Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Suku Abui di Alor NTT, Hidup Tanpa Listrik

Kompas.com - 28/08/2022, 10:34 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

3. Mempertahankan kehidupan tradisionalnya

Salah satu aspek tradisional yang dipertahankan Suku Abui Desa Takpala adalah pada penggunaan genteng rumah yang masih berupa alang-alang.

"Bahkan, jika atap rusak, kami tetap mempertahankan tradisi sejak dulu, kami akan cari alang-alang untuk memperbaiki, bukan menggantinya dengan seng," ujar Sipri.

Baca juga: Tradisi Penti, Cara Orang Manggarai Raya NTT Syukuri Hasil Panen

4. Mata pencaharian dengan berkebun

Jika sebagian besar warga Alor menggantungkan hidupnya dari hasil laut, Suku Abui justru mencari nafkah dari hasil berkebun, seperti jagung dan ubi.

Di belakang perkampungan tampak lahan yang sudah ditanami. Meski begitu, setelah masa panen selesai, warganya akan berpindah mencari lahan baru untuk ditanami lagi.

Baca juga: Saat Para Wisatawan Asing Belajar Menenun di Nagekeo NTT

Sedangkan para orang tua yang sudah tidak bisa berkebun akan membuat kerajinan sebagai suvenir untuk dijual kepada wisatawan di lokasi tersebut.

Mama Suku Abui di Desa Takpala, Kecamatan Alor Tengah Utara, Alor, Nusa Tenggara Timur, sedang merapikan kain untuk dijual kepada pengunjung, Sabtu (27/8/2022)KOMPAS.com/WASTI SAMARIA SIMANGUNSONG Mama Suku Abui di Desa Takpala, Kecamatan Alor Tengah Utara, Alor, Nusa Tenggara Timur, sedang merapikan kain untuk dijual kepada pengunjung, Sabtu (27/8/2022)

5. Dulu dijuluki "pemburu kepala manusia"

Konon, zaman dulu Suku Abui sangat mahir dalam berperang, sehingga mendapat julukan "pemburu kepala manusia".

Hal ini bisa dilihat dari perlengkapan baju perang yang digunakan saat menyambut tamu dengan tarian khas nya. Ada parang dan anak panah, yang digunakan penari laki-laki.

Baca juga: Air Terjun Cunca Antar, Wisata Alam Tersembunyi di Manggarai Timur NTT

Namun, tidak perlu takut karena saat ini masyarakat Suku Abui justru hidup dengan berkebun dan sangat terbuka bagi siapa pun yang ingin berkunjung.

"Kampung ini terbuka untuk umum, siapa saja boleh masuk, untuk kontribusi saat mengisi buku tamu sukarela, tidak ada harga yang ditentukan," tutupnya.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas.com (@kompascom)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com