YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Bakpia, penganan kecil khas Yogyakarta, merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa karena dulunya diperkenalkan oleh masyarakat Tionghoa.
"Jadi dulu istilahnya tepung dibuat bulat diisi daging seperti bakpao. Semakin banyaknya akulturasi antara Jawa dan Tionghoa disatukan, timbul variasi bakpia berbagai macam," kata Mantri Pamong Praja Ngampilan, Endah Dwi Dinyastuti.
Baca juga:
Sebagai informasi, dulu bakpia tidak berisi kacang hijau, melainkan daging sehingga mirip seperti bakpao. Namun, bakpia berisi daging ini tidak bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat di Indonesia.
Sebagai bentuk penyesuaian, maka masyarakat Yogyakarta memodifikasi bakpia dengan isian kacang hijau. Seiring berjalannya waktu, ragam isian tersebut pun bertambah menjadi cokelat, keju, dan lainnya.
Adapun sentra industri rumahan bakpia berada di Kampung Pathuk di Kota Yogyakarta, dengan lebih dari 100 pengusaha bakpia untuk menyuplai kebutuhan wisatawan akan penganan tersebut.
Selama pandemi, kawasan ini sepi karena tidak ada wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta untuk mencari oleh-oleh.
Baca juga: Pandemi Covid, Perajin Bakpia Jogja Buat Berbagai Varian Rasa Baru
Selama dua tahun pula, acara Bakpia Day yang identik dengan perebutan gunungan bakpia tidak dilaksanakan.
Saat ini pandemi Covid-19 dinilai sudah melandai dan pemerintah telah memberikan kelonggaran bagi masyarakat untuk beraktivitas kembali, termasuk untuk berwisata.