Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Adolf Roben
Aparatur Sipil Negara

Aparatur Sipil Negara di Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Denpasar

Potensi Pembangunan Pariwisata Hijau di Bali

Kompas.com - 20/11/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PARIWISATA Bali menyimpan potensi ekonomi yang besar. Bali sebagai salah satu destinasi wisata utama di Indonesia pada tahun 2018 menghasilkan devisa sebesar 7,6 miliar dolar AS atau setara Rp 119, 2 triliun. Angka itu menyumbang 40 persen dari total pendapatan devisa pariwisata nasional.

Potensi ekonomi dari wisata Bali bukan hanya penting bagi perekonomian penduduk lokal, tetapi juga bagi roda perekonomian nasional.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang puncaknya diselenggerakan di Nusa Dua, Bali, pada tanggal 15 – 16 November 2022 mengusung berbagai isu ekonomi, di antaranya mengenai penerapan green economy (ekonomi hijua). Green economy diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi isu global terkait perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.

Baca juga: Pariwisata Hijau Semakin Diminati Wisatawan Dunia

Bali sebagai lokasi pertemuan G20 tentunya akan lebih menarik perhatian dunia, sekaligus menyimpan potensi untuk menerapkan ekonomi hijau pada pariwisatanya. Pariwisata Bali menduduki urutan ketiga dalam peringkat 25 pulau terbaik dunia versi majalah travel AS, Travel + Leisure.

Berbagai alasan yang membuat Bali dipilih sebagai destinasi pilihan adalah karena keunikannya, yaitu budaya, alam, keramahan penduduk, dan kentalnya nuansa seni di pulau itu.

Sayangnya, perkembangan potensi wisata di Bali juga menyimpan ancaman kerusakan lingkungan. Tingginya mobilitas orang di Bali akibat pertambahan jumlah wisatawan dan rendahnya penggunaan transportasi terpadu, meningkatkan tingkat pencemaran udara di Bali.

Sempitnya akses jalan menuju beberapa destinasi wisata, misalnya rute menuju Canggu - Pettitenget - Batu Bolong lewat jalan Kerobokan Denpasar yang selalu macet akibat antrean kendaraan yang menumpuk menjadi gambaran nyata perlunya penataan kembali rute wisata di Kota Denpasar.

Isu pengalihan fungsi kawasan resapan di Kabupaten Jembrana untuk kepentingan komersial dan wisata, serta belum maksimalnya pemeliharaan hutan lindung di Bali juga menunjukkan ancaman serius. Pengelolaan wisata pantai di Bali yang masih jauh dari konsep pariwisata hijau, juga perlu mendapatkan perhatian khusus.

Saat ini pembangunan pariwisata di pantai-pantai pulau dewata terkesan hanya berfokus pada bangunan komersial dan lanscape penarik perhatian wisatawan. Bahkan saat ini mulai berkembang konsep one stop entertaintment yang terintegrasi dengan pantai seperti munculnya Atlas Beach Club di Canggu.

Perkembangan ini meskipun bagus secara komersial tapi patut disayangkan karena sebenarnya pariwisata Bali dapat dikembangkan dengan konsep yang lebih hijau. Tren ekonomi hijau, yang sedang menjadi perhatian dunia, merupakan kesempatan bagi Bali untuk memperbaiki pengelolaan dan pengembangan pariwisatanya.

Penataan kembali industri pariwisata agar rendah karbon, rendah polusi, lebih banyak ruang hijau, dan mengoptimalkan sumber daya alam terbarukan, berada pada momentum yang sangat baik saat ini.

Perlu kembali ke kearifan lokal

Untuk mewujudkan pariwisata hijau, Bali sesungguhnya sudah memiliki panduan yang berasal dari kearifan lokal sad kerthi. Kearifan lokal sad kerthi meliputi atma kerthi (pelestarian dan penyucian sumber daya manusia), segara kerthi (kelestarian samudera), danu kerthi (kelestarian sumber air tawar), wana kerthi (kelestarian hutan), jana kerthi (kelestarian hubungan yang harmonis dengan sesama makhluk), dan jagat kerthi (keharmonisan hubungan sosial).

Kearifan lokal itu sudah dimaklumatkan oleh Pemprov Bali sebagai visi pembangunan daerah “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. Visi pembangunan dan kearifan lokalsad kerthi sangat selaras dengan konsep pembangunan pariwisata hijau.

Baca juga: Masa Depan Eranya Pariwisata Hijau

Pembangunan pariwisata Bali dapat difokuskan pada pelestarian lingkungan dan penguatan kembali budaya tradisional yang menjadi ciri khas dan daya tarik alami Bali. Tentunya untuk mewujudkannya pemerintah daerah menyesuaikan dan menata kembali berbagai kebijakan pariwisatanya.

Hal paling penting untuk mewujudkan pariwisata hijau adalah kesadaran bahwa pelestarian lingkungan, penguatan keunikan budaya tradisional, dan aktivitas ekonomi dapat saling bersinergi.

Pemerintah daerah dapat membuat peraturan penggunaan ornamen atau alat makan dari bahan kayu/alami berciri khas Bali di setiap restoran pada destinasi wisata yang dikelola pemerintah daerah/desa. Pemerintah daerah juga bisa membuat peraturan daerah terkait penyediaan kawasan terbuka hijau di area wisata, pembangunan wisata hutan lindung untuk aktivitas outbond, atau menyelenggerakan kegiatan promosi herbal khas Bali, serta peningkatan jumlah festival seni budaya yang memasukkan makna pelestarian lingkungan.

Kreativitas pemerintah daerah sangat diperlukan untuk mewujudkan wisata yang selaras dengan kearifan lokal, untuk mewujudkan pariwisata hijau di Bali. Jika berhasil diwujudkan maka Bali dengan panduan kearifan lokalnya dapat menjadi contoh perwujudan green economy dalam bidang pariwisata bagi dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com