Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengunjungi Pulau Rhun di Banda, Pernah Ditukar dengan Manhattan

Kompas.com - 06/11/2022, 16:07 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

BANDA NEIRA, KOMPAS.com - Pulau Rhun adalah salah satu desa atau gugusan pulau di Kecamatan Banda, Maluku Tengah, Maluku.

Dari Ambon, ibu kota Provinsi Maluku, perjalanan ke Rhun harus melalui Pulau Neira. Pulau Neira sendiri merupakan ibu kota Kecamatan Banda, yang berjarak sekitar 22 kilometer dari Rhun.

Kompas.com mengunjungi pulau berpenduduk 2.000 jiwa ini, pada Senin (31/10/2022) lalu. Saat perahu merapat, terdapat dermaga panjang yang kebetulan di tengahnya terdapat sejumlah nelayan sedang mengurusi tangkapan ikan. 

Baca juga:

Meski tidak menyelam, ikan-ikan berwarna-warni di dasar laut yang ada di pulau tersebut nampak terlihat jelas. Airnya jernih, dan beberapa burung nampak beterbangan memangsa ikan dari dalam air. 

Luas Pulau Rhun memang hanya sekitar 6 kilometer persegi atau 600 hektar. Namun, kekayaan alam dan rempah-rempah berupa pala di pulau ini mencatatkan sejarah, sehingga menjadi rebutan bangsa Eropa. 

Meski termasuk kecil dan tidak punya banyak situs bersejarah untuk dikunjungi layaknya Pulau Neira, pulau Rhun cukup bisa dinikmati dari keindahan laut dan aktivitas air, selain untuk mengenal sejarahnya. 

Baca juga: 6 Fakta Banda Neira, Pulau Cantik Tempat Pengasingan Bung Hatta

Berikut beberapa fakta tentang pulau yang dipertukarkan oleh orang Belanda dan Inggris ini.

Keistimewaan Pulau Rhun yang ditukar

Dermaga untuk menuju Pulau Rhun, Kepulauan Banda, Maluku. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Dermaga untuk menuju Pulau Rhun, Kepulauan Banda, Maluku.

Menurut warga sesepuh bernama Burhan, pulau Rhun merupakan pulau terjauh paling barat di kepulauan Banda.

“Pemekaran kecamatan Banda, tadinya ada tiga RT (Rukun Tetangga) sekarang jadi tujuh RT. Dengan 500 KK (kepala keluarga), 85 persen populasi di sini berasal dari suku Sulawesi Tenggara, sisanya Jawa, Makassar, Bugis, dan lain-lain,” ujar Burhan.

Baca juga: 5 Rekomendasi Tempat Menginap di Banda Neira, Yuk Mampir...

Ia menambahkan, hingga hari ini, penduduk asli Rhun sudah tidak bertempat tinggal di pulau tersebut. Sebab, saat para penjajah datang, penduduk asli Rhun tidak rela dan memilih untuk meninggalkan tempat mereka. 

Pada zaman dahulu, kata Burhan, Pulau Rhun disebut sebagai daerah dengan tumbuhan pala yang tersubur di kepulauan Banda.

Baca juga: Liburan ke Banda, Jelajahi 3 Tempat Wisata Sejarah di Pulau Ay

Tanaman bernama pala atau bahasa Latinnnya Myristica Fragrans, saat itu menjadi komoditas yang menggerakkan perniagaan lintas benua. Dulu, harganya bahkan lebih mahal daripada kepingan emas.

 

Kisah di balik Perjanjian Breda

Pemandangan indah laut Banda yang dilihat dari atas bukit di Pulau Rhun. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Pemandangan indah laut Banda yang dilihat dari atas bukit di Pulau Rhun.

Anugerah itulah yang menyebabkan Inggris dan Belanda beradu untuk mendapatkan Rhun, sehingga mengakibatkan pecahnya beberapa perang selama abad ke-17.

Pada awal abad ke-17, VOC (Verenigde Oostindische Compagnie atau kongsi dagang Belanda), tiba di Kepulauan Banda dan mulai menguasai satu per satu pulau utamanya, seperti dikutip Kompas.com

Baca juga: Cuci Parigi, Bentuk Syukur Rakyat Banda

VOC berhasil menguasai Banda dengan melakukan genosida terhadap penduduk aslinya, sehingga dari 15.000 jiwa penduduk menjadi tersisa 600 orang saja. Bahkan, banyak penduduk tersisa yang memilih hengkang dari Banda.

Pihak VOC pun mengimpor buruh kebun dari daerah-daerah lain di Nusantara, untuk menggarap perkebunan pala di Banda. 

Bersamaan dengan kekuasan VOC di pulau-pulau besar Banda, Inggris datang untuk mendirikan koloni di pulau-pulau kecil seperti Pulau Rhun dan Ay, pada tahun 1616.

