Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Tamu Pernikahan Kaesang-Erina Dilarang Pakai Batik Parang Saat Masuk Pura Mangkunegaran

Kompas.com - 07/12/2022, 16:45 WIB
Ulfa Arieza

Penulis

KOMPAS.com - Panitia pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono meminta tamu undangan tidak memakai batik parang saat memasuki Pura Mangkunegaran yang menjadi lokasi resepsi.

Juru Bicara Pernikahan Kaesang-Erina, Gibran Rakabuming Raka mengatakan larangan tersebut merupakan aturan dari Pura Mangkunegaran.

"Untuk masuk Pura Mangkunegaran tidak boleh ada (batik) parang lereng," kata Gibran, dikutip dari Kompas.com (6/12/2022).

Baca juga: Panitia Pernikahan Kaesang-Erina Minta Tamu Undangan Tak Pakai Batik Parang Lereng Saat Masuk Pura Mangkunegaran, Ini Alasannya

Sebagian masyarakat, khususnya di Solo dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mungkin telah mengatahui larangan memakai batik parang bagi kalangan umum

Namun, bagi masyarakat awam alasan di balik larangan tersebut tentunya masih menjadi pertanyaan. 

Baca juga: Mitos Motif Batik Parang Bawa Sial di Pernikahan, Ini Penjelasannya

Motif batik parang.Repro bidik layar via Indonesia Travel Motif batik parang.

Mengenal batik parang 

Sebelum membahas alasan di balik larangan tersebut, kita perlu memahami apa itu batik parang.

Pengamat Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof. Dr. Bani Sudardi menjelaskan, batik parang adalah satu dari sekian banyak motif batik di Nusantara.

Ciri motif batik parang adalah menyerupai huruf S yang tersusun secara diagonal. Bani menuturkan, motif tersebut menggambarkan ombak di pesisir laut selatan yang menghantam bebatuan karang.

Batik parang adalah satu motif batik, yang terdiri dari gambaran ombak dan lokasi yang miring,” ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (7/12/2022).

Baca juga: 6 Aktivitas Seru di Museum Batik Indonesia, Membatik hingga Main Games

Motif batik parang adalah salah satu motif batik tertua di Indonesia yang sudah ada sejak zaman Keraton Mataram. Oleh sebab itu, motif batik parang banyak ditemui di Solo dan Yogyakarta.

Mengutip dari laman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, motif batik parang terdiri dari beberapa variasi. Meliputi, parang rusak barong, parang barong, parang gendreh, dan parang klithik.

Nama parang diambil dari kata pereng dalam bahasa Jawa, yang berarti lereng.

Baca juga: Mengenal Makna Motif Batik yang Dipakai Para Menteri Saat G20

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

 

Ilustrasi batik tulis Ilustrasi batik tulis

Alasan larangan memakai batik parang

Lantas, kenapa motif batik parang tidak boleh digunakan oleh secara sembarangan?

Bani menjelaskan, motif batik parang merupakan batik yang khusus digunakan oleh para raja. Oleh sebab itu, masyarakat umum tidak boleh sembarangan menggunakan motif batik parang utamanya saat berada di area keraton.

“Batik parang atau lereng dilarang digunakan masyarakat biasa karena merupakan batik yang dikhususkan untuk raja ketika berada di penghadapan,” ujarnya.

Baca juga: 4 Tips Berkunjung ke Museum Batik Indonesia di TMII, Buat Janji Dulu

Motif batik parang, lanjutnya, merupakan simbol dari perjuangan Panembahan Senapati ketika melakukan tirakat di kawasan pantai selatan, Yogyakarta.

Adapun bentuk S diagonal tersebut menggambarkan ombak di daerah Parangtritis yang dikelilingi tebing bebatuan.

“Batik parang adalah salah satu bentuk penghormatan raja-raja Jawa kepada leluhurnya, yang telah berjuang mendirikan satu kerajaan besar yang masih berdiri  sampai saat ini,” imbuhnya. 

Baca juga: Batik Printing Dinilai Bukan Kain Batik, Ini Penjelasannya

Batik parang termasuk dalam batik larangan di wilayah Kraton Yogya dan Solo karena makna istimewanyaRepro bidik layar via Kraton Yogya Batik parang termasuk dalam batik larangan di wilayah Kraton Yogya dan Solo karena makna istimewanya

Sementara, mengutip dari laman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, motif batik parang dan variasinya dilarang mulai pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939).

Adapun motif-motif batik yang penggunaannya terikat dengan aturan-aturan tertentu di Keraton Yogyakarta, sehingga tidak semua orang bisa memakainya disebut awisan dalem. 

Termasuk batik larangan di Keraton Yogyakarta tersebut antara lain parang rusak barong, parang rusak gendreh, parang klithik, semen gedhe sawat gurdha, semen gedhe sawat lar, udan liris, rujak senthe, parang-parangan, cemukiran, kawung, dan huk.

Baca juga: Museum Batik Indonesia TMII, Punya Koleksi 860 Kain Batik Seluruh Negeri

Setiap sultan yang bertahta memiliki kewenangan untuk menetapkan motif batik tertentu ke dalam batik larangan. Parang rusak adalah motif pertama yang ditetapkan sebagai pola larangan di Kasultanan Yogyakarta oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 1785.

Saat pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII, batik larangan ditekankan pada motif huk dan kawung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com