Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Budaya Banda Neira, Menyimpan Jejak Kelam Masa Penjajahan

Kompas.com - 07/11/2022, 08:39 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

BANDA NEIRA, KOMPAS.com - Banda Neira, salah satu pulau di Kepulauan Banda, Maluku Tengah, merupakan tempat yang kaya akan sejarah. Salah satu tempat yang bisa didatangi adalah Rumah Budaya Banda Neira

Melalui museum mini tersebut, pengunjung dapat mengetahui kisah kelam tentang pulau yang dulu pernah diperebutkan bangsa Eropa karena kekayaan rempah-rempahnya. 

Baca juga:

Di Rumah Budaya Banda Neira, pengunjung juga bisa menemukan catatan sejarah penjajahan Belanda melalui VOC dari lukisan maupun benda-benda yang tersimpan.

Bangunan ini sendiri merupakan milik keluarga seorang sejarawan Banda Neira yang berpengaruh, yaitu Des Alwi. Ia juga merupakan anak angkat dari Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, Moh. Hatta.

Belajar sejarah di Rumah Budaya Banda Neira

Interior dalam salah satu ruangan Museum Rumah Budaya Banda Neira di Jalan Nusantara, Kecamatan Banda, Maluku. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Interior dalam salah satu ruangan Museum Rumah Budaya Banda Neira di Jalan Nusantara, Kecamatan Banda, Maluku.

Di ruangan utama Rumah Budaya Banda Neira, terdapat sebuah lukisan yang menggambarkan orang-orang VOC berdagang, sedangkan penduduk lokal bekerja keras dengan kondisi memprihatinkan. 

"Mereka (orang Belanda) membeli pala dengan harga satu sen, sedangkan mereka menjual ke negara mereka dengan harga 10 gulden per kilogram," tutur seorang tour leader lokal bernama Iqbal Bahadilla kepada Kompas.com, Selasa (1/11/2022). 

Menurutnya, saat Belanda pertama kali datang ke Banda, awalnya mereka ingin berdagang. Namun kemudian, saat kembali pada tahun 1600-an, orang Banda melihat gelagat orang Belanda yang ingin memonopoli rempah-rempah. 

Baca juga: Sejarah Pala, Rempah dengan Kisah Penuh Darah

Pembantaian para tokoh Banda

Jejak sejarah di Banda Neira dari abad ke-16 bisa diketahui dari ruangan ini, seperti salah satu kisah kelam saat Belanda, melalui VOC, melakukan genosida di Nusantara.

Lukisan raksasa yang menceritakan pembantaian orang-orang terpandang di Banda tahun 1621 yang terpasang di Rumah Budaya Banda Neira, Maluku.KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Lukisan raksasa yang menceritakan pembantaian orang-orang terpandang di Banda tahun 1621 yang terpasang di Rumah Budaya Banda Neira, Maluku.

Sebuah lukisan di ruang tengah Rumah Budaya menampilkan algojo Jepang yang tengah mengeksekusi warga Banda. 

Kisah bermula saat Admiral Pieterszoon Verhoeven sebagai pemimpin Belanda kala itu, tiba di Banda pada 1608 untuk bernegosiasi dengan para tokoh setempat. 

Namun, orang-orang Banda menaruh curiga kepada Belanda saat mereka datang membawa pasukan dan senjata lengkap. Akhirnya, orang Banda mengelabui Belanda dan menjebak mereka.

Baca juga: Mengunjungi Pulau Rhun di Banda, Pernah Ditukar dengan Manhattan

Terjadilah penyerangan terhadap orang Belanda, sehingga sang Admiral dan beberapa bawahannya tewas dalam serangan mendadak itu.

"Verhoeven tewas dan kepalanya ditancapkan di atas tombak oleh orang-orang Belanda," tulis Willard A. Hanna, dalam The Banda Islands: Hidden Histories & Miracles of Nature.

Interior dalam salah satu ruangan Museum Rumah Budaya Banda Neira di Jalan Nusantara, Kecamatan Banda, Maluku. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Interior dalam salah satu ruangan Museum Rumah Budaya Banda Neira di Jalan Nusantara, Kecamatan Banda, Maluku.

