Tujuan konservasi yang dikedepankan pemerintah bertolak belakang dengan kebijakan pemberian izin kepada pihak-pihak swasta. Izin-izin tersebut tentunya akan diikuti dengan aktivitas manusia dan pembangunan infrastruktur fisik untuk mendukung kegiatan industri pariwisata.
Baca juga: Meski Ditunda, Pelaku Wisata di Labuan Bajo Tetap Tolak Kenaikan Tarif Masuk TN Komodo
Konsekuensi dari perizinan yang diberikan pemerintah itulah yang bertentangan dengan ide konservasi yang diucapkan pemerintah sendiri. Inilah yang disebut Buckley sebagai fake ecotourism atau ekowisata palsu (p.290): pengembangan ekowisata yang lebih berorientasi pada komersialisasi demi profit besar yang berkedok konservasi.
Orientasi pada sisi komersial itu semakin menguat dari skema tarif baru. Kenaikan tarif masuk ke TNK ditetapkan pada angka Rp 3,75 juta per orang. Itu berarti terjadi lonjakan tarif yang mencapai lebih dari 2.000 persen, suatu lonjakan harga yang pada produk apapun akan menghadirkan pertanyaan.
Lantas, perlukah didikotomikan kepentingan pemerintah dan ekosistem pariwisata? Apa benar terdapat adu kepentingan antara konservasi (pemerintah) vs komersialisasi (pelaku wisata)?
Fakta menunjukkan, argumentasi konservasi dari pemerintah bertolak belakang dengan praktik di lapangan. Pada saat yang sama, pemerintah juga yang memberi kesan berorientasi komersial melalui pengkavlingan pulau-pulau konservasi untuk dikelola sejumlah pihak swasta dan melalui lonjakan tarif masuk TNK.
Itu artinya, yang mempraktekan pemburuan rente di kawasan konservasi dengan mengabaikan prinsip-prinsip asli konservasi adalah pemerintah. Maka tidak tepatlah wacana yang mengkambinghitamkan ekosistem pariwisata di Manggarai Barat sebagai penentang konservasi dan pemburu komersialisasi.
Sama seperti kepentingan konservasi, semua pemangku kepentingan tentu sepakat untuk menaikkan level wisata TNK menjadi wisata premium. Salah satu rujukan kenaikan level itu adalah dari kebijakan tarif.
Polemik terjadi karena terdapat perbedaan sudut pandang tentang bagaimana cara mencapai level premium. Pilihan pemerintah, awalnya, adalah menaikkan tarif per 1 Agustus 2022.
Sementara itu, ekosistem pariwisata Manggarai Barat secara umum menginginkan perlunya proses menuju level premium, termasuk melalui kenaikan tarif secara bertahap (gradual).
Proses awal yang diharapkan adalah adanya dialog bersama dan terbuka soal kebijakan yang hendak diterapkan. Proses ini ternyata diabaikan. Pemerintah lebih memilih pendekatan top-down dengan memaksakan kebijakan ke publik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.