Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Nasir
Wartawan

Wartawan Kompas, 1989- 2018

17 Agustus Menginap di Kampung Baduy Dalam

Kompas.com - 20/08/2022, 14:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sularto memberi sedikit perbandingan dengan suku-suku terasing di Indonesia. “Semuanya adalah sama, sebagai warga negara Indonesia, dengan hak-hak yang sama,” kata Sularto membesarkan hati Jaro Alim.

Jaro Alim dan keponakannya, Mif yang sudah menjadi Baduy luar menyimak dan kemudian mengomentari agar buku-buku tentang Baduy disimpan baik-baik, tidak disebarluaskan. Hal ini sebagai kebijakan adat Baduy yang merahasiakan banyak hal tentang Baduy.

Mereka khawatir informasi penting tentang Baduy itu digunakan orang lain untuk perbuatan yang tidak benar, untuk pemalsuan dan penipuan.

“Sekarang banyak orang yang mengaku-ngaku Baduy untuk perbuatan tidak baik,” kata Jaro Alim.

Ada yang menjual madu yang bukan asli Baduy, tapi menggunakan nama Baduy. Ada yang menjual obat kuat, katanya dari Puun Baduy. “Itu bohong, perbuatan pembohong. Di sini tidak ada itu,” kata Alim.

Kami kemudian tidur di tempat kami makan, serumah dengan Jaro Alim dan keluarganya. Tidur berjajar kaki di sebelah utara dan kepala di selatan.

Kami ingin segera tidur dan cepat pagi untuk melihat suasana pagi di hari Rabu 17 Agustus. Pagi buta suara anjing dan ayam bersahut-sahutan membuat kami terbangun.

Sejak pagi remang-remang hingga terang, kami duduk di teras. Tidak ada sama sekali warga yang mengibarkan bendera merah putih. Tidak ada denyut HUT RI di Cikeusik.

Sekelompok remaja Baduy melintas cepat menuju rumah sanggar terbuat dari bambu. Mereka kembali memainkan angklung, tetapi kegiatan ini tidak terkait HUT RI.

“Apakah di sini tidak ada pemasangan bendera merah putih dan kegiatan perayaan HUT RI,” tanya saya pada Jaro Alim.

“Tidak ada bendera sejak dulu. Tidak ada acara 17 Agustus. Kami tidak diberi tahu dan tidak diajak. Kalau diajak, kami mau ikut,” tutur Alim.

Mampir ke Puun

Sebelum pulang kami sempat mampir ke rumah Puun Yasih. Puun adalah pemimpin pikukuh (titipan nenek-moyang) berupa adat, aturan nenek moyang dan agama Sunda Wiwitan.

Tidak sembarang orang yang masuk Baduy Dalam bisa bertemu puun, kecuali orang yang punya maksud tertentu, misalnya minta didoakan mendapat jabatan, dapat rejeki banyak, dan lain-lain.

Karena itu kami harus merumuskan permintaan. Kami sempat katawa cekikikan di antara kami. “Hayo mau minta apa, minta jodoh, minta kuat?” kata Jayeng. Akhirnya kami masing-masing minta sehat, panjang umur dan murah rejeki.

Di depan Puun Yasih yang masih muda, berambut gondrong diikat dengan kain putih, berbaju putih lusuh, kami satu per satu menyampaikan maksud menghadap puun.

Puun berdoa, mulutnya komat-kamit sambil memegang potongan kemenyan. Puun rupanya tidak pernah sepi dari tamu, terutama menjelang pemilihan kepala daerah.

Setelah pamit kepada puun dan jaro, kami segera meninggalkan Cikeusik karena takut hujan turun. Kami kembali melintasi jalan berbatu naik-turun.

Sampai di luar Cikeusik baru kami melihat bendera merah putih dan suara speaker teriak-teriak di arena perlombaan HUT RI.

Kami masuk Cikeusik dipandu oleh Yusef Cahyadi, ST sekretaris Yayasan Relawan Kampung Indonesia (YRKI) yang berkantor di Kota Serang. Yusef mengajak kami melalui jalan pintas sehingga cepat sampai ke pintu masuk Kampung Cikeusik di Cijahe.

YRKI yang diketuai oleh M Arif Kirdiat cukup dikenal di Kanekes dan sekitarnya, karena yayasan ini bersama donatur membangun beberapa jembatan gantung terbuat dari bambu di kawasan ini.

Banyak orang yang akan masuk Baduy berkonsultasi dengannya, termasuk tim relawan gabungan BUMN yang masuk Baduy bersama Menteri BUMN Erick Thohir pertengahan Agustus lalu.

“Kami hanya membantu mengarahkan, supaya penyaluran bantuan tepat sasaran,”kata Arif.

Kami lega, perjalanan kami lancar dan menyenangkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com