bali melakukan upacara khusus untuk mendoakan alam pepohonan ini kepada Tuhan.

Itulah sebabnya mengapa banyak lingkungan alam di Bali yang tampak asri dan hijau. Apalagi kalau bukan lantaran dilandasi oleh hubungan yang harmonis antara manusia dan pepohonan atau tamanan itu.

Lalu, bagaimana kaitannya dengan alam tak kasat mata? Manusia Bali percaya bahwa kehidupan tidak hanya terdiri dari apa yang tampak secara kasat mata.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com