Namun, bagi penduduk, biaya over tourism tidak berada dalam kendali dan memanifestasikan dirinya dalam bentuk kemacetan, kenaikan harga properti, penurunan daya beli, dan perubahan tatanan sosial masyarakat.
Penduduk juga harus tahan dengan perilaku turis yang nakal karena turis lebih cenderung terlibat dalam perilaku yang “meragukan” selama liburan mereka daripada di rumah (Tolkach dkk, 2017).
Penduduk yang merupakan pemangku kepentingan yang pasif beberapa di antaranya mulai mengambil sikap terhadap over tourism. Fenomena perilaku “anti-turis” terjadi di Venesia, Santorini, Barcelona, dan Amsterdam (Alexis, 2017).
Meskipun demikian, terdapat penduduk yang memperoleh manfaat dari pekerjaan yang dihasilkan oleh pariwisata atau mereka yang mendapatkan penghasilan dengan menyewakan kamar atau apartemen, menjual makanan, minuman, dan cendera mata.
Bagi otoritas pengelola biaya adalah investasi proaktif dan rasional berupa promosi atau pemasaran, dengan tujuan meningkatkan pendapatan pemerintah melalui penerimaan pariwisata dari pengunjung dan pajak yang dikumpulkan dari bisnis.
Aktivitas pemasaran dilakukan untuk memastikan lebih banyak wisatawan mengunjungi destinasi. Bagi lembaga perlindungan lingkungan, hal ini mendorong mekanisme untuk mengurangi dan membatasi volume pengunjung.
Bagi wisatawan, mereka dapat memperoleh manfaat dari beragam pilihan produk dan layanan pariwisata, karena bisnis menikmati “skala ekonomi” mengingat permintaan yang besar.
Biaya bagi wisatawan bisa dalam bentuk harga yang melambung, ketika penawaran tidak dapat memenuhi permintaan dan kemacetan perkotaan.
Terakhir, bagi para pecinta lingkungan yang merasakan kerugian gegara over tourism.
Pariwisata menyumbang sekitar delapan persen dari emisi rumah kaca global (Lenzen dkk, 2018) dengan limbah, sampah, dan knalpot mobil (Jeffreys, 1988; Rodriguez, 1987).
Para pecinta lingkungan ini melobi pihak berwenang untuk memprioritaskan perlindungan lingkungan daripada pembangunan ekonomi dan membentuk organisasi nonpemerintah dengan inisiatif untuk melindungi lingkungan (Koh dan Fakfare, 2019).
Akhirnya, mengatasi over tourism memerlukan kebijakan khusus sebagai hasil kerja sama antara pemangku kepentingan destinasi dengan pembuat kebijakan, meskipun penelitian terkini menunjukkan over tourism mungkin bukan semata masalah pariwisata saja.
Jika ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan dipahami bersama, sengkarut over tourism di candi Borobudur dan Taman Nasional Komodo, rasanya tak perlu sampai memicu konflik yang menghangat.
Pariwisata yang sejatinya membawa kedamaian dan kemakmuran untuk seluruh pemangku kepentingan pun bisa tinggal cerita saja.
*Dosen Tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.