Baca juga: Meresapi Senja di Banda Neira

Melihat Inggris bertahan, VOC merasa curiga dan menganggap Inggris sebagai ancaman yang ingin memonopoli perdagangan pala. 

"Di Banda, hampir semua wilayah dikuasai Belanda, kecuali Rhun, karena Rhun dikuasai Inggris. Kenapa Inggris bertahan di Rhun? Di zaman itu, palanya lebih banyak daripada pala di Pulau Banda," terang Burhan. 

Peta pulau Run yang dibuat oleh Johannes Vingboons. Österreichische Nationalbibliothek Peta pulau Run yang dibuat oleh Johannes Vingboons.

Akhirnya, kata dia, Belanda dan Inggris terlibat dalam peperangan selama lima abad atau 50 tahun. Sebabnya tentu karena Belanda ingin menguasai Kepulauan Banda sepenuhnya, namun Inggris masih bertahan di Pulau Rhun.

Pada tahun 1621, Belanda akhirnya berhasil menguasai 10 dari 11 pulau di Banda, kecuali Pulau Rhun.

Baca juga: Bersih-bersih Pantai Banda Neira Kumpulkan 221 Kilogram Sampah

Demi memeroleh Pulau Rhun, pada 31 Juli 1667, Belanda dan Inggris menandatangani Perjanjian Breda yang salah satu isinya tentang kesepakatan tukar guling antara dua pulau.

"Pulau Rhun yang sebelumnya dikuasai Inggris menjadi milik Belanda. Adapun Pulau Nieuw Amsterdam (kini Manhattan) di Amerika yang awalnya koloni Belanda resmi menjadi hak Inggris," katanya.

Burhan menjelaskan, perjanjian tersebut menjadi akhir atau pereda ketegangan antara Belanda dengan Inggris. Meski luas Nieuw Amsterdam 18 kali lipat dari Rhun, kesepakatan pada saat itu sangat menguntungkan Belanda.

Baca juga: 8 Wisata Morotai di Maluku Utara, Telusuri Peninggalan Perang Dunia II

Memiliki Pulau Rhun artinya membuat Belanda dapat menguasai keseluruhan Kepulauan Banda, satu-satunya kawasan penghasil pala di dunia kala itu.

 

Mengunjungi Rumah Besi di atas bukit

Rumah Besi yang dulunya dijadikan tempat pengasapan pala di Pulau Rhun, Kepulauan Banda, Maluku. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Rumah Besi yang dulunya dijadikan tempat pengasapan pala di Pulau Rhun, Kepulauan Banda, Maluku.

Usai mendengarkan pemaparan kisah sejarah Pulau Rhun dari penduduk setempat, saatnya mengeksplorasi salah satu peninggalan bersejarah di pulau ini, yaitu Rumah Besi. 

Untuk mengunjungi Rumah Besi, pengunjung harus berjalan beberapa ratus meter, dengan menaiki tangga berjumlah kurang lebih 250 buah. 

Baca juga: 5 Keindahan Maluku Utara, Provinsi dengan Penduduk Paling Bahagia

Setelah berjalan sekitar 20 menit menaiki tangga, Kompas.com akhirnya sampai di Rumah Besi yang sudah tidak terlalu terbentuk. Sisa bangunan Rumah Besi hanya berupa beberapa tiang dan atap. 

Seorang sejarawan lokal Banda bernama Lukman A. Ang menyampaikan, rumah besi di atas bukit ini dulunya dibangun sebagai tempat pengasapan pala. 

"Tapi berhubung suhu yang ada di dalam ruangan ini terlalu panas, membuat biji-biji pala yang ada di dalam ruangan menjadi gosong."

"Akibatnya, tempat ini tidak lagi dipergunakan sebagai pengasapan pala," tutur Lukman. 

Dermaga untuk menuju Pulau Rhun, Kepulauan Banda, Maluku. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Dermaga untuk menuju Pulau Rhun, Kepulauan Banda, Maluku.

Sesuai dengan cerita Lukman, cuaca di area Rumah Besi tersebut memang cukup terik, meski waktu sudah menunjukkan pukul 16.16 WITA. 

"Mereka (orang Belanda) jadinya membuat tempat pengasapan pala yang baru di daerah lain. Tempat ini jadi terbengkalai dan sisa puingnya dijarah oleh penduduk," imbuh Lukman. 

Baca juga: 5 Rekomendasi Penginapan di Kepulauan Kei Maluku, Ada yang di Tepi Pantai

Ia juga menjelaskan bahwa di tempat tersebut, para pekerja perkebunan pala maupun pengasapan pala semuanya merupakan orang Indonesia yang tidak dibayar atau diberi upah. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Puas melihat Rumah Besi, saatnya kembali turun ke tengah Pulau Rhun. Tak lupa, berfoto di antara tangga dengan pemandangan laut Banda dan kapal-kapal yang cantik dari atas ketinggian. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com