Kontraksi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara di dunia, konflik Rusia-Ukraina, dan masih adanya pandemi Covid-19 di banyak negara adalah faktor-faktor penyebab lambatnya pemulihan pariwisata dunia.
Meskipun demikian, data yang dirilis dari Amadeus per 17 November 2022, menunjukkan bahwa ada 114.000 pemesanan perjalanan pulang-pergi dari luar negeri ke Indonesia menggunakan pesawat terbang.
Perjalanan ini dijadwalkan berlangsung pada triwulan I hingga triwulan III 2023. Adapun para pemesan perjalanan itu yang terbanyak berasal dari Australia, Korea Selatan, dan Eropa.
Sementara itu, perkembangan perjalanan Wisnus cenderung makin meningkat. Pada 2021, tercatat 603 juta perjalanan Wisnus atau 83,5 persen jumlah perjalanan di 2019 yang berjumlah 722,1 juta perjalanan.
Angka ini lebih besar dari tahun sebelumnya (2020) yang hanya 524,5 juta perjalanan. Diperkirakan perjalanan Wisnus akan berperan besar dalam mengakselerasi pemulihan pariwisata nasional karena trennya yang terus meningkat.
Tren pemulihan pariwisata nasional tersebut didukung oleh meningkatnya daya saing pariwisata nasional.
Travel and Tourism Development Index (TTDI) 2021 yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) pada Mei 2022, menempatkan daya saing pariwisata Indonesia di peringkat 32 atau naik 12 peringkat dari 2019. Ini menjadikan Indonesia menempati posisi kedua di ASEAN setelah Singapura.
Selain itu, Global Muslim Travel Index (GMTI) 2022 yang dirilis oleh Crescent Rating menempatkan Indonesia pada peringkat 2 setelah Malaysia sebagai salah satu destinasi ramah Muslim terbaik dunia.
Posisi ini memberikan harapan bagi tumbuh dan berkembangnya pariwisata nasional sejalan dengan tren wisatawan Muslim yang makin besar di masa depan.
Crescent Rating memproyeksikan pergerakan wisatawan Muslim global mencapai 140 juta pada 2023 dan akan meningkat menjadi 160 juta pada 2024.
Seiring dengan upaya beradaptasi dengan kondisi pandemi Covid-19, preferensi masyarakat dalam berwisata mengalami pergeseran.
Pariwisata berkualitas menjadi pilihan masyarakat di mana destinasi yang dipilih adalah yang jauh dari keramaian (secluded), berlokasi di alam terbuka, dan memprioritaskan aspek kebersihan, keamanan, kesehatan, dan ramah lingkungan.
Berkembangnya pola bekerja jarak jauh turut menggeser preferensi masyarakat dalam berwisata. Pola bekerja ini meningkatkan ketergantungan pada teknologi di satu sisi, tetapi dapat melepaskan ikatan pada tempat dan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.
Dengan demikian, workcation yang merupakan konsep bekerja sambil berlibur dapat menggantikan konsep bleisure.
Konsep bleisure adalah kombinasi dari perjalanan bisnis dan wisata yang berkembang sebelum pandemi.