Tidak hanya karunia alam yang membentang begitu indah tetapi juga kandungan rezekinya yang begitu melimpah. Data Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalimantan Selatan, 2021 menyebutkan, Kabupaten Kotabaru memiliki potensi kandungan emas sebesar 25.289 ton.
Untuk biji besi, Kotabaru memiliki deposit 510.633.000 ton. Sementara untuk batu bara, Kotabaru memberi konstribusi besar bagi Kalimantan Selatan sebagai penghasil besar “emas hitam” tersebut (Kompas.com, 20/01/2021).
Baca juga: Kotabaru Harapkan Limpahan Wisman dari Bali
Perikanan dan potensi kelautan yang dihasilkan dari Kabupaten Kotabaru juga bukan “kaleng-kaleng” mengingat Kotabaru adalah penyumbang terbesar perikanan tangkap di Kalimantan Selatan. Jenis tangkapannya seperti cumi-cumi, kepiting, udang windu, kakap, kerapu, manyung dan lain-lain.
Budidaya laut terbesar di Kalimantan Selatan juga dimiliki Kotabaru yakni dengan pemanfaatan karamba jaring apung, rumput laut, dan tiram mutiara. Dari karamba jaring apung, dibudidayakan ikan kerapu dan teripang.
Dengan memiliki kontur wilayah berupa daratan dan lautan, tentu saja Kotabaru adalah magnet pariwisata “terkeren” karena begitu melimpahnya spot-spot destinasi untuk diving, snoorkeling hingga paralayang. Dengan 23 tanjung yang dimiliki Kotabaru, tidak pelak lagi Kotabaru adalah gabungan dari keindahan pantai di Bali, Raja Ampat, hingga Maldives.
Kotabaru begitu sarat dengan epos kejayaan kerajaan lokal yang bercorak Islam. Dulunya di Kabupaten Kotabaru terdapat beberapa kerajaan-kerajaan kecil seperti kerajaan Kusan dan Pagatan, Cengal Manunggul dan Bangkalan, Batulicin, Sebamban, Pasir, Cantung, dan Sempanahan serta kerajaan besar seperti Kusan, dan Pagatan, serta Pulau Laut.
Diperkirakan, kerajaan-kerajaan tersebut didirikan sekitar tahun 1786. Kerajaan Kusan dan Pagatan didirikan sekitar tahun 1786 oleh Pangeran Amir, seorang pangeran yang melarikan diri dari kerajaan Kayu Tangi akibat adanya perebutan kekuasaan dalam kerajaan tersebut.
Setelah Pangeran Amir yang bergelar Raja Kusan I wafat, Pangeran Musa adik dari Sultan Adam Kayu Tangi didapuk menjadi Raja Kusan II. Sekitar tahun 1820, Kapitan La hanggawa diakui oleh Sultan Sulaiman yang juga keponakan Pangeran Amir dari Kayu Tangi sebagai Raja Pagatan.
Setelah Raja Kusan II mangkat, ia digantikan anaknya Pangeran Napis dan bergelar Raja Kusan III. Pada tahun 1840, Pangeran Napis meninggal dan digantikan puteranya yang bernama Pangeran Jaya Sumitra bergelar Raja Kusan IV. Jaya Sumitra memindahkan pusat kerajaan ke Salino di Pulau Laut yang terletak berseberangan dengan muara Pagatan, dan menyerahkan kerajaan Kusan kepada Arung Abdul Karim yang kelak menjadi Raja Kusan dan Pagatan.
Tahun 1881 Pangeran Jaya Sumitra meninggal dunia dan diganti oleh putra sulungnya yang bernama Pangeran Husin Kusuma, bergelar Raja Pulau Laut IV. Pangeran Husin Kusuma wafat saat menunaikan ibadah haji pada tahun 1900. Posisinya sebagai raja digantikan oleh putranya yang bernama Pangeran Aminullah dengan gelar Raja Pulau Laut V yang merupakan raja Pulau Laut terakhir (Kotabarukab.go.id).
Tidak hanya sarat dengan kisah kerajaan Nusantara yang meninggalkan artefak-artefak sejarah yang masih, Kotabaru juga “diselimuti” kisah misteri yang hingga kini dipercaya “antara ada dan tiada”.
Beberapa bulan lalu, dua penyanyi papan atas Ary Lasso dan Tantri Kotak menggelar pentas musik di Kotabaru. Kedua penyanyi ini begitu antusias karena banyaknya penonton yang memadati Kawasan Siring Laut.
Tak lama usai pentas usai, penonton berkurang drastis. Secara logika, mereka meyakini sangat tidak mungkin tiba-tiba kerumunan massa berkurang banyak mengingat lagu terakhir baru saja dinyanyikan dan aliran keluar penonton pun terbatas ke tiga arah keluar Siring Laut (Kalimantanlive.com, 22/04/2022).
Penonton yang “raib menghilang” itu di mata warga Kotabaru sebagai penduduk “Kerajaan Saranjana”.
Bukan itu saja, di tahun 1980-an ada sejumlah pesanan alat berat dari Jakarta yang berdatangan ke Kotabaru. Pemesannya tidak tanggung-tanggung: Kerajaan Saranjana.
Di peta wilayah Kabupaten Kotabaru tidak ada nama wilayah di daerah Kotabaru bernama Saranjana.
Iring-iringan kendaraan berat tersebut bergerak dari Kotabaru menuju ujung Pulau Laut dan hilang tanpa bekas (Sonora.id, 8 Agustus 2022).
Kisah-kisah warga yang “lenyap” di Kotabaru selalu dikaitkan dengan Kerajaan Saranjana.
Bupati Kotabaru, Sayed Jafar Aalaydrus, yang dipercaya masyarakat menjabat kepala daerah selama dua periode, begitu yakin bahwa potensi pariwisata yang dimiliki daerahnya bisa mendatangkan begitu banyak manfaat jika dikelola dengan benar.