KOMPAS.com - Ketika naik pesawat, seseorang dinilai lebih mudah menangis atau emosional.
Pada tahun 2011, maskapai penerbangan Virgin Atlantic melakukan survei di laman Facebook mereka. Secara garis besar, sebanyak 55 persen penumpang pesawat mengalami gejolak emosi saat terbang.
Baca juga:
Tidak hanya itu, dikutip dari The Guardian, Minggu (27/11/2022), sebanyak 41 persen penumpang laki-laki mengatakan, mereka menutupi diri dengan selimut agar penumpang lain tidak melihat air mata mereka.
Berdasarkan hasil survei tersebut, Virgin Atlantic pada waktu itu pun mencantumkan emotional health warnings (peringatan kesehatan emosional) di beberapa film (in-flight movies) agar penumpang bisa menyiapkan diri.
Perubahan lingkungan, salah satunya di bandara, dapat menyebabkan kecemasan pada diri seseorang.
Menurut psikolog asal Colorado, Amerika Serikat, Jodi De Luca, beragam hal yang terjadi sebelum naik pesawat dapat menimbulkan tekanan tersendiri. Misalnya mulai dari perjalanan ke bandara, melewati pemeriksaan, hingga memperhatikan waktu agar tidak terlambat.
Tekanan tersebut kemudian ditambah dengan pemikiran akan kemungkinan tidak bisa lagi melihat keluarga atau sahabat, bahkan walau penumpang tersebut sudah mencoba memprosesnya dengan logika.
Baca juga:
Perpaduan antara faktor-faktor psikologis terkait ketinggian pesawat dengan rasa kehilangan kendali bisa menyebabkan seseorang menjadi emosional saat terbang, tambahnya.
"Kita memiliki sedikit kendali atas lingkungan saat bepergian dengan pesawat. Meski mungkin kita tidak sadar akan kerentanan emosional kita, otak emosional (emotional brain) kita bekerja keras," kata De Luca, dikutip dari Time.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.