Hanya beberapa orang yang selamat dari penyerangan, salah satunya juru tulis Verhoeven, bernama Jan Pieterszoon Coen. Jan Coen yang sangat marah berencana untuk balas dendam kepada masyarakat Banda.

Akhirnya, ia kembali ke Belanda untuk membangun armada, sebelum menuju Nusantara beberapa tahun kemudian. 

Baca juga: 3 Pulau di Banda Maluku yang Cocok untuk Island Hopping Seharian

"Melihat temannya dibantai sama orang Banda, mereka kembali lagi dengan kapal. Akhirnya VOC datang tahun 1621, dengan 46 armada kapal dan 150 orang algojo Jepang. Mereka menyerang pulau," ungkap Iqbal. 

Saat itu, Benteng Nassau yang awalnya dibuat oleh Portugis, diambil alih. Kemudian, delapan tokoh adat dan pemuka agama Banda paling berpengaruh dikurung di Benteng Nassau. 

Keramik Tiongkok di Rumah Budaya Banda Neira, Maluku.KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Keramik Tiongkok di Rumah Budaya Banda Neira, Maluku.

Kemudian para tokoh tersebut, lanjut Iqbal, dihabisi nyawanya. 

"Ini disaksikan masyarakat Banda, yang sebagian lagi menghindar dari pembantaian itu," ujarnya.

Setelah itu, para samurai atau algojo Jepang juga menghabisi nyawa 36 orang tokoh (orang kaya) lainnya. 

Sehingga, pada 18 Mei 1621, terjadilah pembantaian berdarah yang menjadi catatan kelam penjajahan di Banda. Sebanyak 44 orang terpandang Banda dibantai atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Pieterszoon Coen, sebagai aksi balas dendam terhadap pendahulunya Admiral Verhoeven. 

Baca juga: Istana Mini di Banda Neira Maluku Diusulkan Jadi Istana Kepresidenan

Peninggalan sejarah lainnya 

Di samping lukisan pembantaian, terdapat gambar Jan Pieterszoon Coen sebagai salah satu orang penting VOC, yang memiliki andil dalam peristiwa tahun 1621. 

Aneka jenis meriam yang ada di dalam Rumah Budaya Banda Neira, Maluku. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Aneka jenis meriam yang ada di dalam Rumah Budaya Banda Neira, Maluku.

Selain lukisan dengan kisah dan visual mengerikan tersebut, ada beragam hal unik lainnya yang bisa ditemukan di Rumah Budaya Banda Neira. 

Di antaranya aneka jenis meriam, alat musik, guci, pedang, berbagai senjata, keramik China, uang kuno dari beberapa negara, dan lonceng Belanda.

Selain itu, ada sejumlah catatan yang bisa dilihat oleh pengunjung, seperti peta lama rute pelayaran bangsa Belanda menuju Banda Neira yang terpajang di dinding. 

Baca juga: 6 Fakta Banda Neira, Pulau Cantik Tempat Pengasingan Bung Hatta

Harga tiket dan jam buka Rumah Budaya Banda Neira

Interior dalam salah satu ruangan Museum Rumah Budaya Banda Neira yang berisi alat musik tradisional di Jalan Nusantara, Kecamatan Banda, Maluku. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Interior dalam salah satu ruangan Museum Rumah Budaya Banda Neira yang berisi alat musik tradisional di Jalan Nusantara, Kecamatan Banda, Maluku.

Untuk masuk ke dalam Rumah Budaya, pengunjung cukup membayar tiket masuk sebesar Rp 20.000 per orang dalam satu kali kunjungan. Adapun jam operasionalnya adalah setiap hari, pukul 07.00 - 18.00 WIT. 

Bangunan berbentuk kolonial ini berada di wilayah Nusantara, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.

Jarak Rumah Budaya Banda Neira hanya sekitar 200 meter dari Pelabuhan Banda Neira, dan bisa dicapai dalam waktu 3-5 menit berjalan kaki.

Menjadi saksi bisu penyimpanan benda-benda bersejarah di masa penjajahan, Rumah Budaya Banda Neira menjadi salah satu rekomendasi tempat yang harus dikunjungi saat berada di sana.

Baca juga:